Sabtu, 02 Mei 2009

Kontak Pertama Antara Islam Dan Ilmu Pengetahuan Modern

www.tasawufislam.blogspot.com dari Prof.Dr. Harun Nasution dalam bukunya "Falsafat & Mistisisme Dalam Islam" menuliskan:

"Alexander Yang Agung mengalahkan Darius di tahun 331 S.I. di Arbela (sebelah Timur Tigris). Alexander datang dengan tidak menghancurkan peradaban dan kebudayaan Persia, tetapi sebaliknya ia berusaha untuk menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia. Ia sendiri mulai berpakaian secara persia dan orang-orang Persia banyak yang diangkatnya menjadi pengiring-pengiringnya. Ia kawin dengan Statira, anak Darius dan pada waktu itu juga 24 dari jenderal-jenderalnya dan 10.000 prajurit kawin atas anjurannya dengan wanita-wanita Persia di Susa. Selain dari mengadakan hubungan-hubungan perkawinan ia dirikan pula kota-kota dan koloni-koloni yang penduduknya diatur begitu rupa sehingga terdiri dari dua golongan Yunani dan Persia. Setelah Alexander meninggal, kerajaannya yang besar itu terbagi tiga: Macedonia di Eropa, Kerajaan Ptolemeus di Mesir dengan Alexandria sebagai ibu-kota dan Kerajaan Seleucid (Seleucus) di Asia dengan kota-kota penting Antioch di Siria, Seleucia di Mesopotamia dan Bactra di Persi sebelah Timur. Ptolemeus dan Seleucus berusaha meneruskan politik Alexander untuk menyatukan kedua peradaban Yunani dan Iran. Sungguhpun usaha itu tak berhasil, kebudayaan dan peradaban Yunani meninggalkan bekas besar di daerah-daerah ini. Bahasa administrasi yang dipakai di sana ialah bahasa Yunani. Di Mesir dan Syria bahasa ini tetap dipakai sesudah masuknya Islam ke dalam kedua daerah itu dan hanya di tukar dengan bahasa Arab, baru di abad ke VII M. oleh Khalifah Bani Umayyah A. Malik Ibnu Marwan (685-705 M), Khalifah ke V dari Bani Umayyah. Alexandria, Antioch dan Bactra kemudian menjadi pusat ilmu pengetahuan dan falsafat Yunani. Di abad III M. pusat-pusat kebudayaan Yunani ini ditambah dengan kota Jundishapur yang letaknya tidak jauh dari Bagdad (didirikan di tahun 762 M). Di sana sewaktu kota itu masuk ke bawah kekuasaan Islam, telah terdapat suatu akademi dan rumah sakit. Di ketika Raja Bani Abbas al-Mansur sakit di tahun 765 M. atas nasehat menterinya Khalid Ibnu Barmak (seorang Persia), kepala Rumah Sakit Jundishapur, Girgis Ibnu Bukhtyishu dipanggil untuk mengobatinya. Khalid Ibnu Barmak sendiri berasal dari Bactra. Keluarga Barmak dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan serta falsafat dan condong pada faham Mu'tazilah.
Harun al-Rasyid menjadi Khalifah di tahun 786 M., dan sebelumnya ia belajar di Persia di bawah asuhan Yahya Ibnu Khalid Ibnu Barmak dan dengan demikian banyak dipengaruhi oleh kegemaran keluarga Barmak pada ilmu-pengetahuan dan falsafat. Di bawah pemerintahan Harun al-Rasyid penterjemahan buku-buku ilmu pengetahuan Yunani ke dalam bahasa Arab pun dimulai. Orang-orang dikirim ke Kerajaan Romawi di Eropa untuk membeli manuscripts. Pada mulanya yang dipentingkan ialah buku-buku mengenai kedokteran tetapi kemudian juga mengenai ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan lain dan falsafat. Buku-buku itu diterjemahkan terlebih dahulu ke dalam bahasa Siriac, bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia di waktu itu, kemudian baru ke dalam bahasa Arab. Akhirnya penterjemahan diadakan langsung ke dalam bahasa Arab.
Penterjemah-penterjemah termasyhur dari zaman itu antara lain adalah:
1. Hunayn Ibn Ishaq (w. 873 M), seorang Kristen, yang pandai berbahasa Arab dan Yunani (pernah berkunjung ke Yunani). Ia terjemahkan 20 buku Galen ke dalam bahasa Siria dan 14 buku lain ke dalam bahasa Arab. Menurut keterangan, Hunayn mempunyai 90 pembantu dan murid dalam kegiatan penterjemahan ini.
2. Anak Hunayn bernama Ishaq (w. 910 M).
3. Thabit Ibnu Qurra (825-901 M), seorang penyembah bintang.
4. Qusta Ibnu Luqa, seorang Kristen.
5. Hubaysh, kemanakan Hunayn.
6. Abu Bishr Matta Ibnu Yunus (w. 939 M), juga seorang Kristen.
Dengan kegiatan penterjemahan ini, sebagian besar dari karangan-karangan Aristoteles, sebahagian tertentu dari karangan-karangan Plato serta karangan-karangan mengenai neo-Platonisme, sebagian besar dari karangan-karangan Galen serta karangan-karangan dalam ilmu kedokteran lainnya, dan juga karangan-karangan mengenai ilmu pengetahuan Yunani lainnya dapatlah dibaca oleh alim ulama Islam. Karangan-karangan tentang falsafat banyak menarik perhatian kaum Mu'tazilah, sehingga mereka banyak dipengaruhi oleh pemujaan daya akal yang terdapat dalam falsafat Yunani. Abu al-Huzail al-Allaf, Ibrahim al-Nazzam, Bishr Ibnu al-Mu'tamir dan lain-lain banyak membaca buku-buku falsafat. Dalam pembahasan mereka mengenai teologi Islam, daya akal atau logika yang mereka jumpai dalam falsafat Yunani banyak mereka pakai. Tidak mengherankan kalau teologi kaum Mu'tazilah mempunyai corak rasionil dan liberal.
Tidak lama kemudian timbullah di kalangan Umat Islam sendiri filosof-filosof dan ahli-ahli ilmu-pengetahuan, terutama dalam ilmu kedokteran, seperti Abul Abbas al-Sarkasyi (abad ke-9 M), Al-Razi (abad ke-10 M) dan lain-lain. Filosof Islam yang pertama, muncul di abad ke-9 M dalam diri al-Kindi, untuk diikuti oleh filosof-filosof lain seperti al-Razi, al-Farabi, Ibn Sina dan lain-lain. Filosof-filosof ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran filosof-filosof Yunani, terutama Aristoteles, Plato dan Plotinus.
Dalam lapangan ilmu-pengetahuan dikenallah ahli-ahli seperti Muhammad, Ahmad dan Hasan, ketiga-tiganya bersaudara dan ahli matematika, al-Asma (740-828 M) yang mengarang buku tentang pengetahuan alam. Jabir dalam bidang kimia, al-Biruni dalam bidang astronomi, geografi, sejarah dan matematika, Ibn al-Haitham dalam bidang optika dan lain-lain."

Dari tulisan di atas, tahulah kita bahwa betapa pada kontak awal Islam dengan ilmu pengetahuan modern antara para 'Ulama dengan kaum cendikiawan non Muslim terjalin hubungan silaturrahmi positif, namun kita tidak boleh lari dari jalur Al-Qur'an dalam mengungkapkan sebuah sejarah, karena dalam tulisan di atas tidak ada kontak dengan Al-Qur'an, pada hal para 'ulama yang disebutkan dalam tulisan di atas bukanlah orang-orang yang buta terhadap Al-Qur'an, mereka para 'ulama salaf amat cendrung hati dan pemikirannya terhadap Al-Qur'an, tentulah kontak pertama para 'ulama salaf terhadap ilmu pengetahuan modern adalah ilmu pengetahuan modern yang terdapat di dalam Al-Qur'an sebagai kitab induk segala ilmu pengetahuan termodern sekalipun. Adapun mereka belajar ilmu pengetahuan dengan kaum lain merupakan wujud pengembangan ilmu pengetahuan yang telah mereka dalami dari Al-Qur'an.

Untuk itu, saya menganjurkan kepada sidang pembaca sekalian, kiranya berkenan meneliti kembali sejarah masa lalu dan jangan terlalu bertaqlid pada tulisan di atas, karena menurut yang saya tahu sesungguhnya bapanda Harun Nasution menulis tulisan tertulis di atas berdasarkan dari apa yang beliau baca dari buku-buku yang ditulis oleh kaum orientalis barat, belum tentu semuanya benar. Saya yaqin, suatu saat kebenaran sejarah akan muncul dari dunia Islam menguak kebenaran di atas kebenaran yang terbit dari hati nurani ditopang dengan hidayatullah dan pemikiran positif tanpa ada niat menyudutkan salah satu 'ulama salaf tercerahkan yang nota bene para 'ulama salaf itu merupakan insan-insan pengemban 'amanah Allah wal Rasul. Namun begitupun, saya ucap terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapanda Harun Nasution, yang telah berkenan memberi informasi sejarah itu untuk dipelajari lebih lanjut kebenarannya. www.tasawufislam.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar