PENDAHULUAN
Tasawuf adalah wasilah atau medium paling efektif dan tepat bagi orang mukmin untuk sampai kepada Allah SWT. Tasawuf bisa mempercepat jalinan mesra dengan Tuhan secara non-rasial (spiritual). Dengan tasawuf, selain dapat memantapkan rasa tauhid dan memperhalus akhlak, juga bisa memurnikan ibadah dan amal shalih, manusia tidak akan melihat Tuhan dengan mata kepala di akhirat nanti, tetapi bisa melihatnya dengan mata hati di dunia.[1]
BIOGRAFI
Nama lengkap al-Sulami adalah Muhammad ibn Husain ibn Muhammad ibn Musa al-Azdi yang bergelar Abu Abdul Rahman al-Sulami, lahir tahun 325 H dan wafat pada bulan Sya'ban 412 H/1012 M.[2] Dia pakar hadits, guru para sufi,l dan pakar sejarah. Dia seorang syeikh thariqah yang telah dianugerahi penguasaan dalam berbagai ilmu hakikat dan perjalanan tasawuf. Dia mengarang berbagai kitab risalah dalam ilmu tasawuf setelah mewarisi ilmu tasawu dari ayah dan datuknya.
Ayahnya, Husain ibn Muhammad ibn Musa al-Azdi, wafat 348 H/958 M, ketika al-Sulami menginjak masa remaja. kemudian pendidikannya diambil alih oleh datuknya, Abu 'Amr Ismail ibn Nujayd al-Sulami (w. 360 H/971 M).[3]
PEMIKIRAN
Manusia akan menjadi hamba ('abd) sejati kalau dia sudah bebas (hurr: merdeka) dari selain Tuhan. Kalau kehendak hati sudah menyatu dengan kehendak Allah, maka apa saja yang dipilih Allah untuknya, hati akan menerima tanpa menentang sedikitpun (qana'ah).[4] Karena فاينما تولوا فثم وجه الله , kemanapun engkau berpaling, disitulah wajah Allah (QS. 2:115).
Dalam konsep dzikir, al-Sulami berpendapat bahwa perbandingan antara dzikir dan fakir adalah lebih sempurna fakir, karena kebenaran (al-haq) itu diberitakan oleh dzikir bukan oleh fakir dalam proses pembukaan kerohanian. Ada beberapa tingkatan mengenai dzikir, yaitu dzikir lidah, dzikir hati, dzikir sirr (rahasia), dan dzikir ruh.[5]
CORAK PEMIKIRAN
al-Sulami mengambil beberapa tasawuf dari para syeikh yang masyhur, misalnya Ibn Manazil (w. 320 H/932 M), Abu Ali al-Thaqafi, Abu Nashr al-Sarraj (pengarang kitab al-Luma' fi al-Tasawuf), Abu Qasim al-Nasrabadzi dan banyak yang lainnya, dari hal itu, otomatis warna dan corak tasawuf al-Sulami sedikit banyak dipengaruhi oleh tasawuf mereka.
Pada abad ke-3 dan ke-4 H, tasawuf berfungsi sebagai jalan mengenal Allah SWT (ma'rifah) yang tadinya hanya sebagai jalan beribadah. Tasawuf pada masa itu merupakan pengejawantahan tasawuf teoritis.[6] al-Sulami yang lahir dan masuk kelompok sufi pada masa itu, terkenal sebagai penulis sejarah biografi kaum sufi masyhur yang semasa dengannya yaitu dalam kitabnya Adab al-Mutasawwafah.[7] Selain itu, dia juga terkenal dengan kitabnya Thabaqah al-Sufiyin yang juga memaparkan biografi-biografi para sufi.[8]
al-Sulami menitik tekankan tasawuf pada ketaatan terhadap al-Qur'an, meninggalkan perkara bid'ah dan nafsu syahwat, ta'dzim pada guru/syeikh, serta bersifat pema'af.[9]
KARYA-KARYA AL-SULAMI
Diantara karya-karyanya, yaitu :[10]
a. Adab al-Mutasawwafah
b. Thabaqah al-Sufiyun
c. Risalah al-Malamatiyyah
d. Ghalathah al-Sufiyah
e. al-Futuwwa
f. Adab al-Suhba wa Husn al-'Ushra
g. al-Sama'
h. al-Arba'in fi al-Hadith
i. al-Farq Bayna al-Syari'ah wa al-Haqiqah
j. Jawami' Adab al-Sufiyah
k. Manahij al-'Irfan
l. Maqamat al-Awliya'
m. al-Ikhwah wa al-Akhawat min al-Sufiyah
n. dan lain-lain
KESIMPULAN
Menurut al-Sulami, manusia akan menjadi hamba ('abd) sejati kalau dia sudah bebas (hurr: merdeka) dari selain Tuhan. Kalau kehendak hati sudah menyatu dengan kehendak Allah, maka apa saja yang dipilih Allah untuknya, hati akan menerima tanpa menentang sedikitpun (qana'ah). Dia juga berpendapat bahwa perbandingan antara dzikir dan fakir adalah lebih sempurna fakir, karena kebenaran (al-haq) itu diberitakan oleh dzikir bukan oleh fakir dalam proses pembukaan kerohanian.
Tasawuf adalah wasilah atau medium paling efektif dan tepat bagi orang mukmin untuk sampai kepada Allah SWT. Tasawuf bisa mempercepat jalinan mesra dengan Tuhan secara non-rasial (spiritual). Dengan tasawuf, selain dapat memantapkan rasa tauhid dan memperhalus akhlak, juga bisa memurnikan ibadah dan amal shalih, manusia tidak akan melihat Tuhan dengan mata kepala di akhirat nanti, tetapi bisa melihatnya dengan mata hati di dunia.[1]
BIOGRAFI
Nama lengkap al-Sulami adalah Muhammad ibn Husain ibn Muhammad ibn Musa al-Azdi yang bergelar Abu Abdul Rahman al-Sulami, lahir tahun 325 H dan wafat pada bulan Sya'ban 412 H/1012 M.[2] Dia pakar hadits, guru para sufi,l dan pakar sejarah. Dia seorang syeikh thariqah yang telah dianugerahi penguasaan dalam berbagai ilmu hakikat dan perjalanan tasawuf. Dia mengarang berbagai kitab risalah dalam ilmu tasawuf setelah mewarisi ilmu tasawu dari ayah dan datuknya.
Ayahnya, Husain ibn Muhammad ibn Musa al-Azdi, wafat 348 H/958 M, ketika al-Sulami menginjak masa remaja. kemudian pendidikannya diambil alih oleh datuknya, Abu 'Amr Ismail ibn Nujayd al-Sulami (w. 360 H/971 M).[3]
PEMIKIRAN
Manusia akan menjadi hamba ('abd) sejati kalau dia sudah bebas (hurr: merdeka) dari selain Tuhan. Kalau kehendak hati sudah menyatu dengan kehendak Allah, maka apa saja yang dipilih Allah untuknya, hati akan menerima tanpa menentang sedikitpun (qana'ah).[4] Karena فاينما تولوا فثم وجه الله , kemanapun engkau berpaling, disitulah wajah Allah (QS. 2:115).
Dalam konsep dzikir, al-Sulami berpendapat bahwa perbandingan antara dzikir dan fakir adalah lebih sempurna fakir, karena kebenaran (al-haq) itu diberitakan oleh dzikir bukan oleh fakir dalam proses pembukaan kerohanian. Ada beberapa tingkatan mengenai dzikir, yaitu dzikir lidah, dzikir hati, dzikir sirr (rahasia), dan dzikir ruh.[5]
CORAK PEMIKIRAN
al-Sulami mengambil beberapa tasawuf dari para syeikh yang masyhur, misalnya Ibn Manazil (w. 320 H/932 M), Abu Ali al-Thaqafi, Abu Nashr al-Sarraj (pengarang kitab al-Luma' fi al-Tasawuf), Abu Qasim al-Nasrabadzi dan banyak yang lainnya, dari hal itu, otomatis warna dan corak tasawuf al-Sulami sedikit banyak dipengaruhi oleh tasawuf mereka.
Pada abad ke-3 dan ke-4 H, tasawuf berfungsi sebagai jalan mengenal Allah SWT (ma'rifah) yang tadinya hanya sebagai jalan beribadah. Tasawuf pada masa itu merupakan pengejawantahan tasawuf teoritis.[6] al-Sulami yang lahir dan masuk kelompok sufi pada masa itu, terkenal sebagai penulis sejarah biografi kaum sufi masyhur yang semasa dengannya yaitu dalam kitabnya Adab al-Mutasawwafah.[7] Selain itu, dia juga terkenal dengan kitabnya Thabaqah al-Sufiyin yang juga memaparkan biografi-biografi para sufi.[8]
al-Sulami menitik tekankan tasawuf pada ketaatan terhadap al-Qur'an, meninggalkan perkara bid'ah dan nafsu syahwat, ta'dzim pada guru/syeikh, serta bersifat pema'af.[9]
KARYA-KARYA AL-SULAMI
Diantara karya-karyanya, yaitu :[10]
a. Adab al-Mutasawwafah
b. Thabaqah al-Sufiyun
c. Risalah al-Malamatiyyah
d. Ghalathah al-Sufiyah
e. al-Futuwwa
f. Adab al-Suhba wa Husn al-'Ushra
g. al-Sama'
h. al-Arba'in fi al-Hadith
i. al-Farq Bayna al-Syari'ah wa al-Haqiqah
j. Jawami' Adab al-Sufiyah
k. Manahij al-'Irfan
l. Maqamat al-Awliya'
m. al-Ikhwah wa al-Akhawat min al-Sufiyah
n. dan lain-lain
KESIMPULAN
Menurut al-Sulami, manusia akan menjadi hamba ('abd) sejati kalau dia sudah bebas (hurr: merdeka) dari selain Tuhan. Kalau kehendak hati sudah menyatu dengan kehendak Allah, maka apa saja yang dipilih Allah untuknya, hati akan menerima tanpa menentang sedikitpun (qana'ah). Dia juga berpendapat bahwa perbandingan antara dzikir dan fakir adalah lebih sempurna fakir, karena kebenaran (al-haq) itu diberitakan oleh dzikir bukan oleh fakir dalam proses pembukaan kerohanian.
DAFTAR PUSTAKA
Jamaluddin Kafi, Tasawuf Kontemporer, (Prenduan: al-Amin, 2003).
Kenneth Honerkamp, Abu Abdul Rahman al-Sulami, On Sama' ectasy and dance, (Jurnal of The History of Sufisme, April 2003).
Sara Saviri, Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002).
Asmaran, MA, Pengantar Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).
Gafna Raizha Wahyudi (Terj.), Warisan Sufi, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002).
A. J. al-Berry, Tasawuf Versus Syari'at, Terj. Bambang Herawan, (Jakarta: Hikmah, 2000).
[1] Jamaluddin Kafi, Tasawuf Kontemporer, (Prenduan: al-Amin, 2003), 10-11
[2] Kenneth Honerkamp, Abu Abdul Rahman al-Sulami, On Sama' ectasy and dance, (Jurnal of The History of Sufisme, April 2003), 2
[3] Ibid, 2
[4] Sara Saviri, Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), 23
[5] Ibid, 171
[6] Asmaran, MA, Pengantar Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 258
[7] Gafna Raizha Wahyudi (Terj.), Warisan Sufi, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), 73
[8] A. J. al-Berry, Tasawuf Versus Syari'at, Terj. Bambang Herawan, (Jakarta: Hikmah, 2000), 94
[9] http://www.yahoo.com (al-Sulami)
[10] Ibid, al-Sulami
[2] Kenneth Honerkamp, Abu Abdul Rahman al-Sulami, On Sama' ectasy and dance, (Jurnal of The History of Sufisme, April 2003), 2
[3] Ibid, 2
[4] Sara Saviri, Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), 23
[5] Ibid, 171
[6] Asmaran, MA, Pengantar Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 258
[7] Gafna Raizha Wahyudi (Terj.), Warisan Sufi, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), 73
[8] A. J. al-Berry, Tasawuf Versus Syari'at, Terj. Bambang Herawan, (Jakarta: Hikmah, 2000), 94
[9] http://www.yahoo.com (al-Sulami)
[10] Ibid, al-Sulami
KONSEPSI PEMIKIRAN TASAWUF & IDE POKOK
TOKOH-TOKOH SUFI
1. Tasawuf Salafi
a. Hasan al-Bashri
b. al-Muhasibi
c. al-Qushayri
d. al-Ghazali
e. Nawawi al-Bantani
a. Hasan al-Bashri
b. al-Muhasibi
c. al-Qushayri
d. al-Ghazali
e. Nawawi al-Bantani
2. Tasawuf 'Irfani
a. Rabi'ah al-Adawiyah
b. al-Junayd al-Baghdadi
c. Dzu al-Nun al-Misri
d. Abu Yazid al-Bustami
e. al-Hallaj
f. al-Sulami
3. Tasawuf Falsafi
a. Ibn Arabiy
b. al-Jili
c. Ibn Sab'in
d. Ibn Masarrah
e. Nur al-Din al-Raniri
f. Abdul Rauf al-Sinkli
4. Tasawuf Neo-Sufisme
a. Ibn Taymiyyah
b. Fazlur Rahman
c. Hamka
d. Yusuf al-Makassari
e. Sayyid Husain Nashr
PERKEMBANGAN TASAWUF
SUFISME
A. Sunniy/ortodoks; konservatif
a. Tasawuf Ortodoks
1. Hasan al-Bashri (w. 110 H)
2. Rabi'ah al-Adawiyah (w. 200 H)
3. al-Muhasibi (w. 243 H)
4. Dzu al-Nun al-Misri (w. 243 H)
5. al-Junayd al-Baghdadi (w. 297 H)
6. al-Qushayri (w. 465 H)
7. al-Ghazali (w. 503 H)
b. Tasawuf Falsafi
1. Abu Yazid al-Bustami (w. 260 H)
2. al-Hallaj (w. 308 H)
3. Ibn Masarrah (w. 381 H)
4. Suhrawardi al-Maqthul (w. 578 H)
B. Syi'i
a. Tasawuf teosofi
1. Ibn Sab'in (w. 669 H)
2. al-Jili (w. 832 H)
b. Tasawuf Falsafi
1. Ibn 'Arabiy (w. 638 H)
C. NEO-SUFISME
1. Ibn Taymiyyah (w. 728 H)
2. Fazlur Rahman (w. 1988 H)
A. Sunniy/ortodoks; konservatif
a. Tasawuf Ortodoks
1. Hasan al-Bashri (w. 110 H)
2. Rabi'ah al-Adawiyah (w. 200 H)
3. al-Muhasibi (w. 243 H)
4. Dzu al-Nun al-Misri (w. 243 H)
5. al-Junayd al-Baghdadi (w. 297 H)
6. al-Qushayri (w. 465 H)
7. al-Ghazali (w. 503 H)
b. Tasawuf Falsafi
1. Abu Yazid al-Bustami (w. 260 H)
2. al-Hallaj (w. 308 H)
3. Ibn Masarrah (w. 381 H)
4. Suhrawardi al-Maqthul (w. 578 H)
B. Syi'i
a. Tasawuf teosofi
1. Ibn Sab'in (w. 669 H)
2. al-Jili (w. 832 H)
b. Tasawuf Falsafi
1. Ibn 'Arabiy (w. 638 H)
C. NEO-SUFISME
1. Ibn Taymiyyah (w. 728 H)
2. Fazlur Rahman (w. 1988 H)
Sumber:
http://www.nuristwo.blogspot.com/2006/08/tasawuf-studi-tokoh.html
http://www.nuristwo.blogspot.com/2006/08/tasawuf-studi-tokoh.html
قال ابن الصلاح في فتاويه: وجدت عن الإمام أبي الحسن الواحدي المفسر أنه قال: صنف أبو عبد الرحمن السلمي حقائق التفسير، فإن كان قد اعتقد أن ذلك تفسير فقد كفر.
BalasHapusIbnu Shalaah berkata dalam Fataawaa-nya : “Aku mendapati Al-Imaam Abul-Hasan Al-Waahidiy Al-Mufassir berkata : Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy pernah menulis kitab berjudul Haqaaiqut-Tafsiir. Barangsiapa yang meyakini buku itu merupakan tafsir, maka ia telah kafir”.
KESIMPULAN:
As Sulami ini adalah pendusta dalam agama Allah dan seharusnya dijauhkan diri kita dari ajaran2 sesat nya