tag:blogger.com,1999:blog-1694907658177972912024-02-19T00:26:31.589-08:00TASAWUF ISLAMwww.tasawufislam.blogspot.comMas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.comBlogger63125tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-29642914383470461582010-07-18T20:32:00.000-07:002010-07-18T21:14:49.223-07:00Tariqat Muhammadiyah<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoeVyg52o3yjV4jMGxsirGU0JGPNn3d6YUx3liAo2XE1NjR4lKf_ZopDvt4KKka1xTlZuciyd1y7aeGSFfoZ3LgcEyD-nQK7UtzisOneoM8t11yL3azOpPmEIugGns5sVe_BGwUE9FvMQg/s1600/2.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 59px; height: 82px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoeVyg52o3yjV4jMGxsirGU0JGPNn3d6YUx3liAo2XE1NjR4lKf_ZopDvt4KKka1xTlZuciyd1y7aeGSFfoZ3LgcEyD-nQK7UtzisOneoM8t11yL3azOpPmEIugGns5sVe_BGwUE9FvMQg/s320/2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5495455515876438658" border="0" /></a><span style="font-weight: bold;">Tasawuf Islam</span>: <span style="font-style: italic;">"Karena tariqat artinya adalah jalan, maka yang saya maksud dengan tariqat Muhammadiyah dalam kajian ini adalah jalan yang ditempuh oleh Muhammadiyin dalam mengabdikan dirinya kepada Allah, sehingga dapat masuk ke pintu sorga. Semoga bukan cuman berada di pintu sorga sebagai penonton saja, tetapi ikut di dalam sorga itu sebagai ahli dan penghuni sorga. Ndak ada Lho, ndak rame, hehehee."</span> (Mas Gun).<br /><br />Muhammadiyin memiliki beberapa maqam, diantaranya adalah:<br /><br /><span style="font-weight: bold;">A. Maqam Qalbiyah</span><br /><br />Maqam qolbi ini terdiri dari:<br />1. Berpegang teguh kepada Al-Qur'an<br />2. Berpegang teguh kepada As-Sunnah Rasulullah<br />3. Berpegang teguh kepada Hadits Shahih<br />4. Berpegang teguh kepada aqidah Qur'aniyah wal haditsiyah<br />5. Berpegang teguh kepada hukum Qur'aniyah wal haditsiyah<br />6. Tegas dalam perkara bid'ah<br />7. Istiqamah dalam memberantas syirkullah<br />8. Berlaku sedang dalam beramal<br />9. Taqwa<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">B. Maqam Fikriyah</span><br /><br />Untuk meningkatkan kualitas insani Muhammadiyin, Muhammadiyah menempuh proses pendidikan berjenjang, diantaranya adalah:<br /><br />Pendidikan Formal:<br />1. Taman Kanak-Kanak Busthanul Athfal (TK ABA)<br />2. Sekolah Dasar Muhammadiyah (SDM)<br />3. Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah (MTs.M) atau SMPM<br />4. Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAM) atau SMAM<br />5. Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM, S.1, S.2, S.3)<br /><br />Pendidikan Non Formal:<br />1. Taman Bacaan Al-Qur'an<br />2. Penataran Kepemimpinan Muhammadiyah<br />3. Perkaderan Muhammadiyah<br />4. Pengajian Pimpinan Muhammadiyah<br />5. Tabligh Mobil Muhammadiyah<br />6. Tabligh Akbar Muhammadiyah<br />7. Pembinaan Ortom Muhammadiyah<br /><br /><span style="font-weight: bold;">C. Maqam Jasadiyah</span><br /><br />1. Pimpinan Ranting Muhammadiyah<br />2. Pimpinan Cabang Muhammadiyah<br />3. Pimpinan Daerah Muhammadiyah<br />4. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah<br />5. Pimpinan Pusat Muhammadiyah<br /><br /><span style="font-weight: bold;">D. Maqam Estafeta Kaderisasi Muhammadiyah</span><br /><br />1. Ikatan Pelajar Muhammadiyah<br />2. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah<br />3. Tapak Suci Putra Muhammadiyah<br />4. Pemuda Muhammadiyah<br />5. Nasyiyathul 'Aisyiyah<br />6. 'Aisyiyah<br />7. Muhammadiyah<br /></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-50533667501640644292010-07-13T22:10:00.000-07:002010-07-13T22:43:07.235-07:00Nuruddin Ar-Raniri<span style="font-weight: bold;">Propil Singkatnya</span><br /><p style="text-align: justify;"><b>Nuruddin Al-Raniri</b>, nama lengkapnya adalah <i>Syekh Nuruddin Muhammad ibnu 'Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi</i>, adalah ulama penasehat di kesultanan Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani<span style="text-decoration: underline;"></span> (Iskandar II).</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Syekh Nuruddin diperkirakan lahir sekitar akhir abad ke-16 di kota Rani, India, dan wafat pada 21 September 1658. Pada tahun 1637, ia datang ke aceh, dan kemudian menjadi penasehat kesultanan di sana hingga tahun 1644.</p><p style="text-align: justify; font-weight: bold;">Ilmu Yang Dikuasainya</p><p style="text-align: justify;">Ar Raniri memiliki pengetahuan luas yang meliputi tasawuf, qalam, fiqih, hadits, sejarah, dan perbandingan agama. Selama masa hidupnya, ia menulis kurang-lebih 29 kitab, yang paling terkenal adalah "Bustanul Salatin". Namanya kini diabadikan sebagai nama perguruan tinggi agama (IAIN) di Banda Aceh.</p><p style="text-align: justify; font-weight: bold;">Gurunya</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Beliau di katakan telah berguru dengan Sayyid Umar Abu Hafis Abdullah Basyeiban yang yang di India lebih dikenal dengan Sayyid Umar Al-Idrus kerna adalah khalifah Tariqah Al-Idrus Alawi di India. Ar-Raniri juga telah menerima Tariqah Rifaiyyah dan Qadariyah dari gurunya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Putera Abu Hafs yaitu Sayyid Abdul Rahman Tajudin yang datang dari Balqeum, Karnataka, India pula telah menikah setelah berhijrah ke Jawa dengan Syarifah Khadijah, puteri Sultan Cirebon dari keturunan Sunan Gunung Jati.</p><p style="text-align: justify; font-weight: bold;">Peranannya Di Banda Aceh</p><p style="text-align: justify;">Ar-Raniri berperan penting saat berhasil memimpin ulama Aceh menghancurkan ajaran tasawuf falsafinya Hamzah Fansuri yang dikhawatirkan dapat merusak akidah umat Islam awam terutama yang baru memeluknya. Tasawuf falsafi berasal dari ajaran Al-Hallaj, Ibnu Arabi, dan Suhrawardi, yang khas dengan doktrin Wihdatul Wujud (Menyatunya Kewujudan) di mana sewaktu dalam keadaan <i>sukr</i> ('mabuk' dalam kecintaan kepada Allah Ta'ala) dan <i>fana' fi</i>llah ('hilang' bersama Allah), seseorang wali itu mungkin mengeluarkan kata-kata yang lahiriahnya sesat atau menyimpang dari syariat Islam.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Maka oleh mereka yang tidak mengerti hakikat ucapan-ucapan tersebut, dapat membahayakan akidah dan menimbulkan fitnah pada masyarakat Islam. Karena individu-individu tersebut <i>syuhud</i> ('menyaksikan') hanya Allah sedang semua ciptaan termasuk dirinya sendiri tidak wujud dan kelihatan. Maka dikatakan wahdatul wujud karena yang wajib wujudnya itu hanyalah Allah Ta'ala sedang para makhluk tidak berkewajiban untuk wujud tanpa kehendak Allah. Sama seperti bayang-bayang pada pewayangan kulit.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Konstruksi wahdatul wujud ini jauh berbeda malah dapat dikatakan berlawanan dengan faham manunggaling kawula lan Gusti'. Karena pada konsep manunggaling kawula lan Gusti', dapat diibaratkan umpama bercampurnya kopi dengan susu, maka substansi dua-duanya sesudah menyatu adalah berbeda dari sebelumnya. Sedangkan pada faham wihdatul wujud, dapat di umpamakan seperti satu tetesan air murni pada ujung jari yang dicelupkan ke dalam lautan air murni. Sewaktu itu, tidak dapat dibedakan air pada ujung jari dari air lautan. Karena semuanya kembali kepada Allah.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Maka pluralisme (menyamakan semua agama) menjadi lanjutan terhadap gagasan beliau dimana yang penting dan utama adalah Pencipta, dan semua ciptaan adalah sama, hadir di alam mayapada hanya karena kehendak Allah saja.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Maka faham ini, tanpa dibarengi dengan pemahaman dan kepercayaan syariat, dapat membelokkan aqidah. Pada zaman dulu, para waliyullah di negara-negara Islam Timur Tengah sering, apabila di dalam keadaan seperti ini, dianjurkan untuk tidak tampil di khalayak ramai.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Tasawuf falsafi diperkenalkan di Nusantara oleh Fansuri dan Syekh Siti Jenar. Syekh Siti Jenar kemudian dieksekusi mati oleh dewan wali (Wali Songo). Ini adalah hukuman yang disepakati bagi pelanggaran syariat, manakala hakikatnya hanya Allah yang dapat maha mengetahui.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Al-Hallaj setelah dipancung lehernya, badannya masih dapat bergerak, dan lidahnya masih dapat berzikir. Darahnya pula mengalir mengeja asma Allah, ini semua karomah untuk mempertahankan keberadaan Allah.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Di Jawa, tasawuf falsafi bersinkretisme dengan aliran kebatinan dalam ajaran Hindu dan Budha sehingga menghasilkan ajaran Islam kejawen.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ronggowarsito (Bapak Kebatinan Indonesia) dianggap sebagai penerus Siti Jenar. Karya-karyanya, seperti Suluk Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Lukma Lelana, dan Serat Hidayat Jati, sering diaku-aku Ronggowarsito berdasarkan kitab dan sunnah. Namun banyak terdapat kesalahan tafsir dan transformasi pemikiran dalam karya-karyanya itu. Ronggowarsito hanya mengandalkan terjemahan buku-buku tasawuf dari bahasa Jawa dan tidak melakukan perbandingan dengan naskah asli bahasa Arab. Tanpa referensi kepada kitab-kitab Arab yang ditulis oleh ulama ahli syariat dan hakikat yang muktabar seperti Syekh Abdul Qadir Jailani dan Ibn Arabi, maka ini adalah sangat berbahaya.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Ar-Raniri dikatakan pulang kembali ke India setelah beliau dikalahkan oleh dua orang murid Hamzah Fansuri pada suatu perdebatan umum. Ada riwayat mengatakan beliau wafat di India.<br /></p><p style="text-align: justify;">Sumber Referensi:</p><p style="text-align: justify;">http://www.tasawufislam.blogspot.com<br /></p>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-45353456790554424042010-06-23T08:09:00.000-07:002010-06-23T08:20:07.608-07:00Sejarah Islam Nusantara<p style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Tasawuf Islam</span>: Sebelum kita lebih jauh melangkah pada topik "<span style="font-style: italic;">tasawuf nusantara"</span>, ada baiknya kita terlebih dulu mengetahui <span style="font-style: italic;">"Sejarah Islam Nusantara"</span>, karena Islam masuk dan dikembangkan di Indonesia oleh para sufi.<br /></p><p style="text-align: justify;">Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam <i>The Preaching of Islam</i> mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai <i>rahmatan lil'alamin</i>.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam <i>Tarikh Hadramaut</i>, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.</p><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;">Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar). <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">www.tasawufislam.blogspot.com</span><br /></p><p style="text-align: center; font-weight: bold;">Sumber:</p><p style="text-align: center; font-style: italic;">http://www.ummah.net/islam/nusantara/sejarah.html</p>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-78053886312772648082010-06-13T09:38:00.000-07:002010-06-13T09:50:20.567-07:00Al-Gazali<p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><b><span style="font-style: italic;">Tasawuf Islam dari Putra Jagat Online:</span> </b>Nama lengkap Al-Gazali adalah<b> </b>Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i (lahir di Thus;<span style="text-decoration: underline;"> 1058</span>/450 H – meninggal di Thus; 1111/14 Jumadil Akhir 505 H; umur 52–53 tahun) adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai <i>Algazel</i> di dunia Barat abad Pertengahan.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Ia berkuniah <b>Abu Hamid</b> karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar beliau <b>al-Ghazali ath-Thusi</b> berkaitan dengan ayahnya yang bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan, Persia (Iran). Sedangkan gelar <b>asy-Syafi'i</b> menunjukkan bahwa beliau bermazhab Syafi'i. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya dikebumikan di tempat kelahirannya.</p><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-weight: bold;">Sifat Kepribadiannya</span><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia digelar hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Ia sangat dihormati di dua dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia berjaya menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi mencari ilmu pengetahuan. Sebelum beliau memulai pengembaraan, beliau telah mempelajari karya ahli sufi ternama seperti <i>al-Junaid Sabili</i> dan <i>Bayazid Busthami</i>. Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas seperti Makkah, Madinah, <span style="text-decoration: underline;">Palestina</span>, dan <span style="text-decoration: underline;">Mesir</span>. Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi beliau telah dididik dengan akhlaq yang mulia. Hal ini menyebabkan beliau benci kepada sifat riya, megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat beribadat, wara, zuhud, dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan mencari sesuatu untuk mendapat ridho Allah SWT.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pendidikannya</span><br /><br />Pada tingkat dasar, beliau mendapat pendidikan secara gratis dari beberapa orang guru karena kemiskinan keluarganya. Pendidikan yang diperoleh pada peringkat ini membolehkan beliau menguasai Bahasa Arab dan Parsi dengan fasih. Oleh sebab minatnya yang mendalam terhadap ilmu, beliau mula mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul fiqih<span style="text-decoration: underline;">, filsafat</span>, dan mempelajari segala pendapat keeempat mazhab hingga mahir dalam bidang yang dibahas oleh mazhab-mazhab tersebut. Selepas itu, beliau melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam bidang ilmu fiqih, Abu Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di Naisabur. Oleh sebab Imam al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, beliau telah dilantik menjadi mahaguru di Madrasah Nizhamiah (sebuah universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di <span style="text-decoration: underline;">Baghdad </span>pada tahun 484 Hijrah. Kemudian beliau dilantik pula sebagai Naib Kanselor di sana. Ia telah mengembara ke beberapa tempat seperti Makkah, Madinah, Mesir dan<span style="text-decoration: underline;"> Palestina </span>untuk berjumpa dengan ulama-ulama di sana untuk mendalami ilmu pengetahuannya yang ada. Dalam pengembaraan, beliau menulis kitab Ihya 'Ulumuddin yang memberi sumbangan besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;">Karya-Karyanya</span><br /><span style="font-weight: bold;"></span><br /><span style="font-weight: bold;">Dibidang Ilmu Teologi</span><br /><span style="font-weight: bold;"></span> </div><ul style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><li><i>Al-Munqidh min adh-Dhalal</i></li><li><i>Al-Iqtishad fi al-I`tiqad</i></li><li><i>Al-Risalah al-Qudsiyyah</i></li><li><i>Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din</i></li><li><i>Mizan al-Amal</i></li><li><i>Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah</i><sup id="cite_ref-0" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali#cite_note-0">[1]</a></sup><sup id="cite_ref-1" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali#cite_note-1">[2]</a></sup></li></ul><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> <span style="font-weight: bold;">Ilmu Tasawuf</span><br /><span style="font-weight: bold;"></span> </div><ul style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><li><i>Ihya Ulumuddin</i> (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama)<sup id="cite_ref-2" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali#cite_note-2">[3]</a></sup>, merupakan karyanya yang terkenal</li><li><i>Kimiya as-Sa'adah</i> (Kimia Kebahagiaan)<sup id="cite_ref-3" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali#cite_note-3">[4]</a></sup></li><li><i>Misykah al-Anwar</i> (The Niche of Lights)</li></ul><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> <span style="font-weight: bold;">Ilmu Filsafat</span><br /><span style="font-weight: bold;"></span> </div><ul style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><li><i>Maqasid al-Falasifah</i></li><li><i>Tahafut al-Falasifah</i>,<sup id="cite_ref-4" class="reference"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali#cite_note-4">[5]</a></sup> buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rusdi dalam buku <i>Tahafut al-Tahafut</i> (The Incoherence of the Incoherence).</li></ul><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> <span style="font-weight: bold;">Ilmu Fiqih</span><br /><span style="font-weight: bold;"></span> </div><ul style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><li><i>Al-Mushtasfa min `Ilm al-Ushul</i></li></ul><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> <span style="font-weight: bold;">Ilmu Mantik (Ilmu Logika)</span><br /><span style="font-weight: bold;"></span> </div><ul style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><li><i>Mi`yar al-Ilm</i> (The Standard Measure of Knowledge)</li><li><i>al-Qistas al-Mustaqim</i> (The Just Balance)</li><li><i>Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq</i> (The Touchstone of Proof in Logic).</li></ul><br /><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><strong>Mazhab Dan Aqidah Al-Gazali<br /></strong></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Dalam masalah fikih, beliau seorang yang bermazhab Syafi’i. Nampak dari karyanya <em>Al Wasith, Al Basith</em> dan <em>Al Wajiz</em>. Bahkan kitab beliau <em>Al Wajiz</em> termasuk buku induk dalam mazhab Syafi’i. Mendapat perhatian khusus dari para ulama Syafi’iyah. Imam Adz Dzahabi menjelaskan mazhab fikih beliau dengan pernyataannya, <em>“Syaikh Imam, Hujjatul Islam, A’jubatuz zaman, Zainuddin Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi Asy Syafi’i.” </em></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Sedangkan dalam sisi akidah, beliau sudah terkenal dan masyhur sebagai seorang yang bermazhab Asy’ariyah. Banyak membela Asy’ariyah dalam membantah Bathiniyah, para filosof serta kelompok yang menyelisihi mazhabnya. Bahkan termasuk salah satu pilar dalam mazhab tersebut. Oleh karena itu beliau menamakan kitab aqidahnya yang terkenal dengan judul <em>Al Iqtishad Fil I’tiqad</em>. Tetapi karya beliau dalam aqidah dan cara pengambilan dalilnya, hanyalah merupakan ringkasan dari karya tokoh ulama Asy’ariyah sebelum beliau (pendahulunya). Tidak memberikan sesuatu yang baru dalam mazhab Asy’ariyah. Beliau hanya memaparkan dalam bentuk baru dan cara yang cukup mudah. Keterkenalan Imam Ghazali sebagai tokoh Asy’ariyah juga dibarengi dengan kesufiannya. Beliau menjadi patokan marhalah yang sangat penting menyatunya Sufiyah ke dalam Asy’ariyah.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Akan tetapi tasawuf apakah yang diyakini beliau? Memang agak sulit menentukan tasawuf beliau. Karena seringnya beliau membantah sesuatu, kemudian beliau jadikan sebagai aqidahnya. Beliau mengingkari filsafat dalam kitab Tahafut, tetapi beliau sendiri menekuni filsafat dan menyetujuinya.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Ketika berbicara dengan Asy’ariyah tampaklah sebagai seorang Asy’ari tulen. Ketika berbicara tasawuf, dia menjadi sufi. Menunjukkan seringnya beliau berpindah-pindah dan tidak tetap dengan satu mazhab. Oleh karena itu Ibnu Rusyd mencelanya dengan mengatakan, <em>“Beliau tidak berpegang teguh dengan satu mazhab saja dalam buku-bukunya. Akan tetapi beliau menjadi Asy’ari bersama Asy’ariyah, sufi bersama sufiyah dan filosof bersama filsafat.”</em> (Lihat Mukadimah kitab <em>Bughyatul Murtad</em> hal. 110).</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Adapun orang yang menelaah kitab dan karya beliau seperti <em>Misykatul Anwar, Al Ma’arif Aqliyah, Mizanul Amal, Ma’arijul Quds, Raudhatuthalibin, Al Maqshad Al Asna, Jawahirul Qur’an</em> dan <em>Al Madmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi</em>, akan mengetahui bahwa tasawuf beliau berbeda dengan tasawuf orang sebelumnya. Syaikh Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud menjelaskan tasawuf Al Ghazali dengan menyatakan, bahwa kunci mengenal kepribadian Al Ghazali ada dua perkara:</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Pertama, pendapat beliau, bahwa setiap orang memiliki tiga aqidah. Yang pertama, ditampakkan di hadapan orang awam dan yang difanatikinya. Kedua, beredar dalam ta’lim dan ceramah. Ketiga, sesuatu yang dii’tiqadi seseorang dalam dirinya. Tidak ada yang mengetahui kecuali teman yang setara pengetahuannya. Bila demikian, Al Ghazali menyembunyikan sisi khusus dan rahasia dalam aqidahnya.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Kedua, mengumpulkan pendapat dan uraian singkat beliau yang selalu mengisyaratkan kerahasian akidahnya. Kemudian membandingkannya dengan pendapat para filosof saat beliau belum cenderung kepada filsafat Isyraqi dan tasawuf, seperti Ibnu Sina dan yang lainnya. (<em>Mauqif Ibnu Taimiyah Minal Asyariyah</em> 2/628).</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Beliau (Syeikh Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud) menyimpulkan hasil penelitian dan pendapat para peneliti pemikiran Al Ghazali, bahwa tasawuf Al Ghazali dilandasi filsafat Isyraqi (Madzhab Isyraqi dalam filsafat ialah mazhab yang menyatukan pemikiran dan ajaran dalam agama-agama kuno, Yunani dan Parsi. Termasuk bagian dari filsafat Yunani dan Neo-Platoisme. Lihat <em>Al Mausu’ah Al Muyassarah Fi Al Adyan Wal Madzahibi Wal Ahzab Al Mu’ashirah</em>, karya Dr. Mani’ bin Hamad Al Juhani 2/928-929). Sebenarnya inilah yang dikembangkan beliau akibat pengaruh karya-karya Ibnu Sina dan Ikhwanush Shafa. Demikian juga dijelaskan pentahqiq kitab <em>Bughyatul Murtad</em> dalam mukadimahnya. Setelah menyimpulkan bantahan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terhadap beliau dengan mengatakan, <em>“Bantahan Ibnu Taimiyah terhadap Al Ghazali didasarkan kejelasannya mengikuti filsafat dan terpengaruh dengan sekte Bathiniyah dalam menta’wil nash-nash, walaupun beliau membantah habis-habisan mereka, seperti dalam kitab Al Mustadzhiri. Ketika tujuan kitab ini (Bughyatul Murtad, pen) adalah untuk membantah orang yang berusaha menyatukan agama dan filsafat, maka Syaikhul Islam menjelaskan bentuk usaha tersebut pada Al Ghazali. Yang berusaha menafsirkan nash-nash dengan tafsir filsafat Isyraqi yang didasarkan atas ta’wil batin terhadap nash, sesuai dengan pokok-pokok ajaran ahli Isyraq (pengikut filsafat neo-platonisme).”</em> (Lihat Mukadimah kitab <em>Bughyatul Murtad</em> hal. 111).</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Tetapi perlu diketahui, bahwa pada akhir hayatnya, beliau kembali kepada ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah meninggalkan filsafat dan ilmu kalam, dengan menekuni <em>Shahih Bukhari</em> dan <em>Muslim</em>. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, <em>“Penulis Jawahirul Qur’an (Al Ghazali, pen) karena banyak meneliti perkataan para filosof dan merujuk kepada mereka, sehingga banyak mencampur pendapatnya dengan perkataan mereka. Pun beliau menolak banyak hal yang bersesuaian dengan mereka. Beliau memastikan, bahwa perkataan filosof tidak memberikan ilmu dan keyakinan. Demikian juga halnya perkataan ahli kalam. Pada akhirnya beliau menyibukkan diri meneliti Shahih Bukhari dan Muslim hingga wafatnya dalam keadaan demikian. Wallahu a’lam.”</em></p><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-weight: bold;">Komentar Para Pengeritiknya</span><br /></p><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Abu Bakar Al Thurthusi berkata, <em>“Abu Hamid telah memenuhi kitab Ihya’ dengan kedustaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya tidak tahu ada kitab di muka bumi ini yang lebih banyak kedustaan darinya, kemudian beliau campur dengan pemikiran-pemikiran filsafat dan kandungan isi Rasail Ikhwanush Shafa. Mereka adalah kaum yang memandang kenabian merupakan sesuatu yang dapat diusahakan.”</em> (Dinukil Adz Dzahabi dalam <em>Siyar A’lam Nubala</em> 19/334).</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Dalam risalahnya kepada Ibnu Mudzaffar, beliau pun menyatakan, <em>“Adapun penjelasan Anda tentang Abu Hamid, maka saya telah melihatnya dan mengajaknya berbicara. Saya mendapatkan beliau seorang yang agung dari kalangan ulama. Memiliki kecerdasan akal dan pemahaman. Beliau telah menekuni ilmu sepanjang umurnya, bahkan hampir seluruh usianya. Dia dapat memahami jalannya para ulama dan masuk ke dalam kancah para pejabat tinggi. Kemudian beliau bertasawuf, menghijrahi ilmu dan ahlinya dan menekuni ilmu yang berkenaan dengan hati dan ahli ibadah serta was-was syaitan. Sehingga beliau rusak dengan pemikiran filsafat dan Al Hallaj (pemikiran wihdatul wujud). Mulai mencela ahli fikih dan ahli kalam. Sungguh dia hampir tergelincir keluar dari agama ini. Ketika menulis Al Ihya’ beliau mulai berbicara tentang ilmu ahwal dan rumus-rumus sufiyah, padahal belum mengenal betul dan tidak memiliki keahlian tentangnya. Sehingga dia berbuat kesalahan fatal dan memenuhi kitabnya dengan hadits-hadits palsu.”</em> Imam Adz Dzahabi mengomentari perkataan ini dengan pernyataannya, <em>“Adapun di dalam kitab Ihya’ terdapat sejumlah hadits-hadits yang batil dan terdapat kebaikan padanya, seandainya tidak ada adab dan tulisan serta zuhud secara jalannya ahli hikmah dan sufi yang menyimpang.”</em> (Adz Dzahabi dalam <em>Siyar A’lam Nubala</em> 19/339-340).</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam Subuki dalam <em>Thabaqat Asy Syafi’iyah</em> (Lihat 6/287-288) telah mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab <em>Al Ihya’</em> dan menemukan 943 hadits yang tidak diketahui sanadnya. Abul Fadhl Abdurrahim Al Iraqi mentakhrij hadits-hadits <em>Al Ihya’</em> dalam kitabnya, <em>Al Mughni An Asfari Fi Takhrij Ma Fi Al Ihya Minal Akhbar</em>. Kitab ini dicetak bersama kitab <em>Ihya Ulumuddin</em>. Beliau sandarkan setiap hadits kepada sumber rujukannya dan menjelaskan derajat keabsahannya. Didapatkan banyak dari hadits-hadits tersebut yang beliau hukumi dengan lemah dan palsu atau tidak ada asalnya dari perkataan Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>. Maka berhati-hatilah para penulis, khathib, pengajar dan para penceramah dalam mengambil hal-hal yang terdapat dalam kitab <em>Ihya Ulumuddin.</em></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">(17) <em>Al Munqidz Minad Dhalalah.</em> Tulisan beliau yang banyak menjelaskan sisi biografinya.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">(18) <em>Al Wasith.</em></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">(19) <em>Al Basith.</em></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">(20) <em>Al Wajiz.</em></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">(21) <em>Al Khulashah.</em> Keempat kitab ini adalah kitab rujukan fiqih Syafi’iyah yang beliau tulis. Imam As Subki menyebutkan 57 karya beliau dalam <em>Thabaqat Asy Syafi’iyah</em> 6/224-227.</p><p style="text-align: justify; font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 0);">Dialog Al-Gazali Dengan Santrinya</p><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan<br />murid-muridnya lalu beliau bertanya :</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam Ghazali = ” Apakah yang paling dekat<br />dengan diri kita di dunia ini ?”</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Murid 1 = ” Orang tua “<br />Murid 2 = ” Guru “<br />Murid 3 = ” Teman “<br />Murid 4 = ” Kaum kerabat “</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam Ghazali = ” Semua jawaban itu benar. Tetapi<br />yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab<br />itu janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti<br />akan mati ( Surah Ali-Imran :185)….</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam Ghazali = ” Apa yang paling jauh dari kita di<br />dunia ini ?”</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Murid 1 = ” Negeri Cina “<br />Murid 2 = ” Bulan “<br />Murid 3 = ” Matahari “<br />Murid 4 = ” Bintang-bintang “</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Iman Ghazali = ” Semua jawaban itu benar. Tetapi<br />yang paling benar adalah MASA LALU.<br />Bagaimanapun kita, apapun kenderaan kita, tetap<br />kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu.<br />Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari<br />esok dan hari-hari yang akan datang dengan<br />perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama”.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Iman Ghazali = ” Apa yang paling besar di dunia<br />ini ?”</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Murid 1 = ” Gunung “<br />Murid 2 = ” Matahari “<br />Murid 3 = ” Bumi “</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam Ghazali = ” Semua jawaban itu benar, tapi<br />yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al<br />A’raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu<br />kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke<br />neraka.”</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam Ghazali = ” Apa yang palin berat didunia “</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Murid 1 = ” Baja “<br />Murid 2 = ” Besi “<br />Murid 3 = ” Gajah “</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam Ghazali = ” Semua itu benar, tapi yang<br />paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah<br />Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan, binatang,<br />gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika<br />Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah<br />(pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan<br />sombongnya berebut-rebut menyanggupi<br />permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia<br />masuk ke neraka karena gagal memegang<br />amanah.”</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam Ghazali = ” Apa yang paling ringan di dunia<br />ini ?”</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Murid 1 = ” Kapas”<br />Murid 2 = ” Angin “<br />Murid 3 = ” Debu “<br />Murid 4 = ” Daun-daun”</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam Ghazali = ” Semua jawaban kamu itu benar,<br />tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah<br />MENINGGALKAN SOLAT. Gara-gara pekerjaan<br />kita atau urusan dunia, kita tinggalkan solat “</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam Ghazali = ” Apa yang paling tajam sekali<br />didunia ini “</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Murid- Murid dengan serentak menjawab = “<br />Pedang “</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);">Imam Ghazali = ” Itu benar, tapi yang paling tajam<br />sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Karena<br />melalui lidah, manusia dengan mudahnya<br />menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya<br />sendiri “.</p><p style="text-align: center; font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 0);">Perdebatan Al-Gazali Dan Ibnu Rusdi</p><div style="text-align: center; color: rgb(0, 0, 0);"><div style="text-align: center;">Kesalahan fatal yang dilakukan oleh Al Ghazali dalam<br />Tahafut al Falasifah adalah membeberkan perdebatan<br />filsafat kepada kalangan awam. Akibatnya bukan saja<br />merusak cara keberagamaan mereka yang bersifat<br />retorik, tapi juga menodai pemikiran filosof yang<br />didasarkan pada logika demonstratif<br /></div><pre><br />Memperbincangkan kembali tentang perdebatan sengit<br />antara dua tokoh besar Islam, Al Ghazali dan Ibnu<br />Rushd, tak pernah kehilangan daya tariknya. Hal itu<br />pula yang menarik Jaringan Islam Liberal (JIL) untuk<br />mengangkat karya-karya Ibnu Rushd sebagai bahan<br />pengajian Ramadlan tahun ini. Ada tiga kitab Ibnu<br />Rushd yang akan dibedah dalam pengajian itu, yaitu<br />Tahafut al-Tahafut, Fashl al-Maqal fima bain<br />al-Hikmati wa al-Syariati min al-Ittishal,dan Bidayah<br />al-Mujtahid. Pengajian pertama dibuka pada malam<br />selasa 10/10 lalu dengan menghadirkan dua pembicara,<br />yakni Mohamad Guntur Romli, dari Jaringan Islam<br />Liberal dan mahasiswa Filsafat Al-Azhar Kairo dan Dr.<br />Zainun Kamal, dosen filsafat Pasca Sarjana UIN Syarif<br />Hidayatullah Jakarta. Keduanya mencoba membedah karya<br />monumental Ibnu Rushd, Tahafut al-Tahafut.<br /><br />Ibnu Rushd adalah salah seorang filosof muslim yang<br />hidup pada abad XII. Ia dikenal sebagai seorang<br />penyelamat ruh filsafat yang telah hampir mati<br />dihantam oleh Al Ghazali melalui karyanya Tahafut Al<br />Falasifah. Ibnu Rushd, melalui bukunya Tahafut<br />al-Tahafut kembali menyerang Al Ghazali yang<br />dianggapnya telah merancukan pemikiran filsafat.<br />Perang pena antar dua tokoh besar Islam ini menurut<br />Guntur bukan hanya terjadi pada tulisan monumentalnya<br />Tahafut al-Tahafut. Sebelumnya Ibnu Rushd telah<br />beberapa kali mengkritik Al Ghazali dalam beberapa<br />tulisannya. Kitab Fashl al Maqal, misalnya, merupakan<br />serangan balik atas kitab Al Ghazali Faishal al<br />Tafriqah bain al Islam wal al Zindiqah. Begitu pula<br />kitabnya Bidayah al-Mujtahid juga merupakan tandingan<br />atas kitab Al Ghazali, Bidayah al-Hidayah.<br /><br />Ambisi Ibnu Rushd dalam menyerang Al Ghazali ini<br />disinyalir oleh Guntur sebagai sebuah pertarungan<br />politis. Hal itu bisa dilihat dari biografi Ibnu Rushd<br />yang hidup pada masa dinasti Muwahhidin yang sangat<br />mengagungkan filsafat. Sebelum dinasti Muwahidin,<br />Cordova dikuasai oleh dinasti Murabithin. Dinasti ini<br />sangat membenci filsafat dan mengedepankan pandangan<br />fikih Dzahiri. Pada masa ini pula imam Al Ghazali<br />menghabiskan hidupnya. Sementara ketika kepemimpinan<br />negara diambil alih oleh Ibnu Tumurt, filsafat mulai<br />dikembangkan kembali. Pertarungan politis dan<br />ideologis di level pemerintahan itu sangat berpengaruh<br />pada kehidupan Ibnu Rushd. Hal itu bisa dimaklumi<br />karena Ibnu Rushd besar di lingkungan pemerintah.<br />Kakek dan ayahnya adalah mantan hakim agung di<br />Cordova. Bahkan ketika dinasti Muwahhidin di bawah<br />kepemimpinan Abu Ya'kub, Ibnu Rushd juga menduduki<br />tiga jabatan penting dalam pemerintahan, yaitu sebagai<br />ketua hakim agung (qadhi al-qudhat), dokter istana,<br />dan penasehat raja. Sebagai seorang negarawan yang<br />loyal, Ibnu Rushd tentu merasa berkepentingan untuk<br />membela ideologi negara, papar aktivis Jaringan Islam<br />Liberal lebih lanjut.<br /><br />Sementara itu DR. Zainun Kamal yang merupakan pakar<br />pengkaji Tahafut al Tahafut menjelaskan kerancuan Al<br />Ghazali dalam Tahafut al Falasifah. Menurutnya klaim<br />Al Ghazali atas kerancuan filsafat semata-mata karena<br />kesalahpahamannya dalam memahami filsafat. Dalam<br />mempelajari filsafat, Al Ghazali disinyalir tidak<br />mengambil sumber primer. Para filosof yang dikafirkan<br />Al Ghazali karena mengatakan kekadiman alam,<br />keterbatasan pengetahuan Tuhan pada yang universal,<br />serta kebangkitan jasmani, sebenarnya mendasarkan<br />logikanya pada filsafat Aristoteles. Sementara Al<br />Ghazali tidak membaca karya-karya Aristo, tandas<br />Zainun. Ia hanya membaca buku-buku terjemahan Aristo<br />yang sudah banyak mengalami distorsi dari kalangan<br />kristiani. Atau bahkan ia hanya membaca buku-buku<br />Aristotelian yang telah ditulis ulang oleh para<br />filosof muslim. Sehingga pemikiran itu sudah banyak<br />bercampur dengan pemikiran-pemikiran Islam, khususnya<br />filsafat paripatetik. Inilah kerancuan Al Ghazali<br />yang ingin ditunjukkan oleh Ibnu Rushd dalam Tahafut<br />al Tahafut, jelas Dosen filsafat UIN, Jakarta.<br /><br />Kitab setebal seribuan halaman itu menurut Guntur<br />Ramli, mengomentari dua puluh masalah tentang<br />metafisika dan ketuhanan yang dibahas Al Ghazali dalam<br />Tahafut al Falasifah. Tujuh belas di antaranya,<br />menurut Al Ghazali menyebabkan orang yang<br />mempelajarinya menjadi zindik. Sementara tiga masalah<br />yang lain menyebabkan orang menjadi kafir. Tiga<br />masalah yang dimaksud adalah kekadiman alam,<br />keterbatasan ilmu Tuhan pada hal yang universal, dan<br />kebangkitan jasmani pada hari kiamat.<br /><br />Takfir Al Ghazali atas para filosof itu, menurut<br />aktvis Jaringan Islam Liberal, Guntur Ramli, tidak<br />fair. Pasalnya pendapat para filosof tentang masalah<br />metafisika dan ketuhanan di atas didasarkan pada<br />logika filsafat. Sementara oleh Al Ghazali dipahami<br />dengan logika teologis. Perdebatan para filosof itu<br />adalah perdebatan filosofis, tetapi Al Ghazali<br />memahaminya dengan pemahaman teologis. Inilah yang<br />akhirnya menimbulkan kesalahpahaman terhadap<br />filsafat, tegasnya.<br /><br />Oleh karena itu Ibnu Rushd dalam kitabnya yang lain<br />(Fashl al Maqal) menegaskan bahwa perdebatan atau<br />pembicaraan filsafat tidak bisa disebarluaskan kepada<br />sembarang orang. Hal itu bisa menimbulkan fitnah dan<br />klaim takfir. Ibnu Rushd menggolongkan masyarakat pada<br />tiga level. Pertama, orang awam, yaitu orang-orang<br />yang hanya bisa memahami teks agama secara retorik dan<br />lahiriah saja. Kedua, orang khawas, yaitu orang-orang<br />yang mampu memahami makna tersirat dari sebuah teks.<br />Mereka inilah yang dimaksud sebagai filosof atau ahli<br />hikmah. Golongan ini mampu memahami mawjudat (segala<br />ciptaan Tuhan yang ada) dengan pendekatan burhani<br />(demonstratif). Sementara di antara keduanya terdapat<br />mereka yang dianggap sebagai mutakallimun, yaitu<br />orang-orang yang memahami teks atau maujudat dengan<br />pendekatan jadali (dialektis).<br /><br />Menurut Ibnu Rushd masing-masing golongan tersebut<br />tidak boleh melampaui kapasitasnya. Kesalahan fatal<br />yang dilakukan oleh Al Ghazali dalam Tahafut al<br />Falasifah adalah membeberkan perdebatan filsafat<br />kepada kalangan awam. Akibatnya bukan saja merusak<br />cara keberagamaan mereka yang bersifat retorik, tapi<br />juga menodai pemikiran filosof yang didasarkan pada<br />logika demonstratif. Ibnu Rushd mentamsilkan bahwa<br />pemikiran bisa menjadi makanan bagi seseorang, namun<br />bisa menjadi racun bagi yang lain. Jika seseorang<br />tidak bisa membedakan antara racun dan makanan,<br />berarti ia adalah orang bodoh (al-jahil ). Namun jika<br />ia telah mengetahui hal itu racun dan tetap<br />memberikannya kepada orang lain sebagai makanan,<br />maka dia adalah orang jahat (al-syirrir).<br /><br />Perdebatan filsafat Islam tentang ketuhanan dan<br />persoalan metafisika, dinilai oleh Dawam Raharjo,<br />intelektual muslim dan pendiri LSAF (Lembaga Studi<br />Agama dan Filsafat), yang hadir dalam diskusi<br />tersebut, sebagai pemikiran yang usang dan tidak<br />relevan untuk konteks sekarang. Oleh karena itu sudah<br />sejak dulu, saya tinggalkan filsafat Islam,<br />tandasnya. Hal ini berbeda dengan Barat yang<br />pemikiran filsafatnya bisa memengaruhi perkembangan<br />sain dan teknologi yang pesat.<br /><br />Pernyataan Dawam itu diamini oleh Guntur. Menurutnya<br />tema-tema metafisika dan ketuhanan yang diangkat oleh<br />Ibnu Rushd sudah sangat usang dan sudah tidak relevan<br />lagi. Bahkan logika Aristoteles yang dikenal logika<br />klasik yang sangat diagungkan Ibnu Rushd pun sudah<br />banyak dibantah dan ditolak oleh filsafat modern.<br />Lalu apa yang tersisa dari pemikiran Ibnu Rushd untuk<br />kita sekarang?, tanya Guntur. Menurut saya adalah<br />masalah rasionalitas dan penghargaannya pada akal<br />(al-ittijah al-aqlany ), dan metode kritisismenya<br />(al-manhaj al-naqdy) yang bisa dikembangkan dari<br />pemikiran Ibn Rusyd.<br /><br />Hal ini dibantah oleh Doktor dari UIN Jakarta.<br />Menurut saya, yang menolak filsafat Ibnu Rushd adalah<br />orang awam, tegas Zainun yang disambut oleh gelak<br />tawa hadirin. Barat bisa seperti sekarang itu<br />sebetulnya banyak terinspirasi oleh Ibnu Rushd.<br />Karya-karyanya banyak diterjemah dan dipelajari di<br />sana. Bahkan hingga ada Avveroisme Latin dan<br />sebagainya. Dan yang harus diingat bahwa buku Tahafut<br />al-Tahafut ini telah memengaruhi para filosof Barat<br />untuk mengkritik doktrin Gereja yang sangat dominan.<br />Dari sinilah filsafat pencerahan itu dimulai. Memang<br />Barat tidak berhenti pada Ibnu Rushd, tapi<br />mengembangkannya lebih maju lagi. Lha kalau Islam<br />malah ingin membuang filsafatnya, bagaimana Islam bisa<br />maju? tanya Zainun sinis. Seharusnya kita yang<br />mengembangkan, tegas Doktor yang menulis disertasi<br />tentang Ibnu Rushd mengakhiri pembicaraannya.<br /><span style="font-style: italic;">www.putrajagatonline.blogspot.com</span><br /></pre></div><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 0);">Catatan Kaki</span><span style="color: rgb(0, 0, 0);">:</span><br /><div style="color: rgb(0, 0, 0);" class="references-small"> <ol class="references"><li id="cite_note-0"><span style="font-family: 'Courier New',monospace; cursor: help;" title="Situs atau karya ini dalam bahasa Arab." lang="ar"></span>Al-Ghazali. <i>Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah</i>. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. Cetakan I, 1409 H / 1988 M.</li><li id="cite_note-1"><span style="font-family: 'Courier New',monospace; cursor: help;" title="Situs atau karya ini dalam bahasa Indonesia." lang="id"></span>Al-Gazali, <i>Kasyf Ulum al-Akhirah, Berwisata ke Alam Ruh</i>. Penerbit Marja', Bandung. Cetakan I, Dzulhijjah 1424 H / Januari 2004 M.</li><li id="cite_note-2"><span style="font-family: 'Courier New',monospace; cursor: help;" title="Situs atau karya ini dalam bahasa Arab." lang="ar"></span>Al-Gazali, <i><a href="http://www.al-eman.com/Islamlib/viewtoc.asp?BID=383" class="external text" rel="nofollow">Ihya Ulumuddin</a></i> (<a href="http://www.al-eman.com/booksD/viewtoc.asp?BID=383" class="external text" rel="nofollow">pranala unduhan</a>, <a href="http://www.al-eman.com/booksD/DownloadFolder/27ya2OloomEldeen.exe" class="external text" rel="nofollow">unduhan 5.33 MB</a>).</li><li id="cite_note-3"><span style="font-family: 'Courier New',monospace; cursor: help;" title="Situs atau karya ini dalam bahasa Inggris." lang="en"></span>Al-Gazali, <i><a href="http://www.sacred-texts.com/isl/tah/" class="external text" rel="nofollow">The Alchemy of Happiness</a></i>. Translator: Claud Field (1863-1941). Northbrook Society. 1909.</li><li id="cite_note-4"><span style="font-family: 'Courier New',monospace; cursor: help;" title="Situs atau karya ini dalam bahasa Inggris." lang="en"></span>Al-Gazali, Marmura. <i>Al-Ghazali The Incoherence of the Philosophers</i> (2nd edition). Printing Press, Brigham. <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Istimewa:Sumber_buku/0842524665" class="internal mw-magiclink-isbn">ISBN 0-8425-2466-5</a>.</li></ol> </div><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 0);">Sumber Buku:</span><br /><ul style="color: rgb(0, 0, 0);"><li>Laoust, H: La politique de Gazali, 1970.</li><li>Campanini, M.: Al-Ghazzali, in S.H. Nasr and O. Leaman, History of Islamic Philosophy 1996.</li><li>Watt, W M.: Muslim Intellectual: A Study of al-Ghazali, Edinburgh 1963.</li></ul><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">Sumber Situs:</span><br /><br /><span style="visibility: visible; color: rgb(51, 51, 255);" id="main"><span style="visibility: visible;" id="search"><span class="f"><cite>http://www.putrjagatonline.blogspot.com<br />http://www.ghazali.org/articles/gz1.htm</cite></span></span></span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(51, 51, 255);">http://www.id.wikipedia.org/wiki/Al-Ghazali</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(51, 51, 255);">http://www.muslim.or.id/biografi/sejarah-hidup-imam-al-ghazali-2.htm<br />http://www.manakib.wordpress.com/2007/11/01/pertanyaan-imam-al-gazali</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(51, 51, 255);">http://www.mail-archive.com/baraya_sunda@yahoogroups.com/msg01893.html</span>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-67685437811861128422010-06-13T09:35:00.000-07:002010-06-13T09:37:33.683-07:00Al-Qusyairi<div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Tasawuf Islam</span> dari Putra Jagat Online</span> <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">dari Abdul Karim Ibnu Hawazin Al-Qusyairi dalam bukunya yang berjudul Risalah Sufi Al-Qusyairi terjemahan Malaisyia di katakan bahwa:</span><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" ><span style="font-weight: bold;"> </span>Nama lengkapnya adalah <strong style="font-weight: normal;"><span style=";font-family:";" >Abdul Karim al Qusyairi</span></strong>. Nasabnya, Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Thalhah bin Muhammad. Panggilannya Abul Qasim, sedangkan gelarnya cukup banyak, antara lain yang bisa kita sebutkan:<o:p></o:p></span></span> </div><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >An-Naisaburi <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> <span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Dihubungkan dengan Naisabur atau Syabur, sebuah <st1:city st="on">kota</st1:city> di Khurasan, salah satu ibu <st1:city st="on">kota</st1:city> terbesar Negara Islam pada abad pertengahan disamping <st1:city st="on"><st1:place st="on">Balkh</st1:place></st1:city>, Harrat dan Marw. <st1:city st="on"><st1:place st="on">Kota</st1:place></st1:city> di mana Umar Khayyam dan penyair sufi Fariduddin 'Atthaar lahir. Dan <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:city> ini pernah mengalami kehancuran akibat perang dan bencana. Sementara di <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:city> inilah hidup Maha Guru asy</span></span><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Syeikh al Qusyairi hingga akhir hayatnya.</span></span><br /></div><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Al-Qusyairi.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Dalam kitab al Ansaab' disebutkan, al Qusyairy sebenarnya dihubungkan kepada Qusyair. Sementara dalam Taajul Arus disebutkan, bahwa Qusyair adalah marga dari suku Qahthaniyah yang menempati wilayah Hadhramaut. Sedangkan dalam Mu'jamu Qabailil 'Arab disebutkan, Qusyair adalah Ibnu Ka'b bin Rabi'ah bin Amir bin Sha'sha'ah bin Mu'awiyah bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Qais bin Ailan. Mereka mempunyai beberapa cucu cicit. Keluarga besar Qusyairy ini bersemangat memasuki Islam, lantas mereka datang berbondong bondong ke Khurasan di zaman Umayah. Mereka pun ikut berperang ketika membuka wilayah Syam dan Irak. Di antara mata rantai keluarganya adalah para pemimpin di Khurasan dan Naisabur, namun ada juga yang memasuki wilayah Andalusia pada saat penyerangan di <st1:city st="on"><st1:place st="on">sana</st1:place></st1:city>. <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><ol style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Al-Istiwaiy<br />Mereka yang datang ke Khurasan dari Astawa berasal dari Arab. Sebuah negeri besar di wilayah Naisabur, memiliki desa yang begitu banyak. Batas batasnya berhimpitan dengan batas wilayah Nasa. Dan dari <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:city> itu pula para Ulama pernah lahir.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Asy-Syafi'y<br />Dihubungkan pada mazhab asy Syafi'y yang dilandaskan oleh Muhammad bin Idris bin Syafi'y (150 204 H./767 820 M.). <o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Gelar <st1:place st="on"><st1:city st="on">Kehormatan</st1:city><br /><st1:state st="on">Ia</st1:state></st1:place> memiliki gelar gelar kehormatan, seperti: Al Imam, al Ustadz, asy Syeikh (Maha Guru), Zainul Islam, al jaa'mi bainas Syariah wal haqiqat (Pengintegrasi antara Syariat dan Hakikat), dan seterusnya.<br />Nama nama (gelar) ini diucapkan sebagai penghormatan atas kedudukannya yang tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan di dunia islam dan dunia tasawuf<o:p></o:p></span></span></li></ol><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Nasab Ibundanya:</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Beliau mempunyai hubungan dari arah ibundanya pada as Sulamy. Sedangkan pamannya, Abu Uqail as Sulamy, salah seorang pemuka wilayah Astawa. Sementara nasab pada as Sulamy, terdapat beberapa pandangan. Pertama, as Sulamy adalah nasab pada Sulaim, yaitu kabilah Arab yang sangat terkenal. Nasabnya, Sulaim bin Manshur bin Ikrimah bin Khafdhah bin Qais bin Ailan bin Nashr. Kedua, as Salamy yang dihubungan pada Bani Salamah. Mereka adalah salah satu keluarga Anshar. Nisbat ini berbeda dengan kriterianya.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Kelahiran dan Wafatnya</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Ketika ditanya tentang kelahirannya, al Qusyairy mengatakan, bahwa ia lahir di Astawa pada bulan Rablul Awal tahun 376 H. atau tahun 986 M. Syuja' al Hadzaly menandaskan, beliau wafat di Naisabur, pada pagi hari Ahad, tanggal 16 Rablul Akhir 465 H./l 073 M. Ketika itu usianya 87 tahun.<br />Ia dimakamkan di samping makam gurunya, Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq ra, dan tak seorang pun berani memasuki kamar pustaka pribadinya dalam waktu beberapa tahun, sebagai penghormatan atas dirinya.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Kehidupan Al-Qusyairi</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Tidak banyak diketahui mengenai masa kecil al-Qusyairy, kecuali hanya sedikit sahaja.. Namun, yang jelas, beliau lahir sebagai yatim. Ayahnya telah wafat ketika usianya masih kecil. Kemudian pendidikannya diserahkan padaAbul Qasim al Yamany, salah seorang sahabat dekat keluarga al Qusyairy. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Pada al Yamany</st1:city>, <st1:state st="on">ia</st1:state></st1:place> belajar bahasa Arab dan Sastra.<br /><st1:place st="on">Para</st1:place> penguasa negerinya sangat menekan beban pajak pada rakyatnya. Al Qusyairy sangat terpanggil atas penderitaan rakyatnya ketika itu. Karenanya, dirinya tertantang untuk pergi ke Naisabur, mempelajari ilmu hitung, agar bisa menjadi pegawai penarik pajak, sehingga kelak bisa meringankan beban pajak yang amat memberatkan rakyat.<br />Naisabur ketika itu merupakan ibu <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:city> Khurasan. Seperti sebelumnya, <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:city> ini merupakan pusat para Ulama dan memberikan peluang besar berbagai disiplin ilmu. Syeikh al Qusyairy sampal di Naisabur, dan di sanalah beliau mengenal Syeikh Abu Ali al-Hasan bin Ali an Naisabury, yang populer dengan panggilan ad-Daqqaq, seorang pemuka pada zamannya. Ketika mendengar ucapan ucapan ad-Daqqaq, al-Qusyairy sangat mengaguminya. Ad-Daqqaq sendiri telah berfirasat mengenai kecerdasan muridnya itu. Karena itu ad-Daqqaq mendorongnya untuk menekuni ilmu pengetahuan.<br />Akhirnya, al Qusyairy merevisi keinginan semula, dan cita cita sebagai pegawai pemerintahan hilang dari benaknya, memilih jalan Tharikat.<br />Ustadz asy Syeikh mengungkapkan panggilannya pada Abu Ali ad-Daqqaq dengan panggilan asy-Syahid.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Kepandaian Berkuda</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Al Qusyairy dikenal sebagai penunggang kuda yang hebat, dan ia memiliki keterampilan permainan pedang serta senjata sangat mengagumkan.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Perkahwinan</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Syeikh al-Qusyairy mengawini Fatimah putri gurunya, Abu Ali al-Hasan bin Ali an Naisabury (ad Daqqaq). Fatimah adalah seorang wanita yang memiliki prestasi di bidang pengetahuan sastra, dan tergolong wanita ahli ibadat di masanya, serta meriwayatkan beberapa hadis. Perkawinannya berlangsung antara tahun 405 412 H./1014-1021 M.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Putera Puterinya</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Al Qusyairy berputra enam orang dan seorang putri. Putra-putranya menggunakan nama Abdu. Secara berurutan: 1) Abu Sa'id Abdullah, 2) Abu Sa'id Abdul Wahid, 3) Abu Manshur Abdurrahman, 4) Abu an Nashr Abdurrahim, yang pernah berpolemik dengan pengikut teologi Hanbaly karena berpegang pada mazhab Asy'ari. Abu an Nashr wafat tahun 514 H/1120 M. di Naisabur, 5) Abul Fath Ubaidillah, dan 6) Abul Mudzaffar Abdul Mun'im. Sedangkan seorang putrinya, bernama Amatul Karim.<br />Di antara salah satu cucunya adalah Abul As'ad Hibbatur-Rahman bin Abu Sa'id bin Abul Qasim al Qusyairy.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Menunaikan Haji</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Maha Guru imam ini menunaikan kewajiban haji bersamaan dengan para Ulama terkenal, antara lain: 1) Syeikh Abu Muhammad Abdullah binYusuf al-Juwainy (wafat 438 H./1047 M.), salah seorang Ulama tafsir, bahasa dan fiqih, 2) Syeikh Abu Bakr Ahmad ibnul Husain al-Balhaqy (384 458 H./994 1066 M.), seorang Ulama pengarang besar, dan 3) Sejumlah besar Ulama ulama masyhur yang sangat dihormati ketika itu.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Belajar dan Mengajar</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><st1:place st="on"><span style=";font-family:";" >Para</span></st1:place><span style=";font-family:";" > guru yang menjadi pembimbing Syeikh al Qusyairy tercatat: <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><ol style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Ali al-Hasan bin Ali an Naisabury, yang populer dengan nama ad-Daqqaq.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Abdurrahman - Muhammad ibnul Husain bin Muhammad al-Azdy as Sulamy an Naisabury (325 412 H./936 1021 M.), seorang Ulama Sufi besar, pengarang sekaligus sejarawan.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Bakr - Muhammad bin Abu Bakr ath-Thausy (385 460 H./995 1067 M.). Maha Guru al Qusyairy belajar bidang fiqih kepadanya. Studi itu berlangsung tahun 408 H./1017 M.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Bakr - Muhammad ibnul Husain bin Furak al Anshary al-Ashbahany (wafat 406 H./1015 M.), seorang Ulama ahli Ilmu Ushul. Kepadanya, beliau belajar ilmu Kalam.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Ishaq - Ibrahim bin Muhammad bin Mahran al Asfarayainy (wafat 418 H./1027 M.), Ulama fiqih dan ushul. Hadir di Asfarayain. Di <st1:city st="on">sana</st1:city> (Naisabur) beliau dibangunkan sebuah madrasah yang cukup besar, dan al-Qusyairy belajar di <st1:city st="on"><st1:place st="on">sana</st1:place></st1:city>. Di antara karya Abu Ishaq adalah al-jaami' dan ar-Risalah. Ia pernah berpolemik dengan kaum Mu'tazilah. Pada syeikh inilah al-Qusyairy belajar Ushuluddin.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abul Abbas bin Syuraih. Kepadanya al-Qusyairy belajar bidang fiqih.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Manshur - Abdul Qahir bin Muhammad al Baghdady at-Tamimy al-Asfarayainy (wafat 429 H./1037 M.), lahir dan besar di <st1:city st="on"><st1:place st="on">Baghdad</st1:place></st1:city>, kemudian menetap di Naisabur, lalu wafat di Asfarayain.<o:p></o:p></span></span></li></ol><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="margin-left: 0.5in; color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Di antara karya karyanya, Ushuluddin; Tafsiru Asmaail Husna; dan Fadhaihul Qadariyah. Kepadanya al Qusyairy belaj'ar mazhab Syafi'y.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Disiplin Ilmu Keagamaan<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><ul style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;" type="disc"><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Ushuluddin: Al Qusyairy belaj'ar bidang Ushuluddin menurut mazhab Imam Abul Hasan al Asy'ary.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Fiqih: Al Qusyairy dikenal pula sebagai ahli fiqih mazhab Syafi'y.<o:p></o:p></span></span></li><li class="MsoNormal"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Tasawuf: Beliau seorang Sufi yang benar benar jujur dalam ketasawufannya, ikhlas dalam mempertahankan tasawuf Komitmennya terhadap tasawuf begitu dalam. Beliau menulis buku Risalatul Qusyairiyah, sebagaimana komitmennya terhadap kebenaran teologi Asy'ary yang dipahami sebagai konteks spirit hakikat Islam. Dalam pleldoinya terhadap teologi Asy'ary, beliau menulis buku: Syakayatu Ahlis Sunnah bi Hikayati maa Naalahum minal Mihnah.<br />Karena itu al Qusyairy juga dikenal sebagai teolog, seorang hafidz dan ahli hadis, ahli bahasa dan sastra, seorang pengarang dan penyair, ahli dalam bidang kaligrafi, penunggang kuda yang berani. Namun dunia tasawuf lebih dominan dan lebih populer bagi kebesarannya.<o:p></o:p></span></span></li></ul><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Forum Imla'</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Maha Guru al Qusyairy dikenal sebagai imam di zamannya. Di Baghdad misalnya, beliau mempunyai forum imla' hadis, pada tahun 32 H./1040 M. Hal itu terlihat dalam bait bait syairnya. Kemudian forum tersebut berhenti. Namun dimulai lagi ketika kembali ke Naisabur tahun 455 H./1063 M.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Forum Muzakarah</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Maha Guru al Qusyairy juga sebagai pemuka forum-forum muzakarah. Ucapan-ucapannya sangat membekas dalam jiwa ummat manusia. Abul Hasan Ali bin Hasan al-Bakhrazy menyebutkan pada tahun 462 H./1070 M dengan memujinya bahwa al-Qusyairy sangat indah nasihat-nasihatnya. "Seandainya batu itu dibelah dengan cambuk peringatannya, pasti batu itu meleleh. seandainya iblis bergabung dalam majelis pengajiannya, bisa bisa iblis bertobat. Seandainya harus dipilah mengenai keutamaan ucapannya, pasti terpuaskan.</span></span></p><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Hal yang senada disebutkan oleh al-Khatib dalam buku sejarahnya, Ketika Maha Guru ini datang ke Baghdad, kemudian berbicara di sana, kami menulis semua ucapannya. Beliau seorang yang terpercaya, sangat hebat nasihatnya dan sangat manis isyaratnya."<br />Ibnu Khalikan dalam Waftyatul Ayan, menyebutkan nada yang memujinya, begitu pula dalam Thabaqatus Syafi'iyah, karya Tajudddin as-Subky.<o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Murid-muridnya yang Terkenal</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><ol><li style="font-weight: bold; font-style: italic;">Abu Bakr - Ahmad bin Ali bin Tsabit al-Khatib al-Baghdady (392463 H./1002 1072 M.).<br /></li><li><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Abu Ibrahim - Ismail bin Husain al-Husainy (wafat 531 H./l 137 M.)</span><br /></li><li><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" > Abu Muhammad - Ismail bin Abul Qasim al-Ghazy an-Naisabury.</span></span></li><li><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abul Qasim - Sulaiman bin Nashir bin Imran al-Anshary (wafat 512 H/118 M.)</span></span></li><li><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Bakr - Syah bin Ahmad asy-Syadiyakhy.</span></span></li><li><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Muhammad - Abdul Jabbar bin Muhammad bin Ahmad al-Khawary.</span></span></li><li><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Bakr bin Abdurrahman bin Abdullah al-Bahity.</span></span></li><li><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Muhammad - Abdullah bin Atha'al-Ibrahimy al-Harawy.</span></span></li><li><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Abdullah - Muhammad ibnul Fadhl bin Ahmad al-Farawy (441530 H./1050 1136 M.)</span></span></li><li><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abdul Wahab ibnus Syah Abul Futuh asy-Syadiyakhy an-Naisabury.</span></span></li><li><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abu Ali - al-Fadhl bin Muhammad bin Ali al-Qashbany (444 H/ 1052 M).</span></span></li><li><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Abul Tath - Muhammad bin Muhammad bin Ali al-Khuzaimy. <o:p></o:p></span></span></li></ol><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><strong><span style=";font-family:";" >Cubaan yang Mendatang</span></strong><span style=";font-family:";" > <o:p></o:p></span></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"> </div><p style="color: rgb(0, 0, 0); text-align: justify;"><span style="font-size:130%;"><span style=";font-family:";" >Ketika popularitinya di Naisabur semakin meluas, Maha Guru telah mendapatkan cobaan melalui taburan kedengkian dan dendam dari jiwa para fuqaha di <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:city> tersebut. <st1:place st="on">Para</st1:place> fuqaha tersebut menganjurkan agar menghalangi langkah langkah popularitasnya dengan menyebar propaganda. Fitnah itu dilemparkan dengan membuat tuduhan tuduhan dusta dan kebohongan kepada orang orang di sekitar Syeikh. Dan fitnah itu benar benar berhasil dalam merekayasa mereka. Ketika itulah al Qusyairy ditimpa bencana yang begitu dahsyat, dengan berbagai ragam siksaan, cacian dan pengusiran, sebagaimana diceritakan oleh as-Subky.<o:p></o:p></span></span></p> <div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);font-size:130%;" ><span style=";font-family:";" > Mereka yang mengecam. Al-Qusyairy rata-rata kaum Mu'tazilah dan neo-Hanbalian, yang memiliki pengaruh dalam pemerintahan Saljuk. Mereka menuntut agar sang raja menangkap al-Qusyairy, dicekal dari aktivitas dakwah dan dilaknati di berbagai masjid-masjid di negeri itu.</span></span><span style="color: rgb(0, 0, 0);font-size:130%;" ><span style=";font-family:";" > Akhirnya para murid muridnya bercerai-berai, orang-orang pun mulai menyingkir darinya. Sedangkan majelis-majelis dzikir yang didirikan oleh Maha Guru ini dikosongkan. Akhirnya, bencana itu sampai pada puncaknya, Maha Guru harus keluar dari Naisabur dalam keadaan terusir, hingga cobaan ini berlangsung selama limabelas tahun, yakni tahun 440 H. sampai tahun 455 H. Di selasela masa yang getir itu, beliau pergi ke Baghdad, dimana beliau dimuliakan oleh Khallfah yang berkuasa. Pada waktu waktu luangnya, beliau pergi ke Thous.</span></span><br /></div><span style="color: rgb(0, 0, 0);font-size:130%;" ><span style=";font-family:";" > </span></span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 0);font-size:130%;" >Sumber:<br /><span style="font-style: italic;">http://www.putrajagatonline.blogspot.com/2010/05/al-qusyairi.html</span></span>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-33778179174129650912010-06-13T09:18:00.000-07:002010-06-13T09:25:32.825-07:00Al-Muhasibi<div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Tasawuf Islam dari Putra Jagat Online:</span> Saat ini kita coba mengumpulkan info tentang salah seorang Sufi Tasawuf Akhlaqi yang bernama Al-Muhasibi dari berbagai sumber penulis terdahulu yang ikhlash memberikan infonya kepada kita sebagai bahan kajian, setidaknya sebagai bahan study banding diri untuk peningkatan kualitas kesufian kita kepada Allah, mari kita simak tulisan berikut ini:<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Biografi Singkat Al-Muhasibi</span><br /><br />Al-Muhasibi bernama lengkap Abu Abdillah Al-Harits bin Asad Al-Bashri Al-Baghdadi Al-Muhasibi, namun beliau lebih dikenal dengan nama Al-Muhasibi. Beliau dilahirkan di Bashrah, Irak, pada tahun 165 H/781 M. dan wafat di Bashrah (Irak) pada tahun 243 H/857 M.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pandangan Tasawuf Al-Muhasibi</span><br /><br />Al-Harits bin Asad Al-Muhasibi (w.243 H) menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya. Tatkala mengamati madzhab-madzhab yang dianut umat islam. Al-muhasibi menemukan kelompok didalamnya. Diantara mereka ada sekelompok orang yang tahu benar tentang keakhiratan, anmun jumlah mereka sangat sedikit. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang mencari ilmu karena kesombongan dan motivasi keduniaan. Diantara mereka terdapat pula orang-orang terkesan sedang melakukan ibadah karenaAllah,tetapi sesunguhnya tidak demikian.<br /><br />Al-Muhasibi memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh melalui ketakwaan kepada Allah, melaksanakan kewajiban-kewajiban, wara’, dan meneladani Rasulallah. Menurut Al-Muhasibi, tatkala sudah melaksanakan hal-hal diatas, maka seorang akan diberi petunjuk oleh Allah berupa penyatuan antara fiqh dan tasawuf. Ia akan meneladani Rasulallah dan lebih mementingkan akhirat dari pada dunia.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Pandangan Al-Muhasibi tentang ma’rifat</span><br />Al-Muhasibi berbicara pula tentang ma’rifat. Ia pun menulis sebuah buku tentangnya, namun, dikabarkan bahwa ia tidak diketahui alasannya kemudian membakarnya. Ia sangat berhati-hati dalam menjelaskan batasa-batasan agama,dan tidak mendalami pengertian batin agama yang dapat mengaburkan pengertian lahirnya dan menyebabkan keraguan. Inilah yanfg mendasarinya untuk memuji sekelompok sufi yang tidak berlebih-lebihan dalam menyelami pengertian batin agama. Dalam konteks ini pula ia menuturkan sebuah hasits Nabi yang berbunyi, “ pikirkanlah makhluk-makhluk Allah dan jangan coba-coba memikirkan Dzat Allah sebab kalian akan tersesat karenanya.” Berdasarkan hadits diatas dan hadis-hadis senada, Al-Muhasibi mengatakan bahwa ma’rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang mendasarkan pada kitab dan sunnah. Al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan ma’rifat sebagai berikut:<br /></div><ul style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><li>Taat, awal dari kecintaan kepada Allah adalah taat, yaitu wujud kongkrit ketaatan hamba kepada Allah. Kecintaan kepada Allah hanya dapat dibuktikan dengan jalan ketaatan, bukan sekedar pengungkapan kecintaan semata sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang. Mengekspresikan kecintaan kepada Allah hanya dengan ungkapan-ungkapan, tanpa pengamalan merupakan kepalsuan samat. Diantara implementasi kecintaan kepada Allah adalah memenuhi hati dengan sinar. Kemudian sinar ini melimpah pada lidah dan anggota tubuh yang lain.</li><li>Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan tahap ma’rifat selanjutnya.</li><li>Pada tahap ketiga ini Allah menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan kegaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap diatas. Ia akan menyaksikan berbagai rahasia yang selama ini disimpan Allah.</li><li>Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dan fana’ yang menyebabkan baqa’.<br /></li></ul><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 0, 0);"><br /><span style="font-weight: bold;">2. Pandangan Al-Muhasibi tentang Khauf dan Raja’</span><br />Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Ia memasukkan kedua sifat itu dengan etika-etika, keagamaan lainnya.yakni, ketika disifati dengan khauf dan raja’, seseorang secara bersamaan disifati pula oleh sifat-sifat lainnya. Pangkal wara’ , menurutnya, adalah ketakwaan pangkal ketakwaan adalah introspeksi diri (musabat al-nafs) ; pangkal introspeksi diri adalah khauf dan raja’, pangkal khauf dan raja’ adalah pengetahuan tentanga janji dan ancaman Allah; pangakal pengetahuan tentang keduanya adalah perenungan.<br /><br />Khauf dan raja’, menurut Al-Muhasibi, dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-sunnah. Dalam hal ini, ia mengaitkan kedua sifat itu dikaitkan dengan ibadah dan janji serta ancaman Allah.Untuk itu, ia menganggap apa yang diungkapkan ibnu Sina dan Rabi’ah al-‘adawiyyah sebagai jenis fana atau kecintaan kepada Allah yang berlebih lebihan dan keluar dari garis yang telah di jelaskan Islam sendiri serta bertentangan dengan apa yang diyakini para sufi dari kalangan ahlusunnah, Al-muhasibi lebih lanjut mengatakan bahwa Al-quran jelas berbicara tentang pembalasan (pahala) dan siksaan.Ajakan ajakan Al-quran pun sesungguhnya dibangun atas dasar targhib (suggesti) dan tarhib (ancaman). Al-quran jelas pula berbicara tentang surga dan neraka.<br /><br /><span style="font-style: italic;">atinya; 15. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air,</span><br /><span style="font-style: italic;">16. Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.</span><br /><span style="font-style: italic;">17. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.</span><br /><span style="font-style: italic;">18. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.</span><br />Raja’, dalam pandangan Al-Muhasibi, seharusnya melahirkan amal shaleh. Seseorang yang telah melakukan amal saleh, berhak mengharap pahala dari allah. Dan inilah yang dilakukan oleh mukmin yang sejati dan para sahabat Nabi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Wejangan-Wejangan Al-Muhasibi</span><br /><br />Apabila motivasi dalam mengajari dan membantu orang adalah ridha Allah semata, pahala pasti didapat. Tetapi jika motivasinya adalah hasrat untuk dihormati, dikagumi, dipuji dan diberi keuntungan duniawi, jangan lakukan kebaikan itu hingga motivasi anda berubah, sebab apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. (Q.s. Al Qoshosh : 60).<br /><br />Kalau hati kacau karena kedua motivacsi silih berganti mengisi relung hati, jangan memaksakan diri hingga motivasi anda benar-benar mengharapkan ridha Allah Swt.<br /><br />Kalau anda melakukan ibadah ritual atau ibadah social dengan ikhlas, lalu ada orang yang melihat hingga timbul semangat untuk meningkatkan kualitas ibadah, ada dua kemungkinan :<br />1. Kalau motivasi peningkatan kualitas adalah ria, and aria.<br />2. Kalau motivasinya ikhlas, anda pengikhlas sejati.<br /><br />Apabila anda ragu dan tidak tahu sedang ria atau masih ikhlas, perbaharuilah niat anda dengan keikhlasan! Meskipun tidak memperbaharui niat, ibadah tetap sah, karena anda yakin akan ikhlas dan ragu akan ria.<br /><br />Ikhlas dan ria pada hakikatnya adalah hasrat yang membonceng keinginan beribadah. Keinginan beribadah adalah hasrat melaksanakan perintah. Ikhlas adalah mendambakan pahala Allah Swt semata dan tidak peduli dengan keadaan duniawi. Ria adalah ambisi mendapatkan pujian, kehormatan dan tujuan-tujuan lain dalam beribadah.<br /><br />Ada orang yang tidak tenang karena dipuji orang atas ibadah yang dilakukannya. Jalan keluarnya adalah mencermati jiwa. Kalau jiwanya tidak suka dan hatinya gelisah ketika dicela, dihina dan dilecehkan masyarakat, jelas ia telah ria. Sebaliknya, jika sikap masyarakat tidak mempengaruhi kalbunya, ia ikhlas. Mungkin pada awalnya ia ria dan senang dipuji, tetapi kemudian terlintas kesadaran untuk mengabaikan pujian, masih bisa dikategorikan ikhlas.<br /> <span class="article_separator"></span><br /><span style="font-weight: bold;" class="article_separator">Kisah Dialogh Al-Muhasibi Dengan Gurunya</span><br /><span class="article_separator"></span></div><h6 style="text-align: justify; font-weight: normal; color: rgb(0, 0, 0);" class="uiStreamMessage">Imam Syekh al-Muhasibi bertanya pada gurunya Syekh Abu Ja'far Muhammad ibn Musa, Wahai Syekh Abu Ja'far, apa yg pertama harus kulakukan untuk sampai kepada Allah?<br />Dia menjawab, "Kembali kpd Allah, sebagaimana yg telah dikehendaki-Nya"<br /><br />Syekh al-Muhasibi bertanya lagi, "Apa makna kembali kpd Allah?"<br />Dia menjawab, "Bertobat wahai anakku, sebagaimana yg dijelaskan Sa'id ibn Jubair ketika menjelaskan firman Allah, "Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat. (QS. al-Isro' : 25).<br /><br />Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apamakna Tobat?"<br />Gurunya menjawab, "Tobat adl menyesali perbuatan buruk (dosa) yg telah dilakukan, meneguhkan hati utk tdk melakukannya lagi, dan menjauhi setiap hal yg mendorong pd perbuatan itu, Allah berfirman, "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Al-Imron : 135).<br /><br />Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa yg harus dilakukan oleh orang yg bertobat?"Gurunya menjawab, "Meninggalkan semua perbuatan dosa, memalingkan hati dari hasrat berbuat dosa, meninggalkan sikap munafik demi keuntungan pribadi, menghindari perselisihan dan mengikuti pendapat yg benar meskipun harus rela berkorban, mengembalikan hak2 orang yg telah diambilnya secara dzolim, dan menunaikan semua kewajibannya baik kpd Allah maupun kpd manusia, Allah SWT berfirman, "kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. al-Baqoroh : 160).<br /><br />Syekh al-Muhasibi bertanya, "Lalu apa yg harus dilakukan setelah itu?"<br />Gurunya menjawab, "Memperbaiki makanannya (harus makan makanan yg jelas2 halal) karena makanan dpt mempengaruhi tingkah laku. Fungsi makanan seperti akal (baca: hati) yg menggerakkan aktivitas raga. Jika akal seseorang baik, maka baik pula seluruh aktivitas raganya. Makanan yg baik (halal dan berkah) akan memudahkan seseorang mengerjakan perbuatan2 yg layak dilakukan oleh orang2 yg taat kpd Allah".<br /><br />Syekh al-Muhasibi bertanya, "Lalu apa yg harus dilakukan setelah itu?"<br />Gurunya menjawab, "Menyesali apa yg telah diperbuat dan memperbaiki apa yg akan dilakukan, beristighfar dg lisan atas dosa2 yg telah lalu dan menghilangkan sama sekali keinginan berbuat dosa, berketetapan hati utk tdk kembali lagi pd perbuatan yg haram, dan menyesali perbuatan dosa yg telah dikerjakan sambil memohon kpd Allah dg sungguh2. Jika hal itu terus-menerus dilakukan, sangat mungkin Allah akan menerima tobatnya".<br /><br />Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa yg menggerakkan seorang hamba utk bertobat? Kapan hatiku ini merasa mantap bahwa tobat diwajibkan atasku? Dan kpn aku merasa takut bhw tobat akan terlewatkan dariku?<br />Gurunya menjawab, "Dg mengenali Allah, seorang hamba akan segera mengetahui kewajiban bertobat, setelah ia melakukan dosa, Allah SWT berfirman, "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-Nur : 31) dan firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya)" (QS. At-Tahrim : 8).<br /></h6><h6 style="text-align: justify; font-weight: normal; color: rgb(0, 0, 0);" class="uiStreamMessage">Guru Syekh al-Muhasibi (Syekh Abu Ja'far) melanjutkan fatwanya, "Wahai Pemuda, barang siapa yg tdk mengenal Allah, dia tdk akan mampu mengambil pelajaran kebijaksanaan. Tidakkah kamu mendengar Firman Allah, "dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. al-Hujurot : 11). Maka,sesungguhnya Allah telah mewajibkan tobat kepadamu, dan Dia juga mengaitkan kamu dg kedzoliman, jika kamu tdk meninggalkannya. Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba mewajibkan atas dirinya bertobat dan menakut-nakuti dirinya dg siksa Allah, jika meninggalkan tobat.<br /><br />Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa yg menguatkanku kewajiban bertobat ini?"<br />Gurunya menjawab, "Hendaknya hati senantiasa mengetahui bahwa ajal itu sangat dekat dan datangnya kematian adl secara tiba2. Hati juga dilatih utk khawatir terhadap harapan ampunan Allah yg belum tentu dikabulkan, dan membiasakan diri utk takut akan adzab Allah yg segera menimpanya, jika ia terus-menerus mengerjakan perbuatan dosa. "Luqman Hakim memberi nasihat kpd anaknya, "Wahai anakku, janganlah kamu menunda tobat, krn sesungguhnya datangnya kematian adl secara tiba-tiba". "Yg dpt menguatkan tekadmu utk bertobat ada 3 perkara, yaitu:<br />1. mengingat dosa yg lalu dg mengurangi makan dan minum (rajin berpuasa).<br />2. berupaya sekuat tenaga utk melaksanakan kemauan tobat sambil terus-menerus mengingat mati.<br />3. berpegang pd 2 perkara di atas dan tdk melupakan keduanya sehingga memudahkanmu utk mengingat mati, dosa dan tobat".<br /><br />Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa yg menggerakkan seseorang utk bertobat dan bangkit dari kelengahan?<br />Gurunya menjawab, "Hendaklah dia senantiasa berada dlm keadaan takut akan siksa Allah (neraka) dan mengharapkan apa yg dijanjikan-Nya (surga). Sebab Allah SWT menyerukan kpd hamba2Nya utk meraih janji-Nya dan menjauhi ancaman-Nya. Allah SWT. menakut-nakuti mereka dg siksaan yg pedih, dan memotivasi mereka dg kerinduan memperoleh surga yg dijanjikan. Inilah yg menggerakkan hati seorang hamba utk bertobat. Dia juga mengimbau mereka utk selalu memperbaiki akhlaknya dan keutamaan dirinya."</h6><h6 style="text-align: justify; font-weight: normal; color: rgb(0, 0, 0);" class="uiStreamMessage">Imam Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa tanda ketulusan dlm tobatnya seseorang?" Gurunya menjawab, Selalu bersedih atas umur yg telah dihabiskan utk kesia-siaan dan permainan; selalu khawatir, apakah tobatnya diterima apa tidak; Merasa kurang atas ibadah yg telah dipersembahkan kpd Allah dlm keadaan bersedih hati; Terus bersungguh-sungguh dlm mengerjakan amal soleh sambil merasa takut, jika tobatnya tdk diterima, Bersegera menuju ampunan Allah sambil merasa takut akan bujukan nafsu dan kenikmatan semu perbuatan dosa sehingga bumi menjadi sempit baginya, meskipun (sebenarnya) luas, Mengetahui bhw tdk ada tempat lari dari (siksa) Allah krn semua tempat adl milik-Nya. Allah SWT berfirman, "dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taubah : 118) ". Inilah kriteria orang yg bertobat dg ketulusan jiwanya".<br /><br />Syekh al-Muhasibi bertanya, "Adakah yg lain selain itu semua?"<br />Gurunya menjawab, "Ya. Orang yg bertobat harus memahami bahwa Tobat adl anugerah Allah SWT. Keinginan utk bertobat merupakan hidayah dan taufik-Nya, sehingga hati akan teguh melakukan amal saleh karena Allah. Anugerah yg ada dlm Tobat berasal dari ruh makrifat-Nya".<br /><br />Syekh al-Muhasibi bertanya, "Jika telah sampai derajat ini, apakah orang yg bertobat masih diharuskan melakukan sesuatu?" Gurunya menjawab, "Ya, dia harus melakukan sesuatu yg tdk boleh ditinggalkannya, yaitu bersyukur kpd Allah atas anugerah tobat itu. Ini adalah suatu karunia utama Allah yg dianugerahkan kepadanya".</h6><h6 style="text-align: justify; font-weight: normal; color: rgb(0, 0, 0);" class="uiStreamMessage">Imam masuk ke bab dua setelah materi "Tobat" adalah materi "Kelemahan Jiwa (Fitrah)"<br />Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa yg terjadi setelah tobat?". Gurunya menjawab, "Kembali kpd perbuatan dosa yg sama karena kelemahan jiwa untuk menjauhinya (fatrah)". Syekh al-Muhasibi bertanya, "Wahai Syaikh, bagaimana permulaan terjadinya kelemahan jiwa itu?" Gurunya menjawab, "Dorongan2 nafsu dan syahwat muncul dlm diri seseorang. Lalu, dorongan2 itu mendapat sambutan dari dlm jiwanya. Kemudian, jiwa itu merasa nyaman dlm keadaan lemah (fatrah), dan akhirnya iapun meninggalkan ketekunan dan kerja keras dlm menghindari perbuatan dosaSyekh al-Muhasibi bertanya, "Bagaimana kelemahan jiwa bisa menjadi kuat?" Gurunya menjawab, "Dari sedikitnya pengetahuan tentang manfaat tobat dan sikap meremehkan anugerah besar (hidayah tobat) yg Allah berikan kepadanya. Syekh al-Muhasibi bertanya, "Dari mana seseorang mendpt kelemahan seperti ini?" Gurunya menjawab, "Dari percampuran hati dg berbagai kesenangan dunia dan keseringan mengerjakan yg ringan (rukhsoh). Pada saat itu dia cenderung pd kelemahan jiwa (fatrah) dan kelalaian bertobat, sehingga menjadi tawanan hawa nafsunya." Syekh al-Muhasibi bertanya, "Apa tanda fatrah itu? dan apakah hati dpt mengenalinya?"<br />Gurunya menjawab, "Ya, wahai Pemuda, permulaan fatrah adl kemalasan. Jika ada penjagaan yg kuat, lenyaplah kemalasan itu. jika tdk, kemalasan akan terus meningkat dan timbullah hasrat utk melakukan perbuatan dosa. jika rasa takutnya menguat, ia akan menjadi penghalang bg dirinya agar tdk kembali pd perbuatan dosa. akan tetapi jika tdk, hasrat kembali utk melakukan perbuatan dosa akan bertambah kuat, dan dia akan lari dari ketaatan, kecuali jika niat yg kuat utk kembali kpd ketaatan masih ada dlm hatinya. jika tidak, ia akan menjadi orang yg sesat. Dan kita memohon perlindungan kpd Allah dari hal semacam itu." "Jika telah tersesat, dia keluar dari rasa takut (kpd Allah) dan masuk ke dlm rasa aman yg menghanyutkan. lalu, perbuatan dosanya akan meluas hingga ke tempat2 yg membinasakan orang byk. Pada saat itu tersingkaplah tirai keadilan Ilahi krn Dia membeberkan kejelekannya di hadapan semua orang. Hal yg demikian ini terjadi disebabkan oleh sedikitnya introspeksi diri (muhasabah)".</h6><h6 style="text-align: justify; font-weight: normal; color: rgb(0, 0, 0);" class="uiStreamMessage">Imam masuk ke bab 3 kitab "al-Qosdu wa al-Rujuu ilaa Allah" yaitu bab muhasabah (Instrospeksi Diri) Syekh al-Muhasibi, "apa makna muhasabah (instropeksi diri) ?" Gurunya menjawab, "Akal selalu menjaga nafsu dari pengkhianatannya, mengetahui kekurangan diri, dan menilai baik buruknya perbuatan yg telah dikerjakan" Syekh al-Muhasibi berkata, "Jelaskanlah kpdku mengenai muhasabah ini secara detail?" Gurunya menjawab, "Hadapkanlah semua perbuatan yg telah kamu lakukan di hadapanmu. lalu kamu bertanya, 'mengapa aku harus melakukan ini ?' atau katakan kpd dirimu 'siapakah aku yg melakukan perbuatan ini ?' maka, jika perbuatan itu karena Allah, teruskanlah perbuatan itu. akan tetapi, jika karena selain-Nya, cegahlah perbuatan itu. celalah dirimu krn ia telah mengikuti dorongan hawa nafsu dan hukumlah ia atas perbuatan itu, dg demikian kamu akan mengetahui keburukan akalmu dan kamu harus menilai kebodohannya. kamu jg telah mengetahui bhw nafsu adl musuhmu krn ia telah menggelincirkanmu dlm dosa dan telah mengajakmu utk memutuskan hubungan dg Penciptamu". Syekh al-Muhasibi : "Dari mana sumber muhasabah itu ?" Gurunya : "Dari takut akan kekurangan, buruknya kerugian, dan keinginan utk mendapat kelebihan di dlm keuntungan. teman sejati akan mempertimbangkan kpd siapa dia bergaul krn khawatir mendapatkan kerugian. dia berharap mendptkan keuntungan yg berlimpah dari dagangannya. Hal ini seperti yg ditanyakan oleh Nabi Yunus as. kpd salah seorang perempuan ahli ibadah, "Dengan apa kamu mendapatkan kelebihan ?" Perempuan ahli ibadah itu menjawab, "Dg mencari Tuhan dan muhasabah". Syekh al-Muhasibi : Apa makna ucapan Umar bin Khottob "Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab ?" Gurunya : Instropeksi diri dan mempertimbangkan segala hal yg dpt menjerumuskan jiwa dlm kebathilan, walaupun hanya seberat biji sawi" Syekh al-Muhasibi : "Apakah buah dari muhasabah (instropeksi diri) itu ?" Gurunya : "Bertambahnya kepandaian dan kecerdasan dlm memberikan argumentasi. dg instropeksi pengetahuan seseorang akan bertambah luas. dan ini bergantung pd kecakapan hati dlm mengevaluasi diri". Syekh al-Muhasibi: "Apa yg dpt menguatkan seorang hamba utk melakukan muhasabah?" Gurunya: "Dg tiga hal, pertama, memutuskan sgl hubungan yg dpt menyibukkan dirinya dari kemauan kuat melakukan muhasabah. sebab orang yg ingin menghitung hutangnya, dia harus mengosongkan hatinya dari setiap kesibukan. Kedua, menyendiri dlm muhasabah sehingga dia khawatir tdk mencapai apa yg diharapkan dari muhasabah itu, dan Ketiga, takut kpd Allah SWT. yg akan menanyai perbuatannya yg melampaui batas. Nabi saw. bersabda, "Hendaklah seorang mukmin memerhatikan saat2 ketika menghisab dirinya (HR. Abu Ya'la dan al-Bazzar dari Abu Hurairah)". Syekh al-Muhasibi : Dlm muhasabah, mengapa hati dpt dikalahkan?" Gurunya : "Krn hswa nafsu dan syahwat mampu menguasainya. Hawa nafsu dan syahwat adl lawan kearifan, ilmu dan kebenaran. akibatnya, hati dikalahkan dan dibutakan dari kearifan". Syekh al-Muhasibi : beritahukanlah kepadaku tentang hawa nafsu yg dpt menghalangi hati dari muhasabah ?" Gurunya : "hawa nafsu yg selalu bergantung pd syahwat dan cenderung pd kesenangan. hawa nafsu ini mempunyai kemampuan melemahkan jiwa dan menguasai hati sehingga mengikuti ajakannya". Syekh al-Muhasibi : "Bagaimana caranya aku menghukum nafsuku atas dosa yg dilakukannya?" Gurunya : "Pisahkanlah antara ia dan kesukaannya; ambillah cambuk utk menakutinya; lakukanlah pengawasan secara terus-menerus setiap gerakannya; kurangilah makanannya; biarkanlah ia dlm kehausan; sibukkanlah ia dg kerja keras; tahanlah amarahnya dg ancaman yg memberinya pelajaran. Dg semua itu, kamu dpt menundukkan kekuatannya dlm melemahkan jiwa dan penguasaannya terhadap hati. Wahai Pemuda, ketahuilah, pd saat itu nafsumu menjadi hina, ia akan tunduk kepadamu setelah kekuatannya lenyap, dan kekuasaannya hilang. dan, ia akan menempuh jalan yg lurus dan konsisten menapakinya (istiqomah) menuju Penciptanya. hanya kpd Allahlah kita memohon pertolongan (taufiq)".<br /></h6><h6 style="text-align: justify; font-weight: normal; color: rgb(0, 0, 0);" class="uiStreamMessage">Syekh al-Muhasibi : Wahai Syekh, anda telah menerangkan kpdku tentang melawan hawa nafsu, faktor apakah yg dpt menguatkan seorang hamba utk mengusir musuh2 jiwa, hawa nafsu dan setan?" Gurunya : "Faktor utama yg paling kuat adl kesadaran seorang hamba tentang kewajiban yg telah ditetapkan Allah kpdnya, yaitu senantiasa memerangi hawa nafsu. Allah SWT. berfirman, "Sesungguhnya setan adl musuh bagimu, maka anggaplah dia musuh (QS. Fathir : 6) dan firman-Nya, "Barang siapa yg mengikuti langkah2 setan, sesungguhnya setan hanya menyuruh perbuatan yg keji dan mungkar (QS. Nur : 21).<br /><br />Kedua ayat tsb adl argumentasi yg dpt meneguhkan seseorang dlm memerangi musuh2nya. Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan hamba2nya utk memusuhi setan. dan Dia juga memerintahkan mereka utk memeranginya. inilah faktor yg menguatkanmu melawan musuhmu. jika kamu lengah, musuhmu akan mengalahkanmu dan menghalangimu beribadah kepada-Nya. Bukankah kamu tahu bhw Allah telah mewajibkan kamu utk melawan musuhmu dan memerintahkanmu utk memeranginya? maka, jika kamu telah mengetahuinya, jiwamu akan teguh melawannya, kemarahanmu akan melemahkan mentalnya, dan perhatianmu dlm mengendalikan nafsumu akan membantu mengalahkannya. Akan tetapi, ingatlah bhw musuhmu selalu memperbesar peluang utk menjatuhkanmu. dia akan terus menggodamu sehingga dpt mengalahkanmu. pd saat itu, kamu khawatir akan kemenangannya dlm menggodamu dan mengajakmu pd kemaksiatan yg dipicu oleh nafsumu. baik kamu sadari atau tidak, dia akan berusaha utk menghancurkanmu, menjatuhkan martabatmu di hadapan Tuhanmu, memburukkan citramu, menghilangkan keyakinanmu, dan melemahkan ketulusanmu utk melawannya."<br /><br />Syekh al-Muhasibi : "Jelaskanlah kepadaku perbuatan apa yg dpt menolongku utk melawan dan menolak godaannya?" Gurunya : "Pahamilah dan bedakanlah antara dua seruan, yaitu seruan yg berasal dari Allah, dan seruan dari iblis, kemudian, perhatikanlah baik2, seruan manakah di antara kedua seruan itu yg lebih utama kamu penuhi. apakah yg lebih layak kamu penuhi adl seruan yg mengajakmu pd kebinasaan, kerugian sepanjang hidupmu, dan kefakiran yg membuatmu takut mengahadapinya ? ataukah yg lebih layak kamu penuhi adl seruan Tuhan yg telah mmberimu buk kenikmatan yg sejak azali selalu mengingatmu dan tdk pernah melupakanmu sesaat pun. bukankah Dia yg dlm keabadian-Nya mengkhususkanmu dg keyakinan thd yg gaib? bukankah dia yg telah menyerumu utk meraih surga-Nya dan kemuliaan-Nya? dan utk menikmati kelembutan kebijaksanaan-Nya dan kesempurnaan nikmat-Nya? Sesungguhnya musuhmu menghendaki terputusnya hubunganmu dg Allah, Tuhan dan Tuanmu. ia telah memasang byk perangkap yg dpt menjeratmu dlm dosa dan menjatuhkan citramu sbg hamba-Nya. di antara perangkap itu adalah prasangka yg buruk, cepat menyerah dan putus asa, keragu-raguan dlm keimanan. tipu dayanya sangat lihai dan jerat2nya sangat halus dan kuat sehingga ketika ia menipu dan menjeratmu, kamu tdk merasakan bhw kamu dlm tawanannya. dan kamu pun tidak merasa telah melakukan kesalahan dan dosa."Allah SWT. berfirman, "(Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah dan setan telah menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu menghalangi mereka dari jalan) yang benar (sehingga mereka tidak dapat petunjuk) (QS. An-Naml : 24) Dan (juga) kaum `Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu (kehancuran mereka) dari (puing-puing) tempat tinggal mereka. Dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), sedangkan mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam. (QS. Al-Ankabut : 38).<br /><br />"Ketahuilah musuhmu ingin menjauhkanmu dari kedekatan dg Allah, pahala yg byk dan nikmat-Nya yg utama. ia memberi keraguan dlm dadamu, menghilangkan ketenangan dlm jiwamu dan menciptakan kebingungan dlm hatimu. ia telah mencabut kesabaranmu dan menggantinya dg kegelisahan. ia telah merebut keridhoanmu atas keputusan-Nya dan menggantikan kebencian kepada-Nya. ia telah melemahkan ketekunanmu dlm beribadah kepada-Nya dan mengganti dg kemalasan".<br /><br />"Musuhmu telah menghalangimu utk memperoleh keyakinan dan keteguhan dlm jaminan rezeki, kecukupan dan perlindungan Allah karena keimananmu dan ketaatanmu kepada-Nya. ia telah mengajarimu kekikiran, menakut-nakutimu dg kefakiran dan panjang angan2, berburuk sangka thd janji Tuhan dan melemahkan niatmu. ia telah merusak ketetapan2 hatimu, menunda-nunda keinginanmu utk bertobat, menghalangimu dari menyambut seruan Tuhan, dan ingin menjatuhkanmu di sisi Pencptamu Yg Maha Suci lagi Maha Tinggi."<br /><br />Syekh Al-Muhasibi : mungkinkah seseorang menerima ajakan orang yg membencinya dan menaati orang yg akan membinasakannya?" Gurunya: mungkin, sebab seseorang terkadang tdk cermat dlm meneliti sikap keberagamaannya. ia memahami pokok2 agama, tetapi tergelincir krn meremehkan hal2 kecil yg diutamakan oleh agama. disebabkan oleh kelalaiannya, ia bisa saja menentang hal2 yg prinsip dlm agama, dan disebabkan oleh pengetahuannya yg dangkal, ia dpt saja tdk mengetahui kebenaran sejati. ktk berada dlm keimanan yg kuat, seseorang mungkin akan membenci musuhnya dan meyakini kejahatannya. pd waktu itu, ia tdk akan menerima ajakannya, namun ketika ia lalai, hal sebaliknya dpt saja terjadi. "Ingatlah musuh2 jiwa (nafsu dan setan) akan selalu membujukmu dan merayumu. mereka akan mendatangimu sambil menunjukkan bukti bhw melakukan kesalahan2 ringan tdk berbahaya. mereka juga meyakinkanmu bhw mengikuti ajakan dan seruannya tdk membahayakan. lalu hawa nafsumu tertarik utk mengikuti bujuk rayunya. Ingatlah di saat rayuan musuhmu telah kamu turuti, kamu akan terbiasa melakukan dosa2, lalu kamu akan meremehkan agama dan akhirnya kamu akan menjadi tawanan musuhmu selamanya. pd waktu itu matamu akan buta dari melihat kearifan, dan telingamu akan tuli dari mendengar kebenaran. kamu akan menjadi abdi setan krn telah mematuhi semua ajakannya. "oleh karena itu enyahkanlah musuhmu; carilah jalan keselamatan dg senantiasa melawannya dlm semua keadaan. Rayuan, godaan, dan bujukan singkirkanlah! waspadalah terhadap semua tipu dayanya. kemudian berpegang teguhlah pada kewaro'an."</h6><h6 style="text-align: justify; font-weight: normal; color: rgb(0, 0, 0);" class="uiStreamMessage">Imam dan sekarang masuk bab 5 dengan bahasan "Waro' "<br /><br />Syekh al-Muhasibi : apa makna waro'?<br />Gurunya : "Waro' ialah penyelidikan yg dilakukan oleh hati ketika hendak mengerjakan suatu perbuatan sehingga ia dpt membedakan antara yg hak dan yg bathil"<br /><br />Syekh al-Muhasibi : adakah jawaban lain?<br />Gurunya : Ya, menghilangkan apa yg meresahkan hati dan meninggalkan apa yg diragukannya<br /><br />Syekh al-Muhasibi : Mohon dijelaskan kembali maksud ucapan anda tadi?<br />Gurunya : Hakikat waro' adalah meninggalkan apa yg meragukanmu dan melakukan apa yg meyakinkanmu<br /><br />Syekh al-Muhasibi : Dari mana sumber waro' itu?<br />Gurunya : Waro' bersumber dari rasa takut (murka Allah)<br /><br />Syekh al-Muhasibi : Apa tanda waro' itu?<br />Gurunya : Meninggalkan penyakit2 hati dan menyelidiki sebab2 yg menimbulkannya<br /><br />Syekh al-Muhasibi : Apa yg menguatkan seseorang utk berbuat waro'?<br />Gurunya : Takut kepada-Nya. jika takut telah tertanam dlm hatinya, ia akan berbuat waro', yaitu bersikap hati-hati agar perbuatannya tdk menimbulkan dampak negatif<br /><br />Syekh al-Muhasibi : Keadaan apakah yg menambah rasa takut kepada-Nya?<br />Gurunya : Mengetahui kesaksian hati pd kemurkaan Allah dan siksaan-Nya<br /><br />Syekh al-Muhasibi : Lalu, apa lagi yg dpt menambahnya ?<br />Gurunya : wahai pemuda, pengetahuan waro' itu bersumber dari makrifat, oleh karena itu, keutamaan waro' bergantung kpd seberapa besar rasa takut yg bersemayam di dlm jiwa seseorang dan seberapa luas pengetahuan yg dimiliki hatinya. dan waro' itu sesuai dg kadar kobaran rasa takutnya<br /><br />Syekh al-Muhasibi : Hal apa yg dpt melemahkan sikap waro' ?<br />Gurunya : Kecenderungan kpd dunia, ketamakan, dan hasrat utk menguasainya. padahal tdk akan merugi orang yg kehilangan dunia<br /><br />Syekh al-Muhasibi : apa derajat paling tinggi yg dicapai oleh orang waro' ?<br />Gurunya : Derajat waro' yg paling tinggi adalah awal derajat kezuhudan</h6><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 0);">Sumber:</span><br /><span style="color: rgb(0, 0, 0); font-style: italic;">http://www.putrajagatonline.blogspot.com</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 0, 0);">http://www.tipskom.co.cc/2009/09/al-muhasibi-pandangan-tasawufnya.html</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 0, 0);">http://www.alfurqon.or.id/component/content/article/356-nasehat-nasehat-al-harits-al-muhasib</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 0, 0);">http://www.facebook.com/topic.php?uid=152606826624&topic=11918i</span>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-69242797578133783792010-06-13T09:17:00.000-07:002010-06-13T09:18:09.916-07:00Hasan Al-Bashri<h2 style="text-align: justify; font-weight: normal; font-style: italic;" class="date-header"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"></span><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 0);">Biografi Singkat Hasan Al-Bashri</span><br /></h2> <div class="date-posts"><div class="post-outer"><div class="post hentry"><div class="post-header"> </div> <div class="post-body entry-content"><div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Menurut berbagai sumber hasil penelusuran penulis, beliau sesungguhnya bernama Abu Sa'id Al-Hasan bin Yasar, lahir di Madinah, belum diketahui hari/tanggal/jam lahirnya, kelak akan kita sempurnakan tulisan ini setelah ditemukan, karena penulis hanya temukan tahun lahirnya saja, yaitu di tahun 21 H/632 M, wafat pada hari kamis, tanggal 10 rajab 110 H/728 M. Ayahnya bernama Yasar dan ibunya bernama Khoiroh, beliau dilahirkan ibunya di rumah Ummu Salamah (salah seorang Istri Rasul saw yang nama sebenarnya adalah Hindun binti Suhail) tepat pada dua malam sebelum Khalifah Umar bin Khoththob wafat. Beliau pernah menyusu kepada Ummu Salamah, karena Khoiroh pernah menjadi salah seorang pembantu rumah tangga Ummu Salamah. Yang memberinya nama Hasan adalah Ummu Salamah, atas permintaan Khoiroh, kemudian dibesarkan di bawah asuhan dan didikan Ummu Salamah di rumah Ummu Salamah, karena Hasan Bashri semasa kecilnya tinggal di rumah Ummu Salamah atas permintaan Ummu Salamah sebagai tanda betapa cinta dan sayangnya Ummu Salamah kepada putra pembantunya itu, kemudian dalam perjalanan hidup Hasan Bashri pernah berguru kepada para istri Rasul dan 70 orang sahabat Rasul yang turut menyaksikan perang badar dan pernah bertemu dengan 300 sahabat Rasul yang lainnya. </span><br /><p style="color: rgb(0, 0, 0);">Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah bersama orang tuanya ke kota Basrah, Iraq, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Basri. Basrah kala itu terkenal sebagai kota ilmu dalam Daulah Islamiyyah. Masjid-masjid yang luas dan cantik dipenuhi halaqah-halaqah ilmu. Para sahabat dan tabi’in banyak yang sering singgah ke kota ini. Di Basrah, Hasan Al-Basri lebih banyak tinggal di masjid, mengikuti halaqah-nya Ibnu Abbas. Dari beliau, Hasan Al-Basri banyak belajar ilmu tafsir, hadist dan qiro’at. Sedangkan ilmu fiqih, bahasa dan sastra dipelajarinya dari sahabat-sahabat yang lain. Ketekunannya mengejar dan menggali ilmu menjadikan Hasan Al-Basri sangat ‘alim dalam berbagai ilmu. Ia terkenal sebagai seorang faqih yang terpercaya. </p><p style="color: rgb(0, 0, 0);">Keluasan dan kedalaman ilmunya membuat Hasan Al-Basri banyak didatangi orang yang ingin belajar langsung kepadanya. Nasihat Hasan Al-Basri mampu menggugah hati seseorang, bahkan membuat para pendengarnya mencucurkan air mata. Nama Hasan Al-Basri makin harum dan terkenal, menyebar ke seluruh negeri dan sampai pula ke telinga penguasa. </p><p style="color: rgb(0, 0, 0);">Ketika Al-Hajaj ats-Tsaqofi memegang kekuasan gubernur Iraq, ia terkenal akan kediktatorannya. Perlakuannya terhadap rakyat terkadang sangat melampaui batas. Nyaris tak ada seorang pun penduduk Basrah yang berani mengajukan kritik atasnya atau menentangnya. Hasan Al-Basri adalah salah satu di antara sedikit penduduk Basrah yang berani mengutarakan kritik pada Al-Hajaj. Bahkan di depan Al-Hajaj sendiri, Hasan Al-Basri pernah menguta¬rakan kritiknya yang amat pedas. </p><p style="color: rgb(0, 0, 0);">Saat itu tengah diadakan peresmian istana Al-Hajaj di tepian kota Basrah. Istana itu dibangun dari hasil keringat rakyat, dan kini rakyat diundang untuk menyaksikan peresmiannya. Saat itu tampillah Hasan Al-Basri menyuarakan kritiknya terhadap Al-Hajaj: <span style="font-style: italic;">“Kita telah melihat apa-apa yang telah dibangun oleh Al-Hajaj. Kita juga telah mengetahui bahwa Fir’au membangun istana yang lebih indah dan lebih megah dari istana ini. Tetapi Allah menghancurkan istana itu karena kedurhakaan dan kesombongannya.”</span> Kritik itu berlangsung cukup lama. Beberapa orang mulai cemas dan berbisik kepada Hasan Al-Basri, “Ya Abu Sa’id, cukupkanlah kritikmu, cukuplah!” Namun beliau menjawab, <span style="font-style: italic;">“Sungguh Allah telah mengambil janji dari orang-orang yang berilmu, supaya menerangkan kebenaran kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.” </span></p><p style="color: rgb(0, 0, 0);">Begitu mendengar kritik tajam tersebut, Al-Hajaj menghardik para ajudannya, “Celakalah kalian! Mengapa kalian biarkan budak dari Basrah itu mencaci maki dan bicara seenaknya? Dan tak seo¬rangpun dari kalian mencegahnya? Tangkap dia, hadapkan kepadaku!” . </p><p style="color: rgb(0, 0, 0);">Semua mata tertuju kepada sang Imam dengan hati bergetar. Hasan Al-Basri berdiri tegak dan tenang menghadapi Al-Hajaj bersama puluhan polisi dan algojonya. Sungguh luar biasa ketenan¬gan beliau. Dengan keagungan seorang mu’min, izzah seorang muslim dan ketenangan seorang da’i, beliau hadapi sang tiran. </p><p style="color: rgb(0, 0, 0);">Melihat ketenangan Hasan Al-Basri, seketika kecongkakan Al-Hajaj sirna. Kesombongan dan kebengisannya hilang. Ia langsung menyambut Hasan Al-Basri dan berkata lembut, “Kemarilah ya Abu Sa’id …” Al-Hasan mendekatinya dan duduk berdampingan. Semua mata memandang dengan kagum. </p><p style="color: rgb(0, 0, 0);">Mulailah Al-Hajaj menanyakan berba¬gai masalah agama kepada sang Imam, dan dijawab oleh Hasan Al-Basri dengan bahasa yang lembut dan mempesona. Semua pertanyaan¬nya dijawab dengan tuntas. Hasan Al-Basri dipersilakan untuk pulang. Usai pertemuan itu, seorang pengawal Al-Hajaj bertanya, “Wahai Abu Sa’id, sungguh aku melihat anda mengucapkan sesuatu ketika hendak berhadapan dengan Al-Hajaj. Apakah sesungguhnya kalimat yang anda baca itu?” Hasan Al-Basri menjawab, “Saat itu kubaca: Ya Wali dan PelindungKu dalam kesusahan. Jadikanlah hukuman Hajaj sejuk dan keselamatan buatku, sebagaimana Engkau telah jadikan api sejuk dan menyelamatkan Ibrahim.” </p><p style="color: rgb(0, 0, 0);">Nasihatnya yang terkenal diucapkannya ketika beliau diundang oleh penguasa Iraq, Ibnu Hubairoh, yang diangkat oleh Yazid bin Abdul Malik. Ibnu Hubairoh adalah seorang yang jujur dan sholeh, namun hatinya selalu gundah menghadapi perintah-perintah Yazid yang bertentangan dengan nuraninya. Ia berkata, “Allah telah memberi kekuasan kepada Yazid atas hambanya dan mewajibkan kita untuk mentaatinya. Ia sekarang menugaskan saya untuk memerintah Iraq dan Parsi, namun kadang-kadang perintahnya bertentangan dengan kebenaran. Ya, Abu Sa’id apa pendapatmu? Nasihatilah aku …” </p><p style="color: rgb(0, 0, 0);">Berkata Hasan Al-Basri, “Wahai Ibnu Hubairoh, takutlah kepada Allah ketika engkau mentaati Yazid dan jangan takut kepada Yazid¬ketika engkau mentaati Allah. Ketahuilah, Allah membelamu dari Yazid, dan Yazid tidak mampu membelamu dari siksa Allah. Wahai Ibnu Hubairoh, jika engkau mentaati Allah, Allah akan memeliharamu dari siksaan Yazid di dunia, akan tetapi jika engkau mentaati Yazid, ia tidak akan memeliharamu dari siksa Allah di dunia dan akhirat. Ketahuilah, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam ma’siat kepada Allah, siapapun orangnya.” Berderai air mata Ibnu Hubairoh mendengar nasihat Hasan Al-Basri yang sangat dalam itu. </p><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Pada malam Jum’at, di awal Rajab tahun 110H, Hasan Al-Basri memenuhi panggilan Robb-Nya. Ia wafat dalam usia 80 tahun. Penduduk Basrah bersedih, hampir seluruhnya mengantarkan jenazah Hasan Al-Basri ke pemakaman. Hari itu di Basrah tidak diselenggarakan sholat Ashar berjamaah, karena kota itu kosong tak berpenghuni.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber:</span><br /><span style="font-style: italic;">http://www.putrajagatonline.blogspot.com/2010/05/hasan-bashri.html</span><br /></span></div></div></div></div></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-19871669101412182542010-06-09T18:41:00.000-07:002010-06-09T21:38:49.711-07:00Pengertian Tasawuf Akhlaqi<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjmTNM4tuLRLhTOgVXNKA4Z0X6DHfnEJaTFd0t1V2wxJS97b0-53nvFxf1GgHDfIeZaYPcWrO8sR12Z5Ppp3ymkmUy2xvBDhbD3e40bTvpWzmhffKQqxpIhbEiCHPxwec_2s8aSnIi6wSk/s1600/2+x+3.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 62px; height: 69px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjmTNM4tuLRLhTOgVXNKA4Z0X6DHfnEJaTFd0t1V2wxJS97b0-53nvFxf1GgHDfIeZaYPcWrO8sR12Z5Ppp3ymkmUy2xvBDhbD3e40bTvpWzmhffKQqxpIhbEiCHPxwec_2s8aSnIi6wSk/s320/2+x+3.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5480954800308303090" border="0" /></a><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold; font-style: italic;">Tasawuf Islam</span>: Pada tulisan saya yang lalu telah saya jelaskan tentang pengertian tasawuf, barang kali yang perlu saya jelaskan pada pertemuan kali ini adalah tentang pengertian akhlaq, untuk menemukan singkronisasi antara tasawuf dengan akhlaq, sehingga kita temukan pengertian tentang tasawuf akhlaqi yang dulunya sangat gencar dibicarakan oleh para sufi sehingga sistem tasawuf akhlaqi ini telah sukses melahirkan cendikiawan berpribadi tercerahkan seperti Hasan Bashri, Al-Muhasibi, Al-Qusyairi, Al-Gazali, dll, sungguh menakjubkan membuat kita semakin tertarik mendalaminya untuk kita ambil hikmah yang terkandung di dalamnya sebagai bekal kita merentas jalan menuju cahaya yang sama seperti cahaya yang telah ditemukan Adam dan Hawa sewaktu masih di surga sebelum hijrah ke bumi, atau seperti yang ditemukan Musa di bukit tursina, atau Muhammad di sidratul muntaha dan para sufi dalam tenda-tenda perzikirannya sehingga terbebas dari belenggu kelam hitam kegelapan.<br /><br />Untuk menemukan pengertian akhlaq, kita perlu melakukan dua pendekatan yang dapat kita gunakan dalam mengartikan tentang akhlaq, yaitu pendekatan lughot (linguistik, bahasa) dan istilahi (terminologis).<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Pengertian Akhlaq Dari Sudut Pandang Lughot</span><br /></div><br /><span style="font-style: italic;">Akhlaq</span> merupakan bahasa import yang dikirim dari <span style="font-style: italic;">Saudi Arabia</span> (tempat semua para Nabi dan Rasul diturunkan). Menurut orang Arab, <span style="font-style: italic;">akhlaq</span> merupakan <span style="font-style: italic;">isim mashdar </span>(bentuk infinitif) dari kata <span style="font-style: italic;">akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan,</span> sesuai dengan <span style="font-style: italic;">wazan</span> (timbangan) <span style="font-style: italic;">tsulasi majid</span> dari a<span style="font-style: italic;">f'ala</span>, <span style="font-style: italic;">yuf'ilu, if'alan</span> yang berarti <span style="font-style: italic;">al-sajiyah</span> (perangai), <span style="font-style: italic;">ath-thabi'ah</span> (watak, kelakuan, tabi'at), <span style="font-style: italic;">al'adat </span>(kelaziman, kebiasaan), <span style="font-style: italic;">al-maru'ah</span> (peradaban atau adab yang baik), dan a<span style="font-style: italic;">l-din</span> (ajaran, agama).<br /><br />Kata <span style="font-style: italic;">akhlaq</span> juga bisa kita artikan dari segi <span style="font-style: italic;">isim jamid</span> atau <span style="font-style: italic;">isim ghoirul mustaq</span> yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata <span style="font-style: italic;">akhlaq</span> merupakan jamak dari kata <span style="font-style: italic;">khilqun</span> atau<span style="font-style: italic;"> khuluqun</span> yang memiliki arti sama dengan arti <span style="font-style: italic;">akhlaq</span>, kedua kata ini dapat kita temukan pemakaiannya dalam Al-Qur'an, contohnya:<br /><br /></div><table style="text-align: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" class="tbl"><tbody><tr><td class="fonts" align="right"><img src="http://www.jkmhal.com/quran/images/68/68_4.png" /></td></tr> <tr><td class="fonts"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">"</span><span style="font-style: italic;">Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung."</span><br />(Q.S. 68. Al-Qalam, A. 4).<br /></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;"><br /></div><br />Ayat tersebut menggunakan kata <span style="font-style: italic;">khuluq</span> untuk arti <span style="font-style: italic;">berbudi pekerti</span>, kemudian ayat di bawah ini:<br /><br /><table style="text-align: left; margin-left: 0px; margin-right: 0px;" class="tbl"><tbody><tr><td class="fonts" align="right"><img src="http://www.jkmhal.com/quran/images/26/26_137.png" /></td></tr> <tr><td class="fonts"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">"</span><span style="font-style: italic;">(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu."</span><br />(Q.S. 26. Al-Syu'ara, A. 137).<br /></td></tr></tbody></table><div style="text-align: justify;"><br />menggunakan kata <span style="font-style: italic;">akhlaq</span> untuk arti <span style="font-style: italic;">adat kebiasaan</span>. Dengan demikian kata <span style="font-style: italic;">akhlaq</span> atau <span style="font-style: italic;">khuluq</span> jika ditinjau dari sudut lughot berarti <span style="font-style: italic;">muru'ah, perangai, adat kebiasaan, bidu pekerti </span>atau<span style="font-style: italic;"> segala sesuatu yang telah menjadi tabi'at</span>.<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Pengertian Akhlaq Dari Sudut Pandang Istilahi</span><br /></div><br />Sebagai pendekatan kita mengetahui pengertian <span style="font-style: italic;">akhlaq</span> dari sudut pandang istilahi, saya ajak kita untuk merujuk kepada pendapat para ulama terkemuka, sebagai berikut:<br /><br />1. Menurut Imam Al-Gazali:<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan."</span>1<br /><br />2. Menurut Ibnu Maskawaih:<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan."</span>2<br /><br />3. Menurut Ibrahim Anis:<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan."</span>3<br /><br />4. Menurut Abdul Karim Zaidan:<br /><br /><span style="font-style: italic;">"(Akhlaq) adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dalam sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya."</span>4<br /><br />5. Menurut Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A:<br /><br />".......akhlaq itu haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar."5<br /><br />6. Menurut Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A:<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlaq, yaitu:</span><br /><span style="font-style: italic;">1. Perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.</span><br /><span style="font-style: italic;">2. Perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.</span><br /><span style="font-style: italic;">3. Bahwa perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.</span><br /><span style="font-style: italic;">4. Bahwa perbuatan akhlaq adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.</span><br /><span style="font-style: italic;">5. Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlaq (khusus akhlaq yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian."</span>6<br /><br />7. Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin<br /><br /><span style="font-style: italic;">".......Akhlaq ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlaq."</span>7<br /><br />8. Menurut Prof. K.H. Farid Ma'ruf<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu."</span>8<br /><br />9. Menurut Dr. M. Abdullah Dirroz<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Akhlaq adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlaq yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlaq yang jahat).</span><span style="font-style: italic;"> Perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaqnya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:</span><br /><span style="font-style: italic;">1. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.</span><br /><span style="font-style: italic;">2. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain sebagainya."</span>9<br /><br />Namun dari kitab <span style="font-style: italic;">Dairatul Ma'arif,</span> secara singkat kita dapat tambahan pengertian akhlaq, yaitu: <span style="font-style: italic;">"sifat-sifat manusia yang terdidik."</span><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Kesimpulan</span><br /></div><br />Dengan demikian kita menyimpulkan bahwa pengertian <span style="font-style: italic;">akhlaq </span>adalah:<span style="font-style: italic;"> "Perbuatan yang telah biasa dilakukan secara berkesinambungan dengan kesadaran sendiri, baik itu bawaan lahir, maupun hasil dari didikan yang diperoleh dari orang lain yang telah menyatu dalam diri dan tertanam dalam jiwa sehingga menjadi sifat kepribadiannya sehari-hari."</span><br /><br />Maka yang kita maksudkan dengan <span style="font-style: italic;">tasawuf akhlaqi</span> adalah <span style="font-style: italic;">ajaran tasawuf yang inti pengajarannya mengarah pada penyucian segala sifat yang Allah tidak ridho, sehingga melahirkan komunitas manusia mulia di hadapan Allah dan makhluk-Nya</span>. www.tasawufislam.blogspot.com<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Referensi:</span><br /><br />1. Imam Al-Gazali, <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Ihya 'Ulumuddin</span>, Jld. III, Darul Fikri, Beirut, tt, Hal. 56.<br />2. Ibnu Maskawaih, <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Tahzib Al-Akhlaq Wa Tathhir Al-A'raq</span>, Al-Mathba'atul Mishriyah, Mesir, Cet. I, 1934, Hal. 40.<br />3. Ibrahim Anis, <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Al-Mu'jam Al-Wasith</span>, Darul Ma'arif, Kairo, 1972, Hal. 202.<br />4. Abdul Karim Zaidan, <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Ushulud Da'wah, Jam'iyatul Amani</span>, Baghdad, Iraq, 1976, Hal. 75.<br />5. Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A, <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Kuliah Akhlaq</span>, LPPI, Yogyakarta, Cet. VI, Februari 2004, Hal. 3.<br />6. Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A, <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Akhlak Tasawuf</span>, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, Hal. 4-5.<br />7. Prof. Dr. Ahmad Amin, <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Al-Akhlaq</span>, alih bahasa Prof. K.H. Farid Ma'ruf, Bulan Bintang, Jakarta, 1977, Hal. .......<br />8. Prof. K.H. Farid Ma'ruf, <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Analisa Akhlaq</span>, Persatuan, Yogyakarta, 1964, Hal. .......<br />9. Dr. M. Abdullah Dirroz dalam Drs. H. A. Mustofa, <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Akhlak Tasawuf</span>, CV. Pustaka Setia, Bandung, Cet. V, November 2008, Hal. 14.<br /></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-48139657777730973762010-03-31T20:03:00.000-07:002010-04-09T18:48:23.163-07:00Judul Tugas Makalah Ilmu Tasawuf 2010<div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold; font-style: italic;">Tasawuf Islam</span> <span style="color: rgb(51, 102, 102);">dari</span> <span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold; font-style: italic;">Kiyai Mas Gun</span> <span style="color: rgb(204, 51, 204);">diumumkan bahwa mahasiswaku di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Sibolga Semester IV tahun 2010 ini saya wajibkan membuat makalah dengan judul sesuaikan dengan nomor urut absensi antum, sebagai berikut:</span><br /><br /><div style="text-align: center; color: rgb(51, 51, 255);">1. Pengertian tasawuf dan tinjauan Qur'ani wal Haditsi.<br />2. Dasar-dasar keberadaan ilmu tasawuf.<br />3. Tasawuf dari sudut pandang Qur'ani.<br />4. Tasawuf dari sudut pandang haditsi.<br />5. Tasawuf dari sudut pandang sunnah rasuli.<br />6. Tasawuf dari sudut pandang ijma' ulama sufi.<br />7. Tasawuf dari sudut pandang ijtihad sufi.<br />8. Tasawuf dari sudut pandang qias sufi.<br />9. Latar belakang munculnya ilmu tasawuf.<br />10. Sejarah tasawuf menjadi ilmu pengetahuan.<br />11. Perkembangan tasawuf dari masa ke masa.<br />12. Tasawuf salafi.<br />13. Tasawuf falsafi.<br />14. Tasawuf Syi'i.<br />15. Tasawuf akhlaqi.<br />16. Tasawuf batini.<br />17. Tasawuf fikri.<br />18. Tasawuf Sunni.<br />19. Tasawuf qolbi.<br />20. Tasawuf jasadi.<br />21. Tasawuf amali.<br />22. Tasawuf irfani.<br />23. Muatabah.<br />24. Muroqobah.<br />25. Mujahadah.<br />26. Musyahadah.<br />27. Mukasyafah.<br />28. Mahabbatullah.<br />29. Makrifatullah.<br />30. Aliran-aliran dalam tasawuf.<br />31. Maqamat dalam ilmu tasawuf.<br />32. Sifat-sifat kebaikan menurut kaca mata Al-Qur'an.<br />33. Sifat-sifat kebaikan menurut kaca mata Al-Hadits.<br />34. Sifat-sifat keburukan menurut sudut pandang Al-Qur'an.<br />35. Sifat-sifat keburukan menurut sudut pandang Al-Hadits.<br />36. Sejarah Hidup Al-Kindi.<br />37. Sejarah Hidup Al-Razi.<br />38. Sejarah Hidup Al-Farabi.<br />39. Sejarah Hidup Ibnu Sina.<br />40. Sejarah Hidup Al-Gazali.<br />41. Sejarah Hidup Ibnu Rusydi.<br />42. Sejarah Hidup Rabi'atul Adawiyah.<br />43. Sejarah Hidup Dzunnun Al-Mishri.<br />44. Sejarah Hidup Abu Yazid Al-Bustami.<br />45. Sejarah Hidup Abu Mansur Al-Hallaj.<br />46. Sejarah Hidup Ibnu Arabi.<br />47. Sejarah Hidup Al-Jili.<br />48. Sejarah Hidup Ibnu Sabi'in.<br />49. Sejarah Hidup Hamzah Fansuri.<br />50. Sejarah Hidup Nuruddin Ar-Raniri.<br />51. Sejarah Hidup Syekh Abdul Ra'uf Assingkili.<br />52. Sejarah Hidup Abdul Shomad Al-Palembangi.<br />53. Sejarah Hidup Syekh Yusuf Al-Makasari.<br />54. Sejarah Hidup Nawawi Al-Bantani.<br />55. Sejarah Hidup Buya Hamka Al-Sumbari.<br />56. Sejarah Hidup Ibnu Maskawaih.<br />57. Sejarah Hidup Ibnu Bajjah.<br />58. Sejarah Hidup Ibnu Thufail.<br />59. Sejarah Hidup Khawarizmi.<br />60. Sejarah Hidup Ibnu Khaldun.<br />61. Sejarah Hidup Al-Rumi.<br />62. Sejarah Hidup Al-Battani.<br />63. Sejarah Hidup Abu Bakar Al-Razi.<br />64. Sejarah Hidup Abu Hasan Al-Asyari.<br />65. Sejarah Hidup Al-Hasib Al-Karki.<br />66. Sejarah Hidup Ikhwan Al-Shaffa.<br />67. Sejarah Hidup Ibnu Haitsam.<br />68. Sejarah Hidup Ibnu Hazmi.<br />69. Sejarah Hidup Al-Bathal Yausi.<br />70. Sejarah Hidup Hayyun Bin Yaqzhan.<br />71. Syari'at. tariqat, hakikat dan makrifat menurut Al-Qur'an dan Hadits.<br />72. Sistematika menghadirkan Allah di relung jiwa.<br />73. Bukti-bukti keberadaan Allah.<br /></div><br /><span style="color: rgb(204, 51, 204);">Keterangan lebih lanjut tentang sistematika penulisan makalah yang saya inginkan silahkan hubungi Kiyai Mas Gun Al-Pandani di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Sibolga dalam aktivitas perkuliahan. Tugas ini wajib 'ain dikerjakan dan sudah selesai dengan baik wal benari seminggu sebelum ujian semester genap. Selamat meneliti, semoga antum menjadi salah seorang Sufi Muda tercerahkan di masa mendatang sebagaimana layaknya para sufi tercerahkan di masa silam yang penuh anugerah ilahi fil jasadi wal batini. Amin wal aman Ya Allah. <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">www.tasawufislam.blogspot.com</span> </span><br /></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-30172764142115266182010-03-30T18:30:00.000-07:002010-03-30T18:54:21.126-07:00Dasar Ilmu Tasawuf<div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Tasawuf Islam</span> dari <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kiyai Mas Gun</span> berkata: Sebagaimana ilmu-ilmu Islam lainnya, ilmu tasawuf terlahir bukan tanpa dasar (dalil), ilmu tasawuf terlahir di jagat Allah ini setelah memiliki dalil yang sangat kuat dan penuh pertimbangan yang sangat matang dari para pendiri, pencetus dan pengamal assabikuna awwalin para sufi profesional yang tidak kenal lelah berikhtiar mensucikan batinnya dari segala noda dosa yang tidak diridhoi Allah Sang Penguasa Jagat. Adapun dasar keberadaan ilmu tasawuf adalah:</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">1. Al-Qur'an</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">2. Al-Hadits</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">3. Ijma' 'Ulama</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">4. Ijtihad 'Ulama</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">5. Qias</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">6. Ilhamullah</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">7. Hidayatullah</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">7 dasar di atas yang menjadi dasar (dalil) keberadaan ilmu tasawuf di jagat Allah ini, terlepas dari kritikan negatif dari orang-orang yang ilmunya belum sampai kepada ilmu tasawuf atau dari orang-orang yang di hatinya ada iri dengki kepada para sufiyallah atau dari orang-orang yang di hati dan fikirannya sama sekali tidak mengakui keberadaan keesaan Allah berikut kekuasaanNya, wajar dan harap dimafhumi sajalah, iyakan?</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Pada tulisan selanjutnya akan kita kaji satu persatu dasar-dasar ilmu tasawuf seperti pada poin 1-7 secara mendalam sesuai hidayah yang Allah anugerahkan pada saya, insya Allah tsumma insya Allah. <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">www.tasawufislam.blogspot.com</span></span><br /></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-68083366644750429152009-07-05T19:56:00.000-07:002009-07-05T20:22:03.286-07:00Akhlaq Tercela<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqSt8ofQ00WB24f8ffOHzNLckCHR9f6BVdxdOLjmYG4u-G3tnhLtwwCx6hTNFNE5MTjW5496sOc9AT7wusDcadoXX5qL_DQPiOT_iOlWWqlr2dNleFge8RvXMezIC9vEclMYLc4gn3spL8/s1600-h/Fhoto+Mas+Gun.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 87px; height: 82px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqSt8ofQ00WB24f8ffOHzNLckCHR9f6BVdxdOLjmYG4u-G3tnhLtwwCx6hTNFNE5MTjW5496sOc9AT7wusDcadoXX5qL_DQPiOT_iOlWWqlr2dNleFge8RvXMezIC9vEclMYLc4gn3spL8/s320/Fhoto+Mas+Gun.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5355176040915301730" border="0" /></a><span style="color: rgb(102, 0, 0);"><span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Tasawuf Islam:</span> Setiap Muslim yang ingin meningkatkan derajat hidupnya menjadi seorang sufi, tidaklah wajar memiliki akhlaq tercela, untuk itu sudah sewajarnya mensucikan dirinya dari akhlaq tercela. Dustalah seseorang mengaku diri sebagai sufi, jika masih memiliki akhlaq tercela pada dirinya. Adapun akhlaq tercela yang harus disucikan dari diri adalah:</span><br /><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">1. Mengikuti hawa nafsu.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">2. 'Ujub.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">3. Menguping yang tidak berguna.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">4. Sombong.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">5. Berlebihan.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">6. Menyesali kebaikan.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">7. Menta'ati orang yang melampaui batas.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">8. Berdusta tas nama Allah.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">9. Berdusta atas nama Rasulullah.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">10. Berbuat kerusakan.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">11. Kikir.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">12. Angkuh.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">13. Melacurkan diri.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">14. Membenci.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">15. Melanggar hak.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">16. Menuduh.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">17. Boros.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">18. Memata-matai.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">19. Menyebarkan berita bohong.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">20. Memberi gelar yang buruk.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">21. Membanggakan diri.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">22. Terang-terangan berbauat kemungkaran.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">23. Terang-terangan berkata buruk.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">24. Hasud.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">25. Khianat.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">26. Riya.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">27. Berprasangka buruk.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">28. Tamak.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">29. Terpedaya pada kesenangan dunia.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">30. Curang.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">31. Menunggu masaknya makanan ketika bertamu.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">32. Marah.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">33. Lalai.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">34. Gibah.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">35. Fasik.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">36. Berdusta.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">37. Ucapan tidak sesuai dengan perbuatan.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">38. Berbuat keji.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">39. Keras hati.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">40. Kekafiran.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">41. Mengumpat.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">42. Mencela.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">43. Licik.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">44. Enggan melakukan kebaikan.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">45. Makar.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">46. Ingkar janji.</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">47. Namimah (mengelabui orang lain).</span><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">48. Menyebut-nyebut kebaikan diri sendiri.</span><br /><br /><span style="color: rgb(102, 0, 0);">Demikianlah akhlaq tercela yang harus disucikan pada diri setiap sufi yang ingin memiliki kesempurnaan dirinya dalam kesufiannya di muka bumi Allah ini, dustalah seseorang mengaku diri sebagai seorang sufi jika masih memiliki akhlaq tercela. <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">www.tasawufislam.blogspot.com</span></span><br /></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-49195674033067858182009-06-12T03:17:00.000-07:002009-06-12T03:41:54.184-07:00Akhlak Terpuji<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuuKnwprw62KBbfwpM342owLrmhdmozsCSQjeCgaJRQJQY-511aAnvnmMxpuMEsUMuHA5uOkGTIVjpO3LvuDDYKgUjMnv6WLRUQOjPaUi4P11ejpCouZqY1Kgr1hg4O99I8fRcUviMV6hd/s1600-h/Fhoto+Mas+Gun.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 63px; height: 72px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuuKnwprw62KBbfwpM342owLrmhdmozsCSQjeCgaJRQJQY-511aAnvnmMxpuMEsUMuHA5uOkGTIVjpO3LvuDDYKgUjMnv6WLRUQOjPaUi4P11ejpCouZqY1Kgr1hg4O99I8fRcUviMV6hd/s320/Fhoto+Mas+Gun.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5346383878774513234" border="0" /></a><span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Tasawuf Islam:</span> <span style="color: rgb(51, 51, 255);">Setiap sufi wajib mengisi diri dengan akhlak terpuji, agar menjadi insan terpuji di hadapan Allah dan terpuji pula di hadapan selain Allah, dengan begitu sempurnalah kesucian dirinya dan terujilah kesucian batinnya sehingga layak menjadi sufiyallah (insan suci yang berjalan di atas jalan Allah), tanpa akhlak terpuji itu maka dustalah kesufiannya di bumi Allah ini.</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Adapun akhlak terpuji yang saya maksudkan itu adalah:</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">1. Ihsan.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">2. Berteman baik.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">3. Istiqamah.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">4. Ishlah.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">5. Bersikap menengah.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">6. Menjauhi perbuatan sia-sia.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">7. Adil.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">8. Tawaddu'.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">9. Menolak kejahatan dengan kebajikan.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">10. Kasih sayang.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">11. Syukur nikmat.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">12. Bersikap terpuji.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">13. Sabar.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">14. Siddiq.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">15. Tabligh.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">16. Amanah.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">17. Fathonah.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">18. Dermawan.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">19. Pema'af.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">20. Menundukkan pandangan.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">21. Menjaga kemaluan.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">22. Berbuat kebajikan.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">23. Menghormati tamu.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">24. Sederhana dalam berjalan.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">25. Melunakkan suara.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">26. Berbicara dengan baik.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">27. Sopan dalam berbuat.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">28. Menahan amarah.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">29. Berlomba dalam berbuat baik.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">30. Bersih.</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">31. Menepati janji.</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Semoga bermanfaat. </span><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">www.tasawufislam.blogspot.com</span><br /></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-68120100061196345102009-05-18T21:29:00.000-07:002009-05-18T21:54:29.912-07:00Tasawuf Sunni Di Indonesia<div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Tasawuf Islam:</span> Seperti dicatat Alwi Shihab dalam bukunya</span><span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;"><i> "Islam Sufistik, Islam Pertama Dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia</i></span><span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">": Tasawuf sendiri tidak sepi konflik, khususnya antara tasawuf sunni dan tasawuf falsafi, tatkala pada akhir abad ke-6 H bermunculan tarekat-tarekat yang sebagian besar mulai mengorientasikan pandangannya pada fiqih dan syari'at.</span></div><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Tasawuf sunni dengan tokoh pertamanya yang menonjol, Ar-Raniri, menolak dan mencela tasawuf falsafinya Hamzah Fansuri. Dengan fatwa yang menyeramkan ia menjatuhkan veto kafir atas ajaran Fansuri.</span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Menurut Ar-Raniri, tasawuf falsafi tak lebih sebagai ajaran kebatinan dan kejawen, dan bahkan Nasrani yang berbaju Islam.</span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Dalam babakan sejarah peradaban Islam awal, tasawuf falsafi tak ubahnya anak haram; selalu dikejar-kejar dan disingkirkan seperti anjing kurap penyebar virus berbahaya bagi akidah. Puncak dari perseteruan itu tatkala Sitti Jenar dieksekusi mati oleh dewan wali (Wali Songo) karena dianggap telah keluar dari rel ajaran Islam murni.</span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Benarkah tasawuf falsafi telah menyimpang? Tampaknya tidak. Dari sinilah kita melihat bagaimana Alwi Shihab dengan jenial dan piawai melakukan rangkaian pembelaan dan anotasi kesalahan persepsi Ar-Raniri atas ajaran tasawuf Fansuri. </span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Menurut Alwi, Ar-Raniri menyerang Fansuri dengan tidak mengikuti pendekatan "ilmiah obyektif" melainkan cara-cara propaganda apologetik. Ia menghujat penganut tasawuf falsafi sebagai murtad yang kemudian dihalalkan darahnya dan menyebabkan jatuhnya ribuan korban yang tak berdosa.</span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Adalah benar, kata Alwi, Ar-Raniri cukup berjasa dalam menancapkan akar tasawuf sunni, tetapi jasa baik itu tak lantas membuat kita menutup mata dari kesewenang-wenangan fatwanya yang menyeramkan. (hlm 264)</span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Kesalahan fatal penganut tasawuf sunni adalah kesimpulan mereka bahwa ajaran Ronggowarsito merupakan diaspora dari tasawuf falsafi. Padahal dalam karya-karya sosok yang disebut-sebut Bapak Kebatinan Indonesia ini, seperti <i>Suluk Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Lukma Lelana,</i> dan <i>Serat Hidayat Jati,</i> yang sering diaku-aku Ronggowarsito berdasarkan kitab dan sunnah, menyimpan beberapa kesalahan tafsir dan transformasi pemikiran yang sangat mencolok.</span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Bahkan, Alwi menemukan bahwa Ronggowarsito hanya mengandalkan terjemahan buku-buku tasawuf dari bahasa Jawa dan tidak melakukan perbandingan dengan naskah asli bahasa Arab. Lagi pula Ronggowarsito sendiri belum pernah bersentuhan langsung dengan karya-karya Al-Hallaj maupun Ibn 'Arabi yang merupakan <i>maestro</i> tasawuf falsafi.</span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Boleh dibilang Ronggowarsito memang tak berhasil memahami ajaran "murni" tasawuf. (hlm 266)</span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Maka bagi Alwi adalah aneh bila tasawuf falsafi dipresepsi sebagai aliran kebatinan dalam ajaran Hindu dan Buddha, seperti dituduhkan kalangan tasawuf sunni. Justru, seperti pengantar yang ditulis KH Abdurrahman Wahid untuk buku ini, reaksi atas perkembangan tasawuf falsafi yang rasional inilah orang Jawa mengembangkan kebatinan, doktrin-doktrin yang sinkretik, yang justru bisa diatasi ketika ajaran "panteisme" Al-Hallaj masuk lewat perantaraan Sitti Jenar. (hlm xxvi)</span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Belum lagi doktrin-doktrin <i>wahdah al wujud</i> Ibn 'Arabi dan ilmu <i>hudhuri</i> (iluminasi) Suhrawardi, yang juga menjadi rujukan utama tasawuf falsafi, mampu menampung kebutuhan sementara kaum kebatinan atau kaum sinkretik Hindu dan Buddha.</span></p><p style="text-align: justify;"> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;">Oleh karena itu, sungguh tak arif rasanya bila kemudian kita mengatakan bahwa perkembangan tasawuf sunni merupakan satu-satunya variabel yang menyemarakkan aktivitas keagamaan di Nusantara. Kita juga harus menerima bahwa orang-orang berpaham kebatinan yang merupakan tetesan penerus tasawuf falsafi yang dibawa Al-'Arabi dan Al-Hallaj dan diperkenalkan Fansuri dan Sitti Jenar sebagai bagian dari penyebaran Islam. <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">www.tasawufislam.blogspot.com</span><br /></span></p><p> <span style="font-family:arial;font-size:85%;color:#000000;"><b> <center> <h3>Sumber:</h3><h3><span style="font-style: italic;">http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0108/27/dikbud/melu37.htm</span><br /></h3></center></b></span></p>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-59822889878374454032009-05-18T21:06:00.000-07:002009-05-18T21:27:45.509-07:00Pengertian Akhlak Tasawuf<div style="text-align: justify;"><span class="detail"><span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Tasawuf Islam:</span> Secara etimologis ahkhlaq adalah bentuk jamak dari khuluq yang artinya budi pekerti, tingkah laku, perangai atau tabi?at। Mempunyai sinonim etika dan moral। Etika dan moral berasal dari bahasa Latin yang berasal dari kata etos : kebiasaan dan mores artinya kebiasaannya. Kata akhlaq berasal dari kata kerja khalaqa yang artinya menciptakan. Khaliq maknanya pencipta atau Tuhan dan makhluq artinya yang diciptakan, sedangkang khalaq maknanya penciptaan. Kata khalaqa yang mempunyai kata yang seakar diatas mengandung maksud bahwa akhlaq merupakan jalinan yang mengikat atas kehendak Tuhan dan manusia. Pada makna lain kata akhlaq dapat diartikan tata perilaku seseorang terhadap orang lain. Jika perilaku atupun tindakan tersebut didasarkan atas kehendak Khaliq (Tuhan) maka hal itu disebut sebagai akhlaq hakiki. Dengan demikian akhlaq dapat dimaknai tata aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan serta alam semest</span><br /><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> Pengertian akhlaq secara terminologis menurut :</span><br /><span class="detail"></span><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> a) Imam Ghozali :</span><br /><span class="detail"></span><br /><div style="text-align: right;"><span class="detail"> <span style="font-weight: bold;">الخلق عبارة عن هيئة في النفس راسخة عنها تصدر الأفعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى فكر ورؤية</span></span><br /></div><span class="detail"></span><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun pertimbangan?.</span><br /><span class="detail"></span><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> b) Ibnu Maskawaih :</span><br /><span class="detail"></span><br /><div style="text-align: right;"><span class="detail"> <span style="font-weight: bold;">الخلق حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من غير فكر وروية</span> </span><br /></div><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> Akhlaq adalah gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak membutuhkan pikiran.</span><br /><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> c) Menurut Ahmad Amin :</span><br /><span class="detail"></span><br /><div style="text-align: right;"><span class="detail"> الخلق عادة الإرادة</span><br /></div><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> Khuluq (akhlaq) adalah membiasakan kehendak.</span><br /><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> Dari berbagai definisi diatas, definisi yang disampaikan oleh Ahmad Amin lebih jelas menampakkan unsur yang mendorong terjadinya akhlaq yaitu ?adah : kebiasaan dan iradah : kehendak. Jika ditampilkan satu contoh proses akhlaq adalah ;</span><br /><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> 1) Dalam ?adah; - harus ada kecenderungan untuk melakukan sesuatu, - terdapat pengulangan yang sering dikerjakan sehingga tidak memerlukan pikiran.</span><br /><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> 2) Dalam iradah: a) lahir keinginan-keinginan setelah ada rangsangan (stimulan) melalui indra-इन्द्रन्य b) muncul kebimbangan, mana yang harus dipilih diantara keinginan-keinginan itu। Padahal harus memilih satu dari keinginan tersebut c) mengambil keputusan dengan menentukan keinginan yang diprioritaskan diantara banyak keinginan tersebut.<br /></span><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> Contoh Pada jam 2 siang seorang berangkat ke pasar untuk mencari bengkel motor untuk membeli kampas rem. Di saat memasuki lorong gang, ketika menoleh ke arah kanan melihat warung makan yang penuh sesak dan kepulan bau nikmat yang ia hirup. Sesaat kemudian melihat arah kiri, terdapat es cendol yang laris dibeli orang. Padahal orang tersebut sudah lapar dan haus. Sementara di arah depan kelihatan mushalla yang nampak bersih dan dilihat hilir mudik orang sembahyang. Kemudian orang tersebut menentukan shalat terlebih dahulu karena mempertimbangkan jam yang sudah limit. Kesimpulan yang dipilih oleh orang tersebut setelah banyak mempertimbangkan beberapa keinginan disebut iradah. Jika iradah tersebut dibiasakan setiap ada beberapa keinginan dengan tanpa berpikir panjang karena sudah dirasakan oleh dirinya maka disebut akhlak. </span><br /><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> Sebaliknya ada seorang kaya, mendengarkan pengajian Da?i kondang menjelaskan hikmah infaq. Orang itu kemudian tertarik dan secara spontan memberikan uang satu juta rupiah untuk didermakan. Orang tersebut belum termasuk dermawan, karena pemberiannya ada dorongan dari luar. Orang tidak termasuk ramah tamu jika ia senang membeda-bedakan tamu yang datang. Dengan demikian akhlaq bersifat konstan (tetap-selalu) spontan, tidak temporer dan juga tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.</span><br /><span class="detail"></span><br /><span class="detail"> Disamping akhlaq ada istilah lain disebut etika dan moral masing-masing bahasa Latin. Tiga istilah diatas sama ?sama menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan seseorang. Bedanya akhlaq mempunyai standar ajaran yang bersumber kepada al-Qur?an dan Sunnah Rasul. Etika berstandar kepada akal pikiran, sedangkan moral bersumber kepada adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat. Dalam penggunaan kata-kata tersebut kadang-kadang terjadi tumpang tindih, seperti Hassan Shadily menggunakan istilah moral sama dengan akhlaq. <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">www.tasawufislam.blogspot.com<br /><br /></span></span><div style="text-align: center;"><span class="detail"><span style="font-weight: bold;">Sumber:</span><br /><span style="font-style: italic;">http://www.aminazizcenter.com/2009/artikel-61-kuliah-akhlak-tasawuf.html</span><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);"></span></span><br /><span class="detail"><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);"></span></span></div></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-3369453284644740732009-05-16T10:44:00.000-07:002009-05-16T11:35:58.750-07:00Hamzah Fansuri<p style="margin: 2pt 0in 0pt; text-align: justify;"><span lang="SQ"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Tasawuf Islam</span> <span style="color: rgb(102, 0, 0);">dari</span> <span style="font-style: italic; color: rgb(51, 51, 255);">www.indonesiafile.com/content/view/48/42</span> <span style="color: rgb(102, 0, 0);">dituliskan bahwa:</span> <span style="color: rgb(102, 0, 0);">Tasawuf Falsafi Nusantara pertama diterapkan ulama sufi Hamzah Fansuri. Tak diketahui jelas kelahirannya tapi diperkirakan sufi-pujangga itu wafat sekitar 1607 M. Ia lahir di suatu desa bernama Syahru Nawi di Siam (kini Thailand). Data itu diperoleh dari kitab yang ditulisnya, </span><i style="color: rgb(102, 0, 0);">Rubaiyyat.</i><span style="color: rgb(102, 0, 0);"> Ia hidup pada masa Sultan Alauddin Riayat Syah dan pada awal pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Kerajaan Aceh antara 1550-1605 M. </span><p style="margin: 2pt 0in 0pt; color: rgb(102, 0, 0);"><br /></p><p style="margin: 2pt 0in 0pt; color: rgb(102, 0, 0);"><span lang="SQ">Di samping bahasa Melayu Indonesia, ia juga menguasai bahasa Arab dan Persia. Dalam pengembaraan intelektualnya, ia sempat berkunjung ke Irak, Persia, India dan dua kota suci, Makkah dan Madinah. Di Irak, malah ia mendapatkan penghargaan sufi untuk Tarekat Jailani dari salah seorang syaikh (guru). Namun, sampai sekarang, siapa saja guru Fansuri, tak banyak diketahui. <p style="margin: 0in 0in 0pt;"><br /></p><p style="margin: 0in 0in 0pt;"><span style="font-size:10;">Hanya saja, dalam karya-karyanya, ia menyebut beberapa nama sufi besar yang kerap menginspirasinya. Semisal Abu Yazid al-Busthami, Junaid al-Baghdadi, al-Hallaj, al-Ghazali, al-Mas'udi, al-Aththar, Jalaluddin al-Rumi, al-Iraqi, al-Maghribi Syah Ni'matullah, dan al-Jami'. Fansuri tidak saja rajin menerjemahkan dan menghimpun pendapat mereka, tapi juga menulis beberapa karya terkait dengan corak tasawuf yang diacunya. <p><span lang="SQ" style="font-size:10;">Dalam tradisi tasawuf Nusantara, ada dua corak dominan saat itu. Pertama, tasawuf Sunni. Tasawuf Sunni adalah jenis tasawuf dengan poros ajaran Imam al-Ghazali. Kitab yang dirujuk adalah Ihya Ulumuddin, Minhaj al-Abidin, dan Bidayah al-Hidayah. Tasawuf Sunni banyak diikuti oleh para ulama dan fuqaha yang tersebar di berbagai wilayah Nusantara. Itu disebabkan tasawuf juga yang dikembangkan oleh Wali Songo ketika menyebarkan Islam di bumi Nusantara. </span></p></span></p></span></p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 0);"> <span lang="SQ" style="font-size:10;"> </span> <span lang="SQ" style="font-size:10;">Inilah salah satu karya dari syair-syair Fansuri: </span><div style="text-align: center;"><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;">Saat kau menjadikan harta sebagai teman,</span></p></span><span lang="SQ" style="font-size:10;">maka akibatnya adalah kehancuran, </span><span lang="SQ" style="font-size:10;"></span><br /><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;"> keputusannya jauh dari kebenaran, </span></p></span>sebagaimana jauhnya dari keikhlasan. <span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;"></span><span lang="SQ" style="font-size:10;"> <p><span lang="SQ" style="font-size:10;">Wahai nak yang memahami, </span></p></span></p></span><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;">jangan menemani orang yang zalim </span></p></span><span lang="SQ" style="font-size:10;"></span><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;">karena Rasul yang bijaksana, melarang </span></p></span><span lang="SQ" style="font-size:10;"></span>menolong kezaliman <span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;">Wahai kaum fuqara, </span></p></span></p></span></p></span><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;">jauhilah menemani para umara </span></p></span></p></span><span lang="SQ" style="font-size:10;"></span><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;">karena Rasul memberi peringatan</span></p></span></p></span>tidak membedakan yang kecil dari yang besar. </div><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;"><p><span lang="SQ" style="font-size:10;">Melalui syair-syair itu, Fansuri mengritik, baik ulama, fuqaha atau para penguasa yang lalai dengan tugas-tugasnya. Tidak terbuai oleh kemewahan dan jangan terjebak kepada fanatisme buta. Apalagi ketika telah diselubungi oleh keangkuhan dan kesombongan. Syair-syair itu sekaligus menunjukkan bahwa Fansuri adalah ulama yang sangat peduli dengan kondisi sosial masyarakatnya. <p><span lang="SQ" style="font-size:10;">Prosa dan syair karangan beliau sebetulnya sangatlah banyak. Namun, karena karya-karyanya sempat dibakar oleh salah satu kelompok yang tidak menyukainya di depan Masjid Raya Aceh, sebagian besar karyanya hangus. Hanya ada beberapa risalah tasawuf yang berhasil diselamatkan dan dianggap sebagai karya orisinal Fansuri. Di antaranya adalah Kitab Syarab al-Asyiqin (Minuman Orang yang Berahi), Asrar al-'Arifin (Rahasia Orang yang Bijaksana), al-Muntaha, dan Zinat al-Wahidin (Perhiasan Orang-orang yang Mengesakan). Syarab al-Asyiqin, secara umum, adalah ikhtisar berisi ajaran wahdat al-wujud Ibnu Arabi, Shadr al-Din al-Qunawi, dan Abd al-Karim al-Jilli. Risalah itu memuat tahap-tahap pencapaian makrifat dengan mengikuti amalan Tarekat Qadariyah. Kitab itu merupakan panduan bagi pemula dalam ilmu suluk yang terbagi dalam 7 bab. Bab 1, 2, 3, dan 4 menguraikan tahap-tahap ilmu suluk, yang terdiri dari syari'at, thariqat, hakikat, dan makrifat. <p><span lang="SQ" style="font-size:10;">Hamzah Fansuri ini adalah seorang mistikus yang mengikuti ajaran kesatuan eksistensial (<em><span style="font-style: normal;">wihdat al-wujud</span></em>) milik Ibnu Arabi. Menurutnya, ketika segala sesuatu itu belum ada atau belum ber-<em><span style="font-style: normal;">wujud</span></em>, maka yang pertama-tama ada hanyalah Allah sebagai <em><span style="font-style: normal;">Zat Semata</span></em>, tanpa <em><span style="font-style: normal;">sifat</span></em> dan <em><span style="font-style: normal;">nama</span></em>. Allah sebagai zat itu adalah Allah dalam kondisi diam tanpa aktivitas atau Allah dalam aspeknya yang adikodrati (transenden). Ia adalah <em><span style="font-style: normal;">Yang Awwal</span></em> dan <em><span style="font-style: normal;">Yang Akhir</span></em>, yang tiada teribaratkan dan tiada termisalkan. Nama <em><span style="font-style: normal;">Zat Semata</span></em> adalah <em><span style="font-style: normal;">Huwa</span></em>. <p><span lang="SQ" style="font-size:10;">Hamzah Fansuri menambahkan, Allah dalam kondisi diam tanpa aktivitas tersebut, adalah seperti laut yang dalam, karena hakikat dari<em><span style="font-style: normal;"> Zat</span></em> tidak dapat dikenal dan diketahui. Lagi pula, tak seorang juapun dapat tahu akan hal itu. Jadi, kalau Allah dalam sisi-Nya yang transenden adalah <em><span style="font-style: normal;">Zat Semata </span></em>dan bernama <em><span style="font-style: normal;">Huwa</span></em>, jadi Allah dalam kondisi beraktivitas atau sisi imanen-Nya bernama <em><span style="font-style: normal;">Allah</span></em>. <em><span style="font-style: normal;">Allah</span></em> adalah himpunan segala nama Allah, dan di bawah nama Allah ini terdapat banyak sekali nama, namun yang terkenal ada 99 nama yang biasa diberi nama <em><span style="font-style: normal;">asma al-husna</span></em>. Allah dalam aspek hakikat-Nya yang bernama <em><span style="font-style: normal;">Zat</span></em> dan Allah dalam aspek imanen-Nya, yaitu <em><span style="font-style: normal;">wujud</span></em> yang bernama <em><span style="font-style: normal;">Allah</span></em>, maka <em><span style="font-style: normal;">Zat Allah</span></em> dengan wujud <em><span style="font-style: normal;">Allah</span></em> adalah esa. <p><span lang="SQ" style="font-size:10;">Hamzah Fansuri ini menegaskan bahwasanya <em><span style="font-style: normal;">wujud Allah</span></em> dan <em><span style="font-style: normal;">wujud alam</span></em> adalah esa. Alam tidak memiliki wujud sebab menurut beliau, alam itu bukanlah <em><span style="font-style: normal;">wujud</span></em>. Wujud alam itu adalah wujud bayang-bayang atau wujud wahmi, artinya bagaikan bayang-bayang pada cermin, ia tampaknya memiliki wujud tapi sebenarnya tidak. Jadi, karena alam ini tidak berwujud sendiri melainkan diberikan wujud oleh Allah, maka rupanya ada tapi pada hakikatnya tidaklah ada. <p><span lang="SQ" style="font-size:10;">Sebenarnya Hamzah Fansuri melalui simbol cermin itu hendak menjelaskan hubungan timbal balik yang tidak terpisahkan antara Allah dan alam seperti tampak dalam ajarannya mengenai penciptaan. Bagi Hamzah, proses penciptaan tak lain ialah proses di mana Allah memanifestasikan diri-Nya sendiri, atau dalam istilah disebut dengan <em><span style="font-style: normal;">tajalli</span></em>, dan proses pemanifestasian diri ini dilakukan melalui berbagai fase yang disebut dengan <em><span style="font-style: normal;">ta'ayyunat</span></em>, yaitu kenyataan pertama, biasa disebut <em><span style="font-style: normal;">martabat wahdat</span></em>, atau pemanifestasian Zat kepada diri-Nya sendiri. Pada saat Allah melihat pada diri-Nya sendiri, maka Allah melihat kesempurnaan <em><span style="font-style: normal;">diri-Nya. </span></em></span><em><span style="font-style: normal;font-size:10;" > <p><span class="postbody"><span lang="SQ" style="font-size:10;">Dengan demikian martabat Tuhan sangat berbeda dengan martabat alam. Hal ini diuraikan dalam ajarannya mengenai martabat tujuh, yakni satu wujud dengan tujuh martabatnya. Tulisnya, Ketahui olehmu bahwa sesungguhnya martabat wujud Allah itu tujuh martabat; pertama martabat ahadiyyah, kedua martabat wahdah, ketiga martabat wahidiyyah, keempat martabat alam arwah, kelima martabat alam mitsal, keenam martabat alam ajsam dan ketujuh martabat alam insan. </span></span><span class="postbody"><span style="font-size:10;"> <p><span class="postbody"><span lang="SQ" style="font-size:10;">Maka ahadiyyah bernama hakikat Allah Ta'ala, martabat Dzat Allah Ta'ala dan wahdah itu bernama hakikat Muhammad, ia itu bernama sifat Allah, dan wahidiyyah bernama (hakikat) insan dan Adam 'alaihi al-Salam dan kita sekalian, ia itu bernama asma Allah Ta'ala, maka alam arwah adalah martabat (hakikat) segala nyawa, alam mitsal adalah martabat (hakikat) segala rupa, alam ajsam adalah martabat (hakikat) segala tubuh, dan alam insan adalah martabat (hakikat) segala manusia. Adapun martabat ahadiyyah, wahdah dan wahidiyyah itu anniyyat Allah Ta'ala, maka alam arwah, alam mitsal alam ajsam dan alam insan itu martabat anniyyat al-makhluk.<span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);"> www.tasawufislam.blogspot.com</span> </span></span></p></span></span></p></span></em></p></span></p></span></p></span></p></span></p></span></p></span></p></span></p></span></p></span></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-63313993181221883252009-05-16T10:24:00.000-07:002009-05-16T10:44:14.957-07:00Tasawuf Falsafi<div style="text-align: center;"><div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span style="font-weight: bold;" class="alignjustify"><span>A. Definisi Tasawuf Falsafi</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span>Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau tasawuf salafi. kalau tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis (العملي ), sedangkan tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis (النطري ) sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendektan-pendekatan filosofis yang ini sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil.</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Dari adanya aliran tasawuf falsafi ini menurut saya sehingga muncullah ambiguitas-ambiguitas dalam pemahaman tentang asal mula tasawuf itu sendiri. kemudian muncul bebrapa teori yang mengungkapkan asal mula adanya ajaran tasawuf. Pertama; tasawuf itu murni dari Islam bukan dari pengaruh dari non-Islam. Kedua; tasawuf itu adalah kombinasi dari ajaran Islam dengan non-Islam seperti Nasrani, Hidu-Budha, filsafat Barat (gnotisisme). Ketiga; bahwa tasawuf itu bukan dari ajaran Islam atau pun yang lainnya melainkan independent.</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Teori pertama yang mengatakan bahwa tasawuf itu murni dari Islam dengan berlandaskan QS. Qaf ayat 16 yang artinya “Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahuapa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah yang ada dilehernya”. Ayat ini bukan hanya sebagai bukti atau dasar bahwa tasawuf itu murni dari Islam meliankan salah satu ajaran yang utama dalam tasawuf yaitu wihdatul wujud. Kemudian kami juga mengutip pendapat salah satu tokoh tasawuf yang terkenal yaitu Abu Qasim Junnaid Al-Baqdady, menurutnya “yang mungki menjadi ahli tasawuf ialah orang yang mengetahui seluruh kandungan al-qur’an dan sunnah”. Jadi menurut ahli sufi, setiap gerak-gerik tasawuf baik ‘ilmy dan ‘amaly haruslah bersumber dari al-qur’an dan sunnah. Maka jelas bahwa tasawuf adalah murni dari Islam yang tidak di syari’atkan oleh nabi akan tetapi beliau juga mempraktikkannya. Buktinya sejak zaman beliau (nabi Muhammada-red) juga ada kelompok yang mengasingkan diri dari dunia, sehingga untuk menjaga kekhusuan mereka beliau memberi mereka tempat kepada mereka di belakang muruh nabi. Meskipun istilah tasawuf itu belum ada tapi dapat di sinyalir bahwa munculnya ajaran-ajaran seperti itu (zuhud/ warok, mendekatkan diri pada Allah-red) sudah ada sejak zaman Islam mulai ada, dan nabi sendiri sejatinya adalah seorang sufi yang sejati.</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Kemudian pendapat kedua yang mengatakan bahwa tasawuf adala kombinasi dari ajaran Islam dengan yang lainnya (non-Islam). Mereka memberi contoh beberapa ajaran yang ada di tasawuf sama dengan aliran (ajaran) lain, misal:<br /></span></span><span></span></span></span></span><br /><div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span style="font-weight: bold;" class="alignjustify"><span>Sumber dari Nasrani:</span></span><span style="font-weight: bold;"></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span>1.Konsep Tawakal</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span>2.Peranan Syekh</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span>3.Adanya ajaran tentang menehan diri tidak menikah.</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span></span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153); font-weight: bold;"><span><span><span class="alignjustify"><span>Sumber Hindu:</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span>1. Al-fanah = Nirwana</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span>2. Zuhud = menjahui dunia</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span></span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153); font-weight: bold;"><span><span><span class="alignjustify"><span>Sumber Yunani (fil. Barat):</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span>1. Filsafat Ilmu jiwa</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span>2. Filsafat Phytagoras</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span>3. Filsafat Plotinus</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span>4. Termasuk juga gnotisisme.</span></span><span></span></span></span></span><br /></div><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span><br />Dari sinilah nampak ada kemiripan dalam ajaran setiapa masing yang diakibatkan dari akulturasi sehingga terjadi penjumboan (bersatu) antara ajaran Islam dalam tasawuf dengan yang lain.</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span><br />Pendapat yang ketiga ini yang mengatakan tasawuf itu bukan dari mana-mana yaitu independen, dengan berdasarkan dengan kisah bahwa pada waktu itu ada seorang raja yang hidup bergelimpangan dengan harta namun dia masih mengalami ketegangan dalam hidupdalam artian jiwanya belum tenang, akhirnya atas nasihat dari seseorang yang dia temui di hutan saat berburu mencoba mengasingkan diri ke bhutan dan meninggalkan semua hartanya. sehingga dari sini dapat di tarik bahwa tasawuf muncul untuk mengatasi kebosan seseorang dari kehidupan dunia tanpa adanya spiritualitas dalam jiwa sehingga mengalami kekeringan jiwa, yang kemudian diisi kembali dengan nilai spiritualitas dengan menjahui kehidupan dunia dan mendekatkan diri kepada Tuhan.</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Dari pemaparan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tasawuf itu benar-benar asali (murni) dari ajaran Islam yang tidak di syari’atkan atau di sunnahkan oleh nabi meskipun beliau juga melakukanya. Kemudian pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari akulturasi ajaran lain termasuk gnotis itu juga tidak bisa disalahkan, sebab adanya pengklasifikasian tasawuf sehingga muncul beberapa tasawuf, seperti tasawuf sunni, salafi dan tasawuf falsafi membuat determinasi diantaranya. maka jikalau dikatakan tasawuf adalah akulturasi antara Islam dengan yang lain itu termasuk tasawuf falsafi yang mana telah mengedepankan asas rasio sehingga berbaur dengan fisafat-filsafat yang ada di ajaran lain, dimana dalam menganalisis tasawuf dengan paham emanasi Neo-platonisme dalam semua fariasi baik dari Ibn Sina samapai Mulla Shadra.</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span style="font-weight: bold;" class="alignjustify"><span>B. Latar belakang berkembangnya Tasawuf Falsafi</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Perenungan ketuhanan kelompok sufi dapat dikatakan sebagai reaksi terhadap corak pemikiran teologis pada masa itu. Di pihak lain, para filosof dengan tujuan menjembatani antara agama dengan filsafat, terpaksa mempreteli sebagaian dari sifat-sifat Tuhan sehingga Tuhan tidak mempunyai kreativitas lagi. dengan perkembangan tasawuf yang mempunyai tipologi, secara global dapat diformasikan adanya tiga konsep tentang Tuhan yaitu; konsepti etikal, konsepi estetikal dan konsepsi union mistikal.</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Konsepsi etikal berkembang pada zuhada, munurut mereka Dat Tuhan adalah sumber kekuatan, daya iradat yang mutlak. Tuhan adalah pencipta tertinggi, oleh kaena itu perasaan takut kepada Tuhan lebih mempengaruhi mereka ketimbang rasa pengharapan. timbulnya konsep ini bersumber dari keyakinan bahwa Tuhan adalah asal segala yang ada, sehingga antara manusia dengang Tuhan ada jalur komunikasi timbal balik. Doktrin ini belanjut kepada keyakinan, bahwa penciptaan alam semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empirik atau sebagai mazhohir dari asma Tuhan. </span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Berkembangnya tasaawuf sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucia batin dalam perjalanan menuju kedekatan dengan Allah, juga menarik perhatian para pemikir muslim yang berlatar belakang teologi dan filsafat. Dari kelompok inilah tampl sejumlah kelompok sufi yang filosofis atau filosofis yang sufi. Konsep-konsep mereka yang disebut dengan tasawuf falsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat. ajran filsafat yang paling banyak dipergunakan dalam analisis tasawuf adalah paham emanasi Neo-Plotinus.</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Andaya pemaduan antara filsafat dengan tasawuf pertama kali di motori oleh para fisful muslim yang pada saat itu mengalami helenisme pengetahuan. Misalanya filsuf muslim yang terkenal yang membahas tentang Tuhan dengan mengunakan konsep-konsep neo-plotinus ialah Al-Kindi. Dalam filsafat emanasi Plotinus roh memancar dari diri Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tapi, sama dengan Pythagoras, dia berpendapat bahwa roh masuk ke dalam tubuh manusia juga kotor, dan tak dapat lagi kembali ke Tuhan. Selama masih kotor, ia akan tetap tinggal di bumi berusaha. dari sini di tarik ke dalam ranah konsep tasawuf yang berkeyakinan bahwa penciptaan alam semesta adalah pernyataan cinta kasih Tuhan yang direfleksikan dalam bentuk empirik atau sebagai mazhohir dari asma Tuhan. </span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Namun istilah tasawuf fal <st1:city st="on"><st1:place st="on">safi</st1:place></st1:city> bulum terkenal pada waktu itu, setelah itu baru tokoh-tokoh teosofi yang populer. Abu Yazid al-Bustami, Ibn Masarrah (w.381 H) dari <st1:place st="on">Andalusia</st1:place> dan sekaligus sebagai perintisnya. orang kedu yang mengombinasikan antara teori filsafat dan tasawuf ialah Suhrawardi al-Maqtul yang berkembang di <st1:country-region st="on">Persia</st1:country-region> atau <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Iran</st1:place></st1:country-region>. Masih banyak tokoh tasawuf falsafi yang berkembang di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Persia</st1:place></st1:country-region> ini sepeti al-Haljj dengan konsep al-Hulul yakni perpaduan antara isan dengan Tuhan.</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Perkembangan puncak dari tasawuf falsafi, sebenarnya telah dicapai dalam konsepsi al-wahdatul wujud sebagai karya pikir mistik Ibn Arabi. sebelum Ibn arabi muncul teorinya seorang sufi penyair dari Mesir Ibn al-Faridh mengembangkan teori yang sama yaitu al-wahdat asa-syuhud.</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Pada umumnya konsep ini diterima dan berkembang dari kaum syi’ah dan bermazhabkan Mu’tazilah. Makanya nama lain dari tasawuf falsafi juga di sebut dengan tasawuf Syi’i. diterimanya konsep-konsep atau pola pikir tasawuf falsafi di kawasan <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Persia</st1:place></st1:country-region>, karena dimungkinkann disana dulu adalah kawasan sebelum Islam sudah mengenal filsafat. </span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Semenjak masa Abu Yazid al-Busthami, pendapat sufi condong pada konsep kesatuan wujud. Inti dari jaran ini adalah bahwa dunia fenomena ini hanyalah bayangan dari realitas yang sesungguhnya, yaitu Tuhan. Satu-satunya wujud yang hakiki adalah wujud Tuhan yang merupakan dasar dan sumber kejadian dari segala sesuatu. Dunia ini hanyalah bayangan yang keberadaannya tergantung dengan wujud Tuhan, sehingga realitas hidup ini hakikatnya tunggal.</span></span><span></span></span></span></span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Atas dasar seperti itu tentang Tuhan yang seperti itu, mereka berpendapat bahwa alam dan segala yang ada termasuk manusia merupakan radiasi dari hakikat Ilahi. Dalam diri manusia terdapat unsur-unsur ke –Tuhanan, karena merupakan pancaran dari Tuhan. </span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Dari konsep seperti ini lah para sufi dari tasawuf falsafi ini mempunyai karakteristik sendiri sehingga dapat di pukul rata bahwa semua konsep yang ditawarkan oleh para sufi falsafi ini adalah konsep wihdatul wujud, meskipun dalam penjabarannya mengalami perbedaan dan perkembangan yang berbeda antara sufi yang satu dengan sufi yang lain.</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span>Seperti hanya dalam konsep emanasi, Ibn Arabi menggunakan bentuk pola akal yang bertingkat-tingkat, seperti; akal pertama, kedua, ketiga dan sampai akal kesepuluh. Dimana ia mencoba mengambarkan bahwa proses terjadinya sesuatu ini berasal dari yang satu, kalau meminjam bahasanya Plotinus ialah The One.</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Kemudian konsep itu terus disempurnakan bahwakan mengalami kritikana dari sufi-sufi yang lain. Misalnya sufi yang memperbarui konsep ajaran Ibn Arabi ini ialah Mulla Shadra yang lebih mencoba menggunkan konsep yang rasional dengan istilah Nur yang mana ia mencoba merujuk dari al-qur’an sendiri bahwa Tuhan adalah cahaya dari segala cahaya..</span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Akan tetapi Mulla Shadra membedakan cahaya kedalam dua kategori yaitu cahaya yang tidak mempunyai sifat dan cahaya yang menunjukkan sebuah sifat dari barang itu. Misal cahaya yang menunjukkan sifatdari benda itu ialah cahaya lampu, matahari, cahaya lampu lalulintas dan lain-lain. Sedangkan cahaya yang tak menggandung dari sifat benda ialah cahaya Tuhan itu sendiri. Bahkan dalam bukunya Syekh Adurun Nafis menggabarkan bahwa Nur Tuhan bukan cahaya, jadi nur adalah nur bukan cahaya. </span></span><span></span></span></span></span><br /><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);"><span><span><span></span><span class="alignjustify"><span> Bisa kita tarik kesimpulan bahwa tasawuf falsafi muncul dari ketakajuban para filsuf Islam yang mencoba mengombinasikan konsep ajaran dengan tasawuf. Atau bisa dikatakan konsep tasawuf dikemas dan dipandang dari segi kacamata filosofis, sehingga memunculkan ajaran-ajaran yang sifatnya lebih ke teoritis dan tak lepas dari pengaruh dari konsep emanasinya Plotinus.</span></span></span></span></span><span><span style="color: rgb(153, 51, 153);" class="alignjustify"><span> </span></span><span></span></span><br /><span><span></span></span></div><span><span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">Sumber:</span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-style: italic;">http://slendangwetan29.blogspot.com/2008/02/tasawuf-falsafi.html</span><br /><br /></span></span></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-54109674991256909302009-05-16T10:18:00.000-07:002009-05-16T10:23:33.238-07:00Belajar Tasawuf<div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(51, 102, 102);font-family:verdana, arial;" ><p><b>Tanya:</b> Assalamu'alaikum Wr. Wb. Saya seorang pelajar di sebuah SMK Kudus, saya ingin belajar tasawuf, pertanyaan saya:</p> <p> 1. Umur berapa seseorang boleh belajar tasawuf?</p> <p> 2. Tahapan-tahapan apa yang harus dijalani untuk masuk tasawuf?</p> <p> 3. Bolehkah saya belajar tasawuf dari Bapak?</p> <p> Selanjutnya saya mohon doa:</p> <p> 1. Agar selalu ingat kepada Allah</p> <p> 2. Agar pikiran cerdas menerima pelajaran di sekolah</p> <p> 3. Agar jauh dari godaan setan. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.</p> <p> <b>A Gusmintoyo </b></p></span><br /><span style="color: rgb(51, 102, 102);font-family:verdana, arial;" ><p><b> Mejobo, Kudus</b></p> <p><b>Jawab </b>:Tasawuf adalah suatu bidang ilmu keislaman dengan berbagai pembagian di dalamnya, yaitu <i>Tasawuf Akhlaqi, Tasawuf Amali</i> dan <i>Tasawuf Falsafi</i>. <i>Tasawuf Akhlaqi</i> berupa ajaran mengenai moral/akhlak yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan yang optimal. Ajaran yang terdapat dalam tasawuf ini meliputi <i>Takhalli</i>, yaitu penyucian diri dari sifat-sifat tercela. <i>Tahalli</i>, yaitu menghiasi dan membiasakan diri dengan sikap perbuatan terpuji dan <i>Tajalli</i>, yaitu tersingkapnya <i>Nur Ilahi</i> (Cahaya Tuhan) seiring dengan sirnanya sifat-sifat kemanusiaan pada diri manusia setelah tahapan <i>takhalli</i> dan <i>tahalli</i> dilalui.</p> <p> <i>Tasawuf Amali</i> berupa tuntunan praktis tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Ini identik dengan <i>Tarekat</i>, sehingga bagi mereka yang masuk <i>tarekat</i> akan memperoleh bimbingan semacam itu. Sementara <i>Tasawuf Falsafi</i> berupa kajian tasawuf yang dilakukan secara mendalam dengan tinjauan filosofis dengan segala aspek yang terkait di dalamnya. Dalam <i>Tasawuf Falsafi</i> ini dipadukan visi intuitif tasawuf dan visi rasional filsafat. Dari ketiga bagian tasawuf tersebut, secara esensial semua bermuara pada penghayatan terhadap ibadah murni <i>(mahdlah)</i> untuk mewujudkan <i>akhlak al-karimah</i> baik secara individual maupun sosial.</p> <p> Berdasarkan tujuan dari tasawuf tersebut, yaitu berupaya membentuk watak manusia yang memiliki sikap mental dan perilaku yang baik <i>(akhlaqul karimah)</i>. Manusia yang bermoral dan memiliki etika serta sopan santun, baik terhadap diri pribadi, orang lain, lingkungan dan Tuhan, maka semua orang wajib belajar tasawuf <i>(Tasawuf Akhlaqi)</i>.</p> <p> Belajar tasawuf ini sudah harus dimulai semenjak dini seiring dengan penanaman nilai-nilai keagamaan pada anak-anak. Orang tua dan para guru adalah tempat menimba dan mendidik tasawuf. (Anda boleh belajar tasawuf pada saya, tetapi perlu juga belajar pada orang lain, sebab kemampuan saya sangat terbatas).</p> <p> Namun belajar tasawuf secara mendalam, yaitu <i>Tasawuf Amali</i> dan khususnya <i>Tasawuf Falsafi</i>, memang diharapkan dilakukan setelah seseorang memiliki tingkat pengetahuan akidah dan syariah yang mencukupi. Untuk lebih jelasnya mengenai masalah tersebut juga tahapan-tahapan yang harus dilakukan sebelum belajar tasawuf. Silahkan baca artikel ''Tasawuf dan Perdukunan'' pada kolom Tasawuf Interaktif <i>Suara Merdeka</i> Sabtu, 23 November 2002 ''Mursyid dan Tarekat'' (<i>Suara Merdeka</i> edisi Sabtu, 3 Agustus 2002), atau ''Mengenali Diri Kunci Mengenali Tuhan'' (<i>Suara Merdeka</i> edisi Sabtu, 21 Desember 2002).</p> <p> Untuk belajar <i>Tasawuf Amali</i> dan <i>Falsafi</i> harus kepada ahlinya. Anda dapat membaca buku-buku mengenai tasawuf seperti ''Sufi dari Zaman ke Zaman'', ''Tasawuf dan Krisis'', ''Menggugat Tasawuf'', ''Tasawuf dan Tarekat'', Intelektualisme Tasawuf, dan lain-lain.</p> <p> Untuk permohonan doa yang Anda sampaikan, seperti saya utarakan di muka, tasawuf adalah akhlak, termasuk di dalamnya akhlak kepada Allah. Dalam tasawuf diajarkan manusia diharapkan selalu ingat kepada Allah, kapan pun dan di mana pun. Dengan mengingat Allah maka segenap aktivitas manusia selalu terkontrol karena merasa selalu dalam pengawasan Allah <i>(muraqabah)</i>, selalu berbuat baik dan tidak mudah tergoda hawa nafsu dan setan sehingga terjerumus ke dalam perbuatan jahat.</p> <p> Untuk selalu ingat kepada Allah <i>(dzikir)</i> adalah dengan selalu menyebut nama-nama Allah <i>(asma'ul husna)</i> seperti <i>''Allah''</i>, membaca tasbih: <i>''Subhanallah'', takbir ''Allahu Akbar'', tahlil ''La ilaha illa Allah''</i>, dan sebagainya, ataupun membaca Alquran. Dengan demikian diharapkan memperoleh makna dari firman Allah dalam surat Ar-Ra'd 13: 28: <i>''Dan orang-orang yang beriman, yang tenang hatinya dengan selalu mengingat Allah. Ketahuilah, hanya dengan dzikir hati akan menjadi tenang''</i>.</p> <p> Kemudian agar memiliki kemampuan berpikir yang baik, mudah menerima pelajaran, tidak cukup hanya dengan berdoa tetapi harus dengan usaha yang tekun. Baik usaha lahir seperti belajar yang giat, makan dengan gizi seimbang, dan usaha batin dengan melakukan <i>riyadhah</i> (tirakat/laku batin) seperti melakukan puasa sunah Senin Kamis, shalat malam, dan sebagainya, serta menjauhi perbuatan dosa (maksiyat).</p> <p> Hati adalah ibarat cermin, bisa cerah karena ketaatan dan bisa buram karena kedurhakaan. Dengan menghindari dosa, maka hati kita bisa cerah dan dengan demikian maka kita terhindar dari godaan setan. Demikian jawaban saya, semoga Anda berhasil. <i>Wa Allah a'lam bi al-shawab</i>.(35)</p></span><div style="text-align: center;"><span style="font-family:verdana, arial;"><p style="color: rgb(0, 0, 153);">Sumber:</p><span style="font-style: italic; color: rgb(51, 51, 255);">http://www.suaramerdeka.com/harian/0302/22/ragam5.htm</span></span><br /></div></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-40137723618591063992009-05-16T10:05:00.000-07:002009-05-16T10:17:34.957-07:00Tasawuf Kontemporer<h1 style="color: rgb(102, 0, 204);">MAKALAH-KULIAH</h1> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; line-height: 150%; text-align: center; color: rgb(102, 0, 204);" align="center"><span style="font-size: 24pt; line-height: 150%;"><strong><span style="font-family: Times New Roman;">TASAWUF KONTEMPORER</span></strong></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: center; color: rgb(102, 0, 204);" align="left"><span style="font-size: 14pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"><strong>Oleh:</strong></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: center; color: rgb(102, 0, 204);" align="left"><span style="font-size: 14pt;"><span style="text-decoration: underline;"><span style="font-family: Times New Roman;"><strong>ABDULLAH KHUSAIRI</strong></span></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: center; color: rgb(102, 0, 204);" align="left"><span style="font-size: 14pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"><strong>NIM 08806804</strong></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; line-height: 150%; text-align: center; color: rgb(102, 0, 204);" align="left"><strong><span style="font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;"> </span></span><span style="font-size: 14pt;"><span style="font-family: Times New Roman;">Dosen Pembimbing:</span></span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: center; color: rgb(102, 0, 204);" align="left"><span style="font-size: 14pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"><strong>PROF. DR. H. DUSKI SAMAD, MA</strong></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; line-height: 200%; text-align: center; color: rgb(102, 0, 204);" align="center"> </p><h2 style="margin: 0pt; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-family: Times New Roman;"><span><span style="font-size: small;">A.</span><span style="font-family: 'Times New Roman'; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><span style="font-size: small;">Pendahuluan </span></span></h2> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Times New Roman;">Ketika peradaban ummat manusia sampai pada puncaknya, pertanyaan yang mendasar tentang eksistensi kehadirannya di dunia kembali muncul untuk mendapatkan jawaban. <em>Apa sebenarnya hakikat manusia hidup di dunia?</em> Ketika pertanyaan itu muncul, peradaban puncak itu runtuh dengan sendirinya. Maka, kehidupan yang masuk fase digitalisasi, <em>dunia serba di ujung jari</em></span></span><a name="_ftnref1" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn1"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[1]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">, hanya menjadi tiada berarti. Muncul kegersangan jiwa dan manusia kembali mencari jati diri dalam bentuk lain. Manusia akhirnya kembali mencari dan menggali kedalaman makna kehidupan dan hakikat dirinya.</span><a name="_ftnref2" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn2"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[2]</span></span></span></span></a></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Eksistensi kehidupan dunia ternyata tak sekedar mencari dan memenuhi hasrat terhadap materi belaka. Jiwa yang selama ini kurus kering dan berkerontang tak dipenuhi kebutuhannya meminta untuk diisi dan diberi makan juga. Inilah titik balik yang membuat beberapa waktu terakhir munculnya fenomena menarik masyarakat kota. Tumbuhnya pola hidup beragama yang berwajah lain. Agama tak sekedar ritual aktual tetapi menjadi ritual religi yang menumbuhkan aura kesadaran mendalam atas ibadah dan pendekatan diri terhadap Pencipta. Jika selama ini agama hanyalah sebuah bentuk ibadah formal, menyaru kepentingan duniawi atasnya, digali lebih dalam mendekati titik ketakutan manusia atas kematian nurani yang selama ini telah terbelenggu dalam <em>kerangkeng</em> materialisme, terkubur di bawa liberalisme dan kapitalisme. Maka agama kini tak sekedar kegiatan rutin tanpa memberi sentuhan kedekatan bathin terhadap Pencipta. Dengan kata lain, ketika modernisasi Barat meninggalkan agama, mempengaruhi semua lini kehidupan, maka atas kesadaran terhadap kekosongan jiwa, pada saat itulah agama diajak kembali di masa posmodernis saat ini.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Dr. KH. Hamdan Rasyid, di dalam buknya berjudul <em>Sufi Berdasi, Mencapai Derajat Sufi dalam Kehidupan Modern</em>, mengatakan, fenomena menarik pada sebagian masyarakat di kota-kota besar sekarang ini, yaitu mereka mulai tertarik untuk mempelajari dan mempraktikkan pola hidup sufistik. Hal ini dapat dilihat dari banjirnya buku-buku tasawuf di tokok-toko buku, bermunculannya kajian-kajian tasawuf dan maraknya tayangan-tayangan, baik di TV maupun radio.</span><a name="_ftnref3" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn3"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[3]</span></span></span></span></a></p> <p style="color: rgb(102, 0, 204);"><span id="more-1630"></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Inilah sebuah bukti, ternyata agama telah dibawa untuk hidup di wilayah industri dan digitalisasi. Maka kitab suci masuk ruang internet, diolah ke dalam <em>MP3</em>, pesantren virtual, dan segala macamnya. Fenomena ini makin menarik dikaji mengingat betapa pongahnya masyarakat modern ketika puncak kehidupannya yang rasional, empiris telah membawa mereka ke puncak peradaban.</span><a name="_ftnref4" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn4"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[4]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <p class="MsoBodyTextIndent2" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Makalah ini mencoba masuk pada kajian, apakah ini bentuk tasawuf kontemporer? Dari mana akar peradabannya? </span></p> <p class="MsoBodyTextIndent2" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; line-height: normal; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: -18pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman;"><strong><span><span style="font-size: small;">B.</span><span style="font-family: 'Times New Roman'; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></strong><strong><span style="font-size: small;">Pengertian</span></strong></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Times New Roman;">Sangat rumit untuk mencocokkan fenomena ini sebagai sebuah bentuk aktual kehidupan agama di tengah masyarakat kota. Apalagi tidak ada bimbingan tokoh dan fase yang menjadi petunjuk dalam kajian ini. Oleh karenanya, penulis mencoba berangkat dari pengertian dua kata; <em>tasawuf </em>dan <em>kontemporer</em>. Dimana, pengertian-pengertian itu akan memberi pemahaman dan batasan, baik dari segi waktu maupun konteks<span> </span>yang akan dibicarakan.<span> </span></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Ahli bahasa masih berbeda pendapat terhadap pengertian tasawuf. Ada yang menyebut tasawuf dari kata <em>shafa’</em> yang berarti suci, bersih, ibarat kilatan kaca. Sebagian yang lain berpendapat bahwa tasawuf itu berasal dari kata <em>shuf</em>, yang berarti bulu binatang, sebab orang-orang yang memasuki dunia tasawuf dan mengamalkan ajaran tasawuf (pada masa awal Islam) itu memakai baju dari bulu binatang yang kasar sebagai bentuk pemberontakan, kebencian terhadap hidup <em>glamour</em>, pakaian indah dan mahal. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 17.85pt; text-indent: 36pt; line-height: 190%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Namun sebagian ahli bahasa juga ada yang menyatakan bahwa kata tasawuf diambil dari kata <em>shuffah </em>(kaum <em>shuffah</em>), yaitu segolongan sahabat Rasulullah SAW yang memisahkan diri di satu tempat tersendiri di samping masjid Nabawi, yang mereka ini mempunyai pola hidup menjauhi kehidupan dunia. Ada juga sebagian ahli bahasia yang berpendapat bahwa sebenarnya tasawuf berasal dari kata shufanah, yaitu sejenis kayu mersik yang tumbuh di padang pasir tanah Arab. Bahkan ada juga di antara para ahli yang menyatakan tasawuf bukanlah berasal dari akar bahasa Arab, tetapi berasal dari bahasa Yunani Lama yang diarabkan yaitu dari kata <em>Theosofie </em>yang berarti ilmu ketuhanan, yang kemudian diarabkan dan diucapkan oleh lidah orang Arab menjadi tasawuf.</span><a name="_ftnref5" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn5"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[5]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 17.85pt; text-indent: 36pt; line-height: 190%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Terlepas dari perbedaan di kalangan ahli bahasa tentang arti dan asal kata tasawuf, namun ada benang merah dari semua kata tersebut, yaitu tasawuf adalah sebuah ajaran (Pola Hidup) yang mengajarkan kepada manusia untuk membersih diri dari sesuatu yang hina dan menghiasinya dengan sesuatu yang baik untuk mencapai tingkat yang lebih dengan Allah atau sampai pada <em>maqam</em> yang tinggi.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 17.85pt; text-indent: 36pt; line-height: 190%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Dengan kata lain, tasawuf adalah ajaran bagaimana berakhlak dengan akhlak <em>rabbaniyah</em>, seperti iman, amal shaleh, ibadah, dakwah, akhlak dan bakti kepada orang tua, untuk mencapai <em>maqam</em> yang tinggi, yaitu dekat dan keredhaan Allah SWT. Atau dengan ungkapan lain, tasawuf pada dasarnya adalah <em>takhalluq</em>, dan <em>takhalluq</em> pada dasarnya berakhlak mulia kepada sesama. Meneladani Rasulullah SAW dan mengharap kecintaan denga meninggalkan nafsu duniawi.</span><a name="_ftnref6" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn6"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[6]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 17.85pt; text-indent: 36pt; line-height: 185%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Jadi, sufi (orang yang mengamalkan ajaran tasawuf) adalah orang yang berusaha membersihkan diri dari sesuatu yang hina dan menghiasi dirinya dengan sesuatu yang baik, yaitu <em>akhlak rabbaniyah</em>, atau sampai pada maqam tertinggi.</span><a name="_ftnref7" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn7"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[7]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> Dan jika seseorang telah dekat denga Allah dan meraih cinta-Nya, karena kemuliaan akhlaknya, maka secara otomatis ia pun akan dekat dan dicintai oleh sesama manusia. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 17.85pt; text-indent: 36pt; line-height: 185%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Setelah memahami selintas pengertian tasawuf, penulis kemukakan pengertian istilah Kontemporer. Istilah dari akar kata bahasa Inggris yang dipungut menjadi istilah bahasa Indonesia, <em>contemporary</em>, berarti sezaman, sebaya, seumur dan zaman sekarang,</span><a name="_ftnref8" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn8"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[8]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> dewasa ini, mutakhir, sedangkan kata mutakhir berarti terbaru atau modern pada masa kini, <em>misalnya pameran seni lukis kontemporer</em>.</span><a name="_ftnref9" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn9"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[9]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> Secara harfiah, kontemporer dapat dipahami sebagai waktu sekarang yang aktual. Terkini dan menjadi <em>trend </em>baru. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 17.85pt; text-indent: 36pt; line-height: 185%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Beranjak dari pengertian dua akar kata di atas, menurut penulis, kita diajak untuk menangkap fenomena <em>terkini </em>terhadap perkembangan sosial dunia tasawuf. Dimana secara garis besar dapat dibagi dua corak, tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi.</span><a name="_ftnref10" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn10"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[10]</span></span></span></span></a><span><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Tentu tidaklah mudah untuk menarik kesimpulan dan menformat fenomena tersebut menjadi sebuah <em>grand teori</em>, karena gejala tersebut justru tengah berlangsung hingga detik ini. Tetapi secara akademis ilmiah hal ini patut dilakukan, mengingat bagaimana arah dan tujuan hidup manusia pada perkembangan zaman ini. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <h3 style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-family: Times New Roman;"><span><span style="font-size: small;">C.</span><span style="font-family: 'Times New Roman'; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><span style="font-size: small;">Fenomena Tasawuf Kontemporer</span></span></h3> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Bagaimana bisa menyebut tasawuf kontemporer sebagai bentuk baru dari suasana beragama dan pencarian manusia terhadap Pencipta. Setidaknya penulis memiliki tawaran pemikiran sebagai berikut; Tasawuf kontemporer tidak terlepas dari kontek ajaran tasawuf klasik. Tetapi tidak memiliki silsilah secara langsung terhadap tasawuf klasik. Kalau masih ada silsilah, tentu saja ia masih masuk kategori tasawuf klasik. Tasawuf kontemporer terdapat di wilayah masyarakat kota mengambil ajaran tasawuf dan mengemasnya menjadi industri baru berbasis agama karena dibutuhkan oleh masyarakat kota. Kejenuhan masyarakat kota terhadap persaingan hidup membuat pasar tasawuf tumbuh dan masuk wilayah komunikasi massa dan teknologi. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Penulis berpendapat, tasawuf kontemporer adalah penamaan yang pada dasarnya berakar dan berada pada barisan neo-sufisme Fazlur Rahman</span><a name="_ftnref11" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn11"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[11]</span></span></span></span></a><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Times New Roman;"><span> </span>dan tasawuf modern,<span class="MsoFootnoteReference"> </span>yang diusung Hamka. Menurut Hamka, tasawuf modern adalah penghayatan keagamaan esoteris yang mendalam tetapi tidak dengan serta merta melakukan pengasingan diri (<em>uzlah</em>). Hal ini menurut Nurcholis Madjid, <em>neo-sufism</em> menekankan perlunya keterlibatan diri dalam masyarakat secara lebih dari pada sufism terdahulu. Neo Sufism cenderung menghidupkan kembali aktifitas <em>salafi </em>dan menanam kembali sikap positif terhadap kehidupan. </span></span><a name="_ftnref12" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn12"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[12]</span></span></span></span></a></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Pemahaman ini bisa memberi bukti konkrit ketika melihat fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kota saat ini. Terdapat lembaga-lembaga tasawuf yang tidak memiliki akar langsung kepada tarekat dan digelar massal juga komersial. Sekedar misal, <em>Indonesian Islamic Media Network </em>(IMaN), Kelompok Kajian Islam Paramadina, Yayasan Takia, <em>Tasauf Islamic Centre Indonesia</em> (TICI). Kelompok ini mencoba menelaah dan mengaplikasikan ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari secara massal. Misalnya Dzikir Bersama, Taubat, Terapi Dzikir. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Wajah tasauf dalam bentuk lain dilakukan —dan sangat laku— <em>Emotional Spritual Question </em>(ESQ) di bawah pimpinan Ari Ginanjar. Konon, konsep awal ESQ ini, dilakukan oleh kaum nashrani di Eropa dan Amerika dalam mengantisipasi kebutuhan jiwa masyarakat kota setempat. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Selain bentuk lembaga, dalam pengembangannya melibatkan komunikasi massa. Misalnya, promosi dalam bentuk buku, pamflet, iklan, adventorial, program audio visual CD, VCD, Siaran Televisi, hingga internet (misalnya, <em>www.sufinews.com, www.pesantrenonline.com, gusmus.net, myquran.com</em>). Siaran televisi yang sehari-hari dapat ditonton, memperlihatkan kecenderungan yang sama besarnya dengan <em>booming </em>sinetron misteri dengan tayangan dzikir bersama dan ceramah agama. Berawal dari <em>Televisi Manajemen Qolbu </em>(MQ TV) di Bandung di bawah pimpinan Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), muncul beberapa nama lain menyusulnya. Sekedar menyebut, Arifin Ilham, Ustazd Jefri.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Karena masuk pada ranah industri dan bersentuhan dengan komersialisme, tasauf terkesan menjadi alat untuk mengedepankan perilaku keagamaan yang katarsis. Bersedih dan disedih-sedihkan. Taubat, sebuah jendela masuk tasawuf menjadi arena penyesalan yang dipertontonkan. Dzikir, sebagai lapazkan secara bersama-sama panduan yang terpaksa <em>khusu’</em>, Do’a yang disandiwarakan dengan tetes air mata. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Artinya, jika tidak hati-hati, pola seperti ini akan terjerumus dalam <em>pseudo</em> tasawuf. Tasawuf yang hanya mengedepankan tontonan daripada substansi penghayatan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Karena ia masuk dalam wadah publikasi, maka ongkos (bahasa yang lebih sopan digunakan; <em>mahar</em>) yang harus dibayar adalah tumbuhnya idola baru yang menjadi pujaan. Berbeda dengan tasawuf klasik dan tarekat yang memiliki rasa hormat yang tinggi terhadap guru spiritual, yang terjadi pada tasawuf kontemporer adalah pemujaan idola yang tiada berbeda dengan pemujaan manusia sekuler terhadap Madonna. Dan janganlah heran, jika hari lebaran, salah satu baju “wajib” dibeli kaum muslim adalah baju (simbol) yang dipakai sang idola. Suasana religius yang terpaksa hadir itu juga dibayar mahal jika akan menghadirkan sang idola ke sebuah majelis. Sungguh naif, bila dipandang dari segi ajaran tasawuf itu sendiri.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Selain bentuk-bentuk di atas, tanpa mengurangi kehadiran tasauf klasik yang masih berkembang bersamaan juga dengan tarekat yang sudah pula masuk ke kota besar, tasawuf kontemporer juga ditunjukkan dalam bentuk terapi pengobatan. Seperti<span> </span>terapi Narkoba dengan Dzikir Abah Sepuh dan Abah Anom di Pesantren Suralaya. Pengamalan ibadah agama—shalat wajib, shalat sunat—yang lengkap dan metode tasauf (taubat, dzikir) yang dijalankan selama 24 jam dengan paket pengobatan yang mahal pula.</span><a name="_ftnref13" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn13"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[13]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Agaknya, inilah yang lebih spesifik dalam tasawuf kontemporer. Sebuah bentuk baru yang ada di tengah masyarakat kota. Kalau begitu, apa beda antara tasawuf kontemporer? Dalam segi semangat, tidak ada beda. Hanya segi waktu dan model yang ditawarkan. Jika masa modern banyak dihadapkan pada semangat untuk kembali kepada bentuk lebih positif dan kemurnian ajaran agama, maka pada tasawuf kontemporer beralihnya model dari sifat tasawuf individual kepada wilayah massa. Hal ini berangkat dari kegagalan dalam pencitraan dan kekosongan jiwa, setidaknya pada massa, terdapat pengakuan terhadap diri individu yang masuk kelompok ibadah tersebut. Wilayah massa itu adalah, dimana masyarakat yang memiliki wadah komunikasi massa dan teknologi informasi. Tasawuf masuk menjadi bagian dari perangkat hidup dengan wajah baru yang sesuai pada selera zamannya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: -18pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman;"><strong><span><span style="font-size: small;">D.</span><span style="font-family: 'Times New Roman'; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></strong><strong><span style="font-size: small;">Analisa Kritis Terhadap Tasawuf Kontemporer</span></strong></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Pemaparan di atas sesungguhnya belum final dan butuh analisa bersama dalam diskursus kajian fenomena tasawuf. Namun penulis mencoba menghantarkan, bahwa tasawuf kontemporer sebuah bentuk aktual corak beragama masyarakat kota. Jika tidak hati-hati, atau salah dalam pengajaran dan aplikasinya akan membawa bentuk <em>pseudo </em>tasawuf. Atau lebih ekstrim lagi, tasawuf kontemporer yang bersentuhan dengan corak sufistik, hanyalah mengambil semangat yang tidak utuh dari tasawuf konvensional yang dikenal selama ini. Apabila kita memahami corak sufistik, seakan-akan hanya mengarah kepada dunia tasawuf, bukan masuk ke dalam ranah tasawuf secara total. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Seperti yang pernah diungkapkan oleh Azyumardi Azra. Azyumardi membagi tiga bentuk tasawuf yang menyita masyarakat akhir-akhir ini, pertama <em>Student Sufism</em>, <em>Convensional Sufism </em>dan <em>Urban Sufism</em>.</span><a name="_ftnref14" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftn14"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt; font-family: 'Times New Roman';">[14]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Pencapaian yang hendak ditujukan oleh tasawuf kontemporer adalah sama dengan konsep para sufi terdahulu (sufi klasik). Seperti kedekatan terhadap Pencipta, kehadiran Pencipta dalam kehidupan sehari-hari, menjadi insan kamil. Melihat coraknya, pengembangan tasauf kontemporer mengarah kepada tubuhnya <em>tasawuf akhlaqi</em>, dimana mengedepan sikap kesahajaan dan ibadah yang banyak untuk mencapai kedamaian hidup dan kedekatan diri dengan Pencipta.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Tetapi, apresiasi positif yang patut diberikan kepada mereka yang mengusung tasawuf dengan wajah baru ini adalah, mereka masuk dalam mewarnai zaman. Tak terbayangkan, jika mereka tidak ada. Kekosongan pada wilayah massa akan membuat kepercayaan diri (<em>confidence self</em>) beragama masyarakat akan terus menurun. Tentu saja, nuansa keagamaan akan tidak terlihat lagi di permukaan. Setidaknya, mereka sekarang sudah memulainya untuk menjawab kebutuhan rohani masyarakat. Lebih dari itu, tasawuf kontemporer merupakan bentuk alternatif beragama sebagai pilihan setelah goncangan ketiadaan dan kekosongan jiwa. Dimana jiwa yang kurus kering tidak pernah mendapat sentuhan religi, sementara jiwa memiliki kebutuhan tersebut tetapi tidak pernah diberikan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: -18pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman;"><strong><span><span style="font-size: small;">E.</span><span style="font-family: 'Times New Roman'; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></strong><strong><span style="font-size: small;">Penutup</span></strong></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Tasawuf kontemporer adalah tasawuf bercorak kekinian yang masih berakar pada tasawuf klasik dan konvensional. Bila tasawuf konvensional hanya menyebar melalui buku-buku, tetapi tasawuf kontemporer menggunakan instrumen teknologi. Pada tataran ini, bila nilai tasawuf menjadi kecil atau justru menjadi bahan dari teknologi, maka tasawuf kontemporer diragui akan keotentikannya. Ia hanya menjadi bagian kecil dari teknologi maju. Bukan sebagai subjek dari kemajuan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Tasawuf kontemporer masih berlandaskan Al-Quran dan Hadits, tetapi mengedepankan <em>packaging</em> dari pada esensi. Walau pun demikian, mereka yang terlibat di dalam dunia tasawuf kontemporer terus mencoba dan menggali serta merasakan, juga mengakui mereka sudah masuk dalam dunia tasawuf. Menurut analisa penulis, tentulah tidak akan mampu <em>marwah</em> tasawuf yang pernah ada pada masa lalu bisa dijemput secara total tanpa mengetahui secara utuh ajaran tasawuf masa lalu tersebut. Apalagi hanya mencomot bagian-bagian penting dan menjadikannya bahan dari apa yang dikomersilkan — karena dibutuhkan pasar— kepada masyarakat kota. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Walau pun secara tidak langsung ada akar klasik dan konvensional, sesungguhnya mereka mempelajari secara mendalam setiap ajaran yang sudah dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut analisa penulis, ada <em>kerinduan</em> masyarakat kota untuk kembali hidup pada akar budaya agama yang mengedepan <em>marwah</em> beragama. Tidak sekedar formalitas aktual tetapi juga memiliki makna yang dalam terhadap kehidupan sehari-hari. Tetapi jika kita lihat lebih jauh, semestinya harus terus diawasi karena tasawuf ini bersentuhan dengan industri yang cenderung bermata dua. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Times New Roman;">Terlepas dari plus dan minus ajaran, juga corak dan potret kehidupannya yang nyaris mengarah kepada <em>pseudo</em> tasawuf, semangat dan pengaruhnya membawa arti penting bagi agama Islam di tengah masyarakat. Lebih-lebih masyarakat kota yang memang merindukan khazanah kehidupan beragama.<span> </span></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 18pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Mari kita diskusikan!</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; line-height: 200%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <h2 style="margin: 0pt; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-family: Times New Roman;"> </span></h2> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <h2 style="margin: 0pt; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-family: Times New Roman;">DAFTAR PUSTAKA</span></h2> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 0pt 53.85pt; text-indent: -53.85pt; line-height: 150%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 12pt 53.85pt; text-indent: -53.85pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Ahmad Rahman, Drs, M.Ag, <em>Sastra Ilahi, Ilham Sirriyah Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah</em>, Penerbit Hikmah Mizan, Cet. 1 Bandung, 2004</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 12pt 53.85pt; text-indent: -53.85pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Halim, Abdul Mahmud, Prof Dr, <em>Tasawuf di Dunia Islam</em>, Penerbit, Pustaka Setia, Jakarta, 2002</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 12pt 53.85pt; text-indent: -53.85pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Hamka, Prof. Dr. , <em>Tasawuf Modern</em>, Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta, 2005</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 12pt 53.85pt; text-indent: -53.85pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Rasyid, Hamdan Dr KH, MA, <em>Sufi Berdasi, Mencapai Derajat Sufi dalam Kehidupan Modern</em>, Al-Mawardi, Jakarta, 2006</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 12pt 53.85pt; text-indent: -53.85pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Solihin Dr M MAg, <em>Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara</em>, Rajawali Pers, Jakarta, 2005 </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 12pt 53.85pt; text-indent: -53.85pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Nurcholis Madjid, <em>Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Islam dalam Sejarah</em>, Yayasan Paramadina, Jakarta, 1995 </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 12pt 53.85pt; text-indent: -53.85pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman; font-size: small;">Seyyed Hossein Nasr, dkk, <em>Warisan Sufi, Sufisme Klasik dari Permulaan hingga Rumi (700-1300 M), </em>Jogjakarta, Pustaka Sufi 2002.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 12pt 53.85pt; text-indent: -53.85pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-size: 12pt;"><span style="font-family: Times New Roman;">Abdullah Khusairi, <em>Hipokrisi dalam Posmodernisme, Harian Pagi Padang Ekspres Minggu</em>, 17 Desember 2006. </span></span><span style="font-size: 12pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"><a href="http://www.khusairi.blogspot.com/">www.khusairi.blogspot.com</a></span></span><span style="font-size: 12pt;"></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 12pt 53.85pt; text-indent: -53.85pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-size: 12pt;"><span style="font-family: Times New Roman;">Muhammad Zaki Ibrahim, <em>Tasawuf Hitam Putih</em>, Solo; Penerbit Tiga Serangkai 2004 </span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt 0pt 0pt 54pt; text-indent: -54pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-size: 12pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"> </span></span><span style="font-size: 12pt;"><span style="font-family: Times New Roman;">Nazib Zuhdi, <em>Kamus Inggris-Indonesia</em><em>, Indonesia Inggris</em>, Penerbit, Fajar Mulya Surabaya, 1993</span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt 0pt 0pt 54pt; text-indent: -54pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-size: 12pt;" lang="FI"><span style="font-family: Times New Roman;">WJS, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka 1999</span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt 0pt 0pt 54pt; text-indent: -54pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-size: 12pt;" lang="FI"><span style="font-family: Times New Roman;"> </span></span><span style="font-size: 12pt;"><span style="font-family: Times New Roman;">Drs. Asmaran As, M.A, <em>Pengantar Studi Tasawuf</em>, Jakarta, Rajawali Pers, 1996</span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-size: 12pt;"><span style="font-family: Times New Roman;"> </span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman;"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt 0pt 12pt 53.85pt; text-indent: -53.85pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"> </p><hr style="color: rgb(102, 0, 204);" size="1"> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn1" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref1"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Times New Roman';">[1]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman;">Abdullah Khusairi, <em>Hipokrisi dalam Posmodernisme, Harian Pagi Padang Ekspres Minggu</em>, 17 Desember 2006. Halaman 26. Buka juga, <em>www.khusairi.blogspot.com.</em></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn2" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref2"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Times New Roman';">[2]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman;">Ajaran tasawuf memberikan perimbangan antara kecendrungan duniawi dan ukhrawi. Tasawuf menemukan momentum saat sekarang, ketika kaum terdidik, pengusaha da masyarakat kampus banyak tertarik terhadap kajian tasawuf. Lebih-lebih setelah disadari tidak ada korelasi linear antara agama dengan tingkah laku. Agama barus dilakukan sebagai ritual, bukan aktual. Baca lebih lanjut Kata Pengantar, Prof. Dr.Nasaruddin Umar, MA dalam Drs Ahmad Rahman, M.Ag, <em>Sastra Ilahi, Ilham Sirriyah Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah</em>, Penerbit Hikmah Mizan, Cet. 1 Mei 2004). </span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn3" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref3"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Times New Roman';">[3]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman;">Hamdan Rasyid, <em>Sufi Berdasi, Mencapai Derajat Sufi dalam Kehidupan Modern,</em> (Jakarta: Al-Mawardi), halaman 30.</span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn4" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref4"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Times New Roman';">[4]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman;">Abdullah Khusairi, <em>opcit.</em> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn5" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref5"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Times New Roman';">[5]</span></span></span></span></span></a><span style="font-size: 10pt;"><span style="font-family: Times New Roman;">Prof. Dr. Hamka, <em>Tasauf Modern</em>, (Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas, 2005), halaman 12.</span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn6" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref6"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Times New Roman';">[6]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman;">Halim, Abdul Mahmud, Prof Dr, <em>Tasauf di Dunia Islam</em>, (Jogjakarta, Pustaka Setia<span> </span>Tahun 2002) halaman 234. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn7" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref7"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt; font-family: 'Times New Roman';">[7]</span></span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"><span style="font-family: Times New Roman;">Muhammad Zaki Ibrahim, <em>Tasawuf Hitam Putih</em>, (Solo; Penerbit Tiga Serangkai, Tahun 2004), Cet. I, halaman 3-5.<span> </span></span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn8" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref8"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt; font-family: 'Times New Roman';">[8]</span></span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"><span style="font-family: Times New Roman;">Nazib Zuhdi, <em>Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia Inggris</em>, (Penerbit, Fajar Mulya Surabaya, Tahun 1993) halaman 118. </span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn9" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref9"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt;"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt; font-family: 'Times New Roman';">[9]</span></span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt;"><span style="font-family: Times New Roman;">WJS, Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka 1999), halaman 521.</span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; line-height: 90%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn10" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref10"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt; line-height: 90%;"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 9pt; font-family: 'Times New Roman';">[10]</span></span></span></span></span></a><span style="font-size: 9pt; line-height: 90%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Secara sekilas, dapat dijelaskan pokok-pokok ajaran tasawuf dalam struktur yang umum dan global, serta singkat. <em>Tasawuf Akhlaqi</em>, <em>Takhalli</em>, membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, <em>Tahalli</em>, mengisi diri dengan sifat2 terpuji. <em>Tajalli</em>, terungkapnya nur gaib untuk hati. <em>Munajat</em>, melaporkan aktivitas diri pada Allah, <em>Muraqabah </em>dan <em>muhasabah</em>: selalu memperhatikan dan diperhatikan Allah dan menghitung amal, Memperbanyak wirid dan zikr, Mengingat mati, <em>Tafakkur</em>: merenung/meditasi. <em>Struktur Tasawuf Amali, Syari’ah</em>: mengikuti hukum agama, <em>Thariqah</em>, perjalanan menuju Allah, <em>Haqiqah</em>, aspek batiniah dari syari’ah. <em>Ma’rifah</em>, pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati. Jalan Mendekatkan diri kepada Allah. <em>Maqamat</em>, tahapan, tingkatan. <em>Taubah</em>, pembersihan diri dari dosa <em>Zuhd</em>, sederhana dalam hal duniawi. <em>Sabr</em>: pengendalian diri. <em>Tawakal</em>, berserah diri sepenuhnya kepada Allah. <em>Ridha</em>, menerima qada dan qadar dengan rela. <em>Mahabah</em>, cinta kepada Allah. <em>Ma’rifah</em>, mengenal keesaan Tuhan, <em>Ahwal</em>, kondisi mental. <em>Khauf</em>, merasa takut kepada Allah. <em>Raja’</em>, optimis terhadap karunia Allah. <em>Syauq</em>, rindu pada Allah. <em>Uns: </em>keterpusatan hanya kepada Allah. <em>Yaqin</em>, mantapnya pengetahuan tentang Allah. <em>Tasawuf Falsafi. Fana’ dan Baqa’</em>, lenyapnya kesadaran dan kekal. <em>Ittihad</em>, persatuan antara manusia dengan Tuhan. <em>Hulul</em>, penyatuan sifat ketuhanan dg sifat kemanusiaan. <em>Wahdah al-Wujud</em>, alam dan Allah adalah sesuatu yang satu. <em>Isyraq</em>, pancaran cahaya atau iluminasi. Disarikan dari Drs. Asmaran As, M.A, <em>Pengantar Studi Tasawuf</em>, Jakarta, Rajawali Pers, 1996, hal.65-176 . </span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn11" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref11"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Times New Roman';">[11]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman;">Neo-sufisme pertama diusung Fazlur Rahman, yang memiliki arti sufism baru. Kebalikan dari sufism terdahulu, yang mengedepankan individualistik dan <em>ukhrawi</em> yang bersifat eksatis-metafisis dan kandungan mistiko-filosofis. Hal senada juga diusung oleh Hamka. Wacana ini sudah didiskusikan beberapa waktu lalu. <span lang="SV">Penulis berpendapat, <em>tasawuf kontemporer, </em>satu sisi masuk pada barisan Fazlur Rahman dan Hamka. Di sisi lain, <em>tasawuf kontemporer</em>, hanyalah bagian dari bahan mentah industrialisasi. </span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn12" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref12"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Times New Roman';">[12]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman;">Nurcholis Madjid, <em>Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Islam dalam Sejarah</em>, (Jakarta; Yayasan Paramadina, 1995) hal. 94.<span> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; line-height: 150%; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);" align="justify"><a name="_ftn13" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref13"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Times New Roman';">[13]</span></span></span></span></span></a><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: Times New Roman;">Lihat, Solihin Dr M MAg, <em>Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara</em>, (Rajawali Pers, Jakarta 2005) </span></span></p> <p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify;" align="justify"><a style="color: rgb(102, 0, 204);" name="_ftn14" href="http://abdullahkhusairi.com/?p=1630#_ftnref14"><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt; font-family: 'Times New Roman';">[14]</span></span></span></span></a><span style="font-family: Times New Roman;"><span style="color: rgb(102, 0, 204);">Baca kertas kuliah Dr Duski Samad MAg, </span><em style="color: rgb(102, 0, 204);">Tasawuf Modern</em><span style="color: rgb(102, 0, 204);">, </span><em style="color: rgb(102, 0, 204);">Student Sufism</em><span style="color: rgb(102, 0, 204);">, </span><em style="color: rgb(102, 0, 204);">Convensional Sufism </em><span style="color: rgb(102, 0, 204);">dan </span><em style="color: rgb(102, 0, 204);">Urban Sufism. Studen Sufism, tumbuh di kalangan intelektual, perguruan tinggi, pengusaha yang membutuhkan sentuhan rohani dalam hidup mereka. Convensional Sufism, memiliki akar tarekat dan tasawuf abad klasik, pertengahan.</em><span style="color: rgb(102, 0, 204);">Penulis merekomendasi buku Seyyed Hossein Nasr, dkk, Warisan Sufi, Sufisme Klasik dari Permulaan hingga Rumi (700-1300 M), Jogjakarta, Pustaka Sufi 2002. Buku ini memaparkan secara kritis peran dan pengaruh tasawuf dalam penyebaran agama Islam. Aliran-aliran tasawuf, seperti tasawuf akhlaqi dan tasawuf falsafi dipapar tuntas. </span><em style="color: rgb(102, 0, 204);">Urban Sufism, </em><span style="color: rgb(102, 0, 204);">bentuk baru yang memungkinkan disebut </span><em style="color: rgb(102, 0, 204);">pseudo sufistik </em><span style="color: rgb(102, 0, 204);">karena menyamaratakan semua bentuk ibadah semua agama yang bersinggungan dengan masalah ibadah rohaniah. Barisan ini seperti Anand Khrisna. </span><br /></span></p><p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify;" align="justify"><br /><span style="font-family: Times New Roman;"></span></p><p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: center; font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);"><span style="font-family: Times New Roman;">Sumber:</span></p><div style="text-align: center; font-style: italic; color: rgb(51, 51, 255);">http://abdullahkhusairi.com/?p=1630</div><p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify;" align="justify"> </p><p class="MsoFootnoteText" style="margin: 0pt; text-indent: 36pt; text-align: justify;" align="justify"><span style="font-family: Times New Roman;"><br /></span></p>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-47344364044319348942009-05-16T09:56:00.000-07:002009-05-16T10:05:04.670-07:00Tasawuf Alternatif Bagi Dahaga Rohani<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Tasawuf Islam</span> <span style="color: rgb(0, 153, 0);">dari</span> <span style="color: rgb(51, 51, 255); font-style: italic;">www.pondokhabib.wordpress.com/2009/04/28/tasawuf-alternatif-bagi-dahaga-rohani</span> <span style="color: rgb(0, 153, 0);">Dikatakan bahwa:</span><br /><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Tasawuf bukanlah salah satu cara untuk melarikan diri (eskapisme) dari kesulitan kehidupan, melainkan suatu keniscayaan seorang hamba.</span> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Dewasa ini, kajian tasawuf mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perlahan tapi pasti, tasawuf mulai diterima. Dan bukan menjadi sesuatu hal yang kontroversial bagi sebagian umat Islam seperti beberapa abad silam, ketika para sufi banyak yang dianggap menyimpang. Fenomena seperti ini mengindikasikan cara keberagamaan masyarakat yang beralih ke cara sufistik.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Tasawuf sebagai segi batin agama — sementara segi lahirnya disebut syari’ah — adalah bidang ilmu keislaman yang bisa dibagi dalam tiga bagian: tasawuf akhlaqi, tasawuf amali dan tasawuf falsafi. Tasawuf akhlaqi ialah ajaran akhlak dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan yang optimal. Tasawuf akhlaqi meliputi tahalli (penyucian diri dari sifat-sifat tercela, menghiasi dan membiasakan diri dengan sikap terpuji) dan tajalli, yaitu tersingkapnya Nur Ilahi.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Tasawuf amali ialah tuntunan praktis cara mendekatkan diri kepada Allah, yang identik dengan tarekat. Mereka yang masuk tarekat akan memperoleh bimbingan praktik atau amaliah bertasawuf. Sementara tasawuf falsafi ialah kajian secara mendalam dengan tinjauan filosofis dari segala aspek. Dalam tasawuf falsafi dipadukan visi intuitif tasawuf dan visi rasional filsafat. </p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Ajaran ketiga jenis tasawuf itu bermuara pada penghayatan terhadap ibadah murni (mahdhah) untuk mewujudkan al-akhlaq al-karimah (budi pekerti luhur), baik secara individual maupun sosial. Dengan demikian, tasawuf menjanjikan penyelamatan di tengah berbagai krisis kehidupan yang serba materialistis, hedonis, pragmatis, sekular, serta kehidupan yang semakin sulit secara ekonomis maupun psikologis. </p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Tak pelak, tasawuf merupakan alternatif untuk memenuhi dahaga rohani dan mengatasi krisis kerohanian manusia modern, sehingga tidak mengenal jati diri, arti dan tujuan kehidupan. Maka, “mata air” tasawuf yang sejuk mampu menyegarkan dan menyelamatkan manusia yang (merasa) terasing.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Tasawuf yang cenderung lentur, toleran, dan akomodatif terhadap keragaman cara beragama belakangan ini menjadi alternatif bagi kaum muslimin di perkotaan. Bahkan kajian tasawuf pun cukup laku di beberapa kota besar. Dan semakin banyaknya peminat, buku-buku bertemakan hal-hal spiritual pun membanjiri toko-toko buku. </p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Ada yang bilang tasawuf adalah salah satu cara untuk melarikan diri (eskapisme) dari kesulitan menghadapi kehidupan. Tasawuf merupakan keniscayaan seorang hamba Allah SWT. Sesungguhnyalah, kehidupan di dunia tidaklah mungkin terelakkan sebagai rumah sekaligus kuburan manusia.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Persoalannya, bagaimana bisa hidup lebih baik di dunia dan mempersiapkan kehidupan yang lebih kekal di akhirat. Kehidupan duniawi dan kehidupan spiritual ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Dalam kitabnya, Taj al-Salatin, sufi besar Melayu asal Aceh, Bukhari al-Jauhari, menulis, hidup manusia merupakan perjalanan dari Yang Abadi menuju Yang Abadi.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Menurut Julia Day Howell, pakar sufisme urban dari Univesitas Griffith, Australia, dalam sebuah kajian antropologis tentang gerakan sufisme di Indonesia, sufisme di perkotaan merupakan fenomena umum yang terjadi hampir di semua kota besar di dunia, termasuk Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia. Gerakan spiritual sebagian warga perkotaan di Indonesia mulai marak sejak tahun 1990-an ketika kegiatan para sufi mulai terlembagakan. </p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Sementara menurut Abdul Hadi WM, dosen filsafat Universitas Paramadina, Jakarta, sejak tahun 1970-an, terutama 1980-an, kebangkitan tasawuf mulai terlihat di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Pelopornya para sastrawan, seniman, sarjana ilmu agama, dan cendikiawan.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Siapa yang berjasa menyebarkan tasawuf kepada masyarakat (modern) Indonesia? Menurut Dr. Said Agil Siradj, salah seorang ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, pionir penyebaran tasawuf secara nasional di Indonesia, terutama kepada kaum terpelajar di kota-kota besar, ialah Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), melalui bukunya, Tasawuf Modern. Buya Hamka adalah ulama yang pertama kali mengangkat tema tasawuf di tingkat nasional.”</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Melalui buku itulah Buya Hamka berhasil mencitrakan bahwa kaum sufi tidak lagi sebagai sekumpulan orang yang kumuh, sementara tasawuf adalah pola pikir keagamaan yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan modern. Begitu piawai Buya Hamka meyakinkan pembacanya, sehingga tak terasa mereka sudah bersentuhan dengan pikiran-pikiran cemerlang Imam Al-Ghazali. Meski dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah, pemikiran tasawuf Buya Hamka mengacu pada tasawuf yang dianut Ahlus Sunnah wal Jamaah, dalam hal ini Nahdlatul Ulama.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);"> </div><p style="text-align: justify; color: rgb(0, 153, 0);">Menurut Dr. Komarudin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri “Syarif Hidayatullah” Jakarta, tasawuf memiliki daya pikat karena mewakili dimensi keagamaan, yakni dimensi esoteris agama. Tasawuf menjanjikan pengalaman keruhanian manusia yang rindu untuk selalu dekat pada dan bersama dengan Allah SWT. Pengalaman mukasyafah (tersingkapnya jarak antara manusia dan Allah SWT), tidak akan terjadi selama manusia masih dibungkus oleh pakaian materi. Karena Allah SWT bersifat rohani, maka untuk bertemu dengan-Nya manusia haruslah berpakaian rohani, yang disebut zuhud. (SL). <span style="color: rgb(255, 0, 0); font-style: italic;">www.tasawufislam.blogspot.com</span><br /></p>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-4287223236634094822009-05-16T09:43:00.000-07:002009-05-16T09:56:09.071-07:00Isi Pokok Ajaran Tasawuf<div style="text-align: center;"><span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Tasawuf Islam:</span> <span style="color: rgb(0, 153, 0);">Berikut ini pokok-pokok ajaran tasawuf dalam struktur </span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">yang umum dan global, serta singkat. Tujuan pembuatan tulisan ini adalah </span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">supaya tergambar secara menyeluruh dan terstruktur ajaran-ajaran kaum sufi.</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Memang dalam beberapa bagiannya ada ajaran-ajaran yang cukup</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">kontroversial. Untuk itu perlu pembahasan lebih lanjut. Insya Allah</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">selanjutnya akan lebih dibahas secara detail tiap-tiap ajaran tersebut.</span><br /><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">1. Tasawuf Akhlaqi</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> o Takhalli: membersihkan diri dari sifat2 tercela</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> o Tahalli: mengisi diri dengan sifat2 terpuji</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> o Tajalli: terungkapnya nur gaib untuk hati</span><br /><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> a. Munajat: melaporkan aktivitas diri pada Allah</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> b. Muraqabah dan muhasabah: selalu memperhatikan dan </span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> diperhatikan Allah dan menghitung amal</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> c. Memperbanyak wirid dan zikr</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> d. Mengingat mati</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> e. Tafakkur: merenung/meditasi</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">2. Tasawuf 'Amali</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> a. Beberapa Istilah praktis</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> 1. Syari'ah: mengikuti hukum agama</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> 2. Thariqah: perjalanan menuju Allah</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> 3. Haqiqah: aspek batiah dari syari'ah</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> 4. Ma'rifah: pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> b. Jalan Mendekatkan diri kepada Allah</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> 1. Maqamat: tahapan, tingkatan</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> a. Taubah: pembersihan diri dari dosa</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> b. Zuhd: sederhana dalam hal duniawi</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> c. Sabr: pengendalian diri</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> d. Tawakal: berserah diri sepenuhnya kepada Allah</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> e. Ridha: menerima qada dan qadar dengan rela</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> f. Mahabah: cinta kepada Allah</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> g. Ma'rifah: mengenal keesaan Tuhan</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> 2. Ahwal: kondisi mental</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> a. Khauf: merasa takut kepada Allah</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> b. Raja': optimis terhadap karunia Allah</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> c. Syauq: rindu pada Allah</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> d. Uns: keterpusatan hanya kepada Allah </span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> e. Yaqin: mantapnya pengetahuan tentang Allah</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">3. Tasawuf Falsafi</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> a. Fana' dan Baqa': lenyapnya kesadaran dan kekal</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> b. Ittihad: persatuan antara manusia dengan Tuhan</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> c. Hulul: penyatuan sifat ketuhanan dg sifat kemanusiaan</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> d. Wahdah al-Wujud: alam dan Allah adalah sesuatu yang satu</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"> e. Isyraq: pancaran cahaya atau iluminasi</span><br /><br /><span style="color: rgb(51, 255, 51); font-weight: bold;">Dirangkum dari :</span><br /><span style="color: rgb(51, 255, 51);">Drs. Asmaran As., M.A., </span><span style="font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">Pengantar Studi Tasawuf,</span><span style="color: rgb(51, 255, 51);"> Rajawali Pers, 1996,</span><br /><span style="color: rgb(51, 255, 51);">hal.65-176</span><br /></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-35771398866235367402009-05-16T09:28:00.000-07:002009-05-16T09:42:20.700-07:00Sejarah Tasawuf Ditinjau Dari Kacamata Politik<div style="text-align: justify;"><span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Tasawuf Islam</span> <span style="color: rgb(0, 51, 51);">dari </span><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-style: italic;">www.</span><a style="font-style: italic;" href="http://ferrydjajaprana.multiply.com/">ferrydjajaprana.multiply.com</a><span style="font-style: italic;"> </span><span style="color: rgb(0, 51, 51);">disampaikan bahwa:</span> <span style="color: rgb(51, 102, 102);">Tulisan ini menyoal tentang tasawuf dilihat dari sudut politik pada masa perang Muawiyah melawan Sayidina Ali bin Abi Thalib, bukan dilihat dari sudut sosial maupun budaya yang umum telah kita ketahui. </span></div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Apabila kita membahas tasawuf logikanya memang tidak lagi terkotak-kotak kepada Susy (Suni Syiah), alasannya tasawuf adalah dimensi spiritual Islam yang membahas perjalanan salik menuju Allah. Artinya dimensi ini bersifat spirit (rohani) lain dengan corak keagamaan yang terdogma dalam aturan-aturan dunia (syariat). Walaupun dominasi ajaran mereka memiliki corak khusus, bahkan Ibnu Arabi seorang Sufi yang Suni, pendapatnya yang berbau filosofis kurang diterima dikalangan suni tetapi sebaliknya di Syii diterima dengan penghormatan khusus, bahkan mendapatkan sebutan Syaihul Akbar.</p><div style="color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Ilmu hakikatnya satu demikian juga kebenaran karena berangkat dari sumber yang satu, jadi ini hanya masalah sudut pandang saja. Bisa saja sejarah tasawuf dipandang dari sudut pencampuran kebudayaan, bisa saja tasawuf dipandang dari sudut faktor sosial dan ekonomi, masing-masing punya sudut bahasan yang unik bahkan memperkaya khasanah pengetahuan kita. Tak perlu berapriori bahwa sejarah tasawuf harus sama dan seragam.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Sejarah Tasawuf</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Berikut ini saya coba gambarkan dari dimensi waktunya sehingga kita memahami bagaimana rentang waktu antara satu kejadian lahirnya tasawuf dengan lahirnya tarekat cukup lama :</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Pertengahan Abad ke 1 H: Khalifah Usman Bin Affan gugur dibunuh oleh umat muslim sendiri.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">* Perang Jamal - Peperangan Ali VS Aisyah </p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">* Perang Shiffin – Peperangan Ali VS Muawiyah</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">* Perang Nahrawan – Peperangan Khalifah Ali VS Golongan Khawarij (Ali gugur ditikam </p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Abdurahman di Masjid Kuffah (17 Ramadhan 40 H)).</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; margin-left: 0.64cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">* Karbala - Pembunuhan atas putranya Ali bin Abi Thalib, Husein Bin Ali.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; margin-left: 0.64cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Keadaan diatas menunjukkan kacaunya masa umat Islam pada era saat itu, pecah dalam bermacam-macam golongan, masing-masing golongan menganggap sesamanya sebagai kafir.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Efeknya, para sahabat, tabiin mengalami ketakutan, sebagian resah, diantaranya memilih hidup zuhud, menjauhkan diri dari kehidupan sosial, berkhalwat, berzikir dan berpuasa untuk memelihara kebersihan hati, menjaduhkan diri dari pengaruh lingkungan yang telah tercemar dengan fitnah dan maksiat. Mereka inilah yang kemudian disebut Zahid. </p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Sejarah Tarekat</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Lalu, kapan timbulnya tarekat ? Latar belakang lahirnya tarekat (thariqah) pada abad 3 dan 4 H, saat Baghdad makmur, pada saat itu kehidupan dunia lebih mencolok dari kehidupan ukhrowi, sehingga banyak terjadi dekadensi moral. Para ulama berusaha mengembalikan moral kepada moral Islami, dengan cara mengajar dan melatih syariat Islam dan mencoba meresapkannya ke dalam lubuk sanubari melalui jalan “tarekat” yang selanjutnya tarekat menjadi semacam perkumpulan amal yang dipimpin oleh seorang mursyid atau guru atau Syaikh dalam sebuah ribath atau zawiyah (pondokan).</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Selanjutnya abad 6 dan 7 H (Masehi abad 12 dan 13) jaringan tarekat meluas keseluruh penjuru dunia Islam. Nama-namanya berbeda sesuai dengan pendirinya. Namun dalam kenyataannya mereka memiliki tujuan yang sama, yang berbeda hanya masalah praktek, seperti pakaian, wirid, dzikr dan hisib. Sepintas mirip sekolah yang bertujuan sama dalam hal tujuan pendidikan rohani, yang berbeda adalah sarana prakteknya, sehingga perbedaan gaya dan metode yang dibuat oleh sang guru agar pendidikannya itu efektif. </p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Dari gambaran waktu sejarah itu ada jeda sekitar 150 tahunan, dari awal kelahiran tasawuf dibandingkan dengan awal tharekat berdiri. Mari kita coba urai kejadian apa saja selama 150 tahun itu :</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Sebenarnya ini juga sulit mengurainya, karena masing corak dan sejarahnya tasawuf itu berbeda antara satu dengan lainnya ( tasawuf akhlaqi, tasawuf falsafi, tasawuf suni, tasawuf amali) maka untuk kemudahan bicara kita asumsikan hanya satu tasawuf secara umum saja :</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Berikut adalah kejadian-kejadian penting yang perlu diketahui :</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><ul style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><li> <p style="margin-bottom: 0cm;">Abad 1 H, Pembaiatan Hasan Bin Ali membaiat Muawiyah sebagai khalifah, para sahabat Sayidina Ali memisahkan diri , ini awal kaum muktazilah awal.</p> </li><li> <p style="margin-bottom: 0cm;">Mereka yang memisahkan diri enggan berperang dengan Sayidina Ali, mereka berkata “Tidak sah memerangi Ali dan berperang bersamanya”, mereka adalah awal kaum muktazilah.</p></li></ul><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; margin-left: 0.64cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Diantaranya : Saad bin Malik, Abdullah bin Umar, Usamah Ibn Zaid dll.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><ul style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><li> <p style="margin-bottom: 0cm;">Abad 1 H, masa pembentukan, Hasan Bashri (wafat 110 H) ajarannya khauf, mempertebal takut kepada Tuhan, memperbaharui kerohanian muslim. Bibit tasawuf mulai muncul, dibuat garis-garis besar tharikat, jalan ibadah sudah mulai disusun, berlaku zuhud, mencela dunia.</p> </li><li> <p style="margin-bottom: 0cm;">Rabi'ah Al Dawiyah (wafat 185 H) terkenal dengan ajaran cintanya terhadap Tuhan, ini merupakan cikal bakal filosof abad ke 3 dan 4, merupakan pendahuluan tasawuf falsafi dengan membuat kedalaman analisis.</p> </li><li> <p style="margin-bottom: 0cm;">Abad 2, tasawuf tidak jauh berbeda corak kezuhudannya, walaupun penyebabnya berbeda</p> </li><li> <p style="margin-bottom: 0cm;">Abad 3 dan 4 H, memiliki corak berbeda sekali dengan tasawuf sebelumnya. Tasawuf bercorak ke fanaan, yang menjurus kepada persatuan hamba dengan Khaliq.</p></li></ul><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; margin-left: 0.64cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Hidup dijaman ini Abu Yazid Al Bustami (261 H), pembahasannya : Fana fi Al Mahbub, Ittihad bi Al Mahbub, musyahadah (melihat Tuhan), bertemu Tuhan (liqo), Ana Al Haq, hulul (Al Hallaj zaman ini juga).</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><ul style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><li> <p style="margin-bottom: 0cm;">Akhir abad ke 3, mulai pembahasan wahdat Al Wujud, Wahdat al Syuhud (kesatuan saksi), berhubungan dengan Tuhan (ittishal), Keindahan dan kesempurnaan Tuhan (Jamal wa Kamal), manusia sempurna (Insan Kamil) dan latihan teratur (Riyadhah)</p> </li><li> <p style="margin-bottom: 0cm;">Junaid Al Baghdadi mulai meletakkan dasar-dasar ajaran tasawuf dan Thariqah, cara belajar mengajar tasawuf (Ini era 3-4 H), mursyid, murid, sehingga dia dinamakan Syaikh Ath Thaifah (ketua rombongan suci).</p></li></ul><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; margin-left: 0.64cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Disini letak perbincangan kita berada, anda membahas di sini (abad 3-4), saya membahas abad pertengahan. Membuatnya tidaklah klop pembahasan dan tidak satu bahasa.</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Timbul pertanyaan terakhir, pada kenyataannya bahwa hampir semua tarekat mu'tabarah mencantumkan Imam Ali dalam silsilah nya?</p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"><br /></p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Tarekat Mu'tabarah adalah tarekat yang dianggap benar atau yang masih mendapat hitungan baik karena ajarannya bernara sumber pada Al Quran dan Sunah Rasul, memiliki sambungan sanad dengan ajaran Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar, karena hanya ke dua sahabat itu sajalah yang mendapatkan ilmu secara khusus (talkin) langsung dari Nabi Muhammad yang mendapatkan ilmunya langsung dari Malaikat Jibril dan Allah SWT. Silsilah Imam Ali bisa anda lihat pada </p><div style="text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);"> </div><p style="margin-bottom: 0cm; text-align: justify; color: rgb(51, 102, 102);">Pembaiatan Hasan Bin Ali membaiat Muawiyah sebagai khalifah, disinilah awal muawal Sunni Syiah bersatu didalam silsilah Ali. Mungkin itu kira-kira jawabnya, Wallahu A'lam Bissawab.</p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-85216354047670597052009-05-13T20:36:00.000-07:002009-05-13T20:45:05.706-07:00Macam-Macam Tariqat Muktabarah Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Qadiriyah Naqsyabandiyah, Syadziliyah<p style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong>Muqaddimah</strong><b><o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Tarekat berasal dari bahasa Arab <i style="">thariqah</i>, jamaknya <i style="">tharaiq</i>, yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (<i style="">al-uslub</i>), (3) mazhab, aliran, haluan (<i style="">al-mazhab</i>), (4) keadaan (<i style="">al-halah</i>), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (<i style="">‘amud al-mizalah</i>). Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah</span> (<span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">sufinews.com).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Sebuah tarekat biasanya terdiri dari penyucian batin, kekeluargaan tarekat, upacara keagamaan, dan kesadaran sosial. Penyucian batin melalui latihan rohani dengan hidup zuhud, menghilangkan sifat-sifat jelek, mengisi sifat terpuji, taat atas perintah agama, menjauhi larangan, taubat atas segala dosa dan muhasabah introspeksi terhadap semua amal pribadi. Kekeluargaan tarekat biasanya terdiri dari syaih tarekat, syaikh mursyid (khalifahnya), mursyid sebagai guru tarekat, murid dan pengikut tarekat, serta ribath (zawiyah) tempat latihan, kitab-kitab, system dan metode zikir. Upacra keagamaan bisa berupa baiat, ijarah atau khirqah, silsilah, latihan-latihan, amalan-amalan tarekat, talqin, wasiat yang diberikan dan dialihkan seorang syaikh tarekat kepada murid-muridnya (Abu Bakar dalam Sri Mulyati,2004: 9).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Menurut Sri Mulyati (2004:9), dari unsur-unsur tersebut, salah satunya yang sangat penting bagi sebuah tarekat adalah silsilah. Silsilah menjadi tolok ukur sebuah tarekat itu muktabarah (dianggap sah) atau tidak. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Dengan demikian aliran tarekat berikut ini adalah beberapa di antara tarekat yang telah jelas sebagai tarekat muktabarah yang telah lama berkembang di Indonesia. Langkah awal untuk mengenal lebih dekat mengenai tarekat-tarekat tersebut,mari kita simak bersama uraian berikut. Semoga umat Islam dapat membedakan mana tarekat yang tidak melenceng dari ajaran syariat dan mana yang merupakan aliran sesat yang berkedok tarekat. Selain itu,memperjelas kita betapa kaya khazanah ke-Islam-an di nusantara ini. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-weight: normal;"><o:p> </o:p></span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.5in; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><strong><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span></strong><!--[endif]--><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Tarekat Qodiriyah<strong><o:p></o:p></strong></span></b></p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><i style=""><span style="">Qodiriyah</span></i> adalah nama sebuah <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat" title="Tarekat"><span style="text-decoration: none;">tarekat</span></a> yang didirikan oleh <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Syeikh_Muhyidin_Abu_Muhammad_Abdul_Qodir_Jaelani_Al_Baghdadi_QS&action=edit&redlink=1" title="Syeikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi QS (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Syeikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi QS</span></a>. Tarekat Qodiriyah berkembang dan berpusat di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Iraq" title="Iraq"><span style="text-decoration: none;">Iraq</span></a> dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Syria" title="Syria"><span style="text-decoration: none;">Syria</span></a> kemudian diikuti oleh jutaan <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Umat_muslim&action=edit&redlink=1" title="Umat muslim (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">umat muslim</span></a> yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Tarekat ini sudah berkembang sejak <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Abad_ke-13" title="Abad ke-13"><span style="text-decoration: none;">abad ke-13</span></a>. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Makkah" title="Makkah"><span style="text-decoration: none;">Makkah</span></a>, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hijriyah" title="Hijriyah"><span style="text-decoration: none;">H</span></a>/<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1669" title="1669"><span style="text-decoration: none;">1669</span></a> <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Masehi" title="Masehi"><span style="text-decoration: none;">M</span></a>.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Syaikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi QS, ini adalah urutan ke 17 dari rantai mata emas mursyid tarekat. Garis Salsilah tarekat Qodiriyah ini berasal dari Sayidina Muhammad Rasulullah SAW, kemudian turun temurun berlanjut melalui Sayidina Ali bin Abi Thalib ra, Sayidina Al-Imam Abu Abdullah Al-Husein ra, Sayidina Al-Imam Ali Zainal Abidin ra, Sayidina Muhammad Baqir ra, Sayidina Al-Imam Ja'far As Shodiq ra, Syaikh Al-Imam Musa Al Kazhim, Syaikh Al-Imam Abul Hasan Ali bin Musa Al Rido, Syaikh Ma'ruf Al-Karkhi, Syaikh Abul Hasan Sarri As-Saqoti, Syaikh Al-Imam Abul Qosim Al Junaidi Al-Baghdadi, Syaikh Abu Bakar As-Syibli, Syaikh Abul Fadli Abdul Wahid At-Tamimi, Syaikh Abul Faraj Altartusi, Syaikh Abul Hasan Ali Al-Hakkari, Syaikh Abu Sa'id Mubarok Al Makhhzymi, Syaikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi QS.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani sendiri, <i>"Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Allah" title="Allah"><span style="text-decoration: none;">Allah</span></a>-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya."<o:p></o:p></i></p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Mungkin karena keluwesannya tersebut, sehingga terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam kategori Qidiriyah di dunia <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Islam" title="Islam"><span style="text-decoration: none;">Islam</span></a>. Seperti <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tarekat_Banawa&action=edit&redlink=1" title="Tarekat Banawa (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Banawa</span></a> yang berkembang pada <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Abad_ke-19" title="Abad ke-19"><span style="text-decoration: none;">abad ke-19</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tarekat_Ghawtsiyah&action=edit&redlink=1" title="Tarekat Ghawtsiyah (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Ghawtsiyah</span></a> (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1517" title="1517"><span style="text-decoration: none;">1517</span></a>), <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tarekat_Junaidiyah&action=edit&redlink=1" title="Tarekat Junaidiyah (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Junaidiyah</span></a> (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1515" title="1515"><span style="text-decoration: none;">1515</span></a> M), <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tarekat_Kamaliyah&action=edit&redlink=1" title="Tarekat Kamaliyah (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Kamaliyah</span></a> (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1584" title="1584"><span style="text-decoration: none;">1584</span></a> M), dan lain-lain, semuanya berasal dari India. Di Turki terdapat <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tarekat_Hindiyah&action=edit&redlink=1" title="Tarekat Hindiyah (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">tarekat Hindiyah</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tarekat_Khulusiyah&action=edit&redlink=1" title="Tarekat Khulusiyah (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Khulusiyah</span></a>,dal lain-lain. Dan di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Yaman" title="Yaman"><span style="text-decoration: none;">Yaman</span></a> ada <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tarekat_Ahdaliyah&action=edit&redlink=1" title="Tarekat Ahdaliyah (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">tarekat Ahdaliyah</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tarekat_Asadiyah&action=edit&redlink=1" title="Tarekat Asadiyah (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Asadiyah</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tarekat_Mushariyyah&action=edit&redlink=1" title="Tarekat Mushariyyah (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Mushariyyah</span></a>. Sedangkan di Afrika diantaranya terdapat <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tarekat_Ammariyah&action=edit&redlink=1" title="Tarekat Ammariyah (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">tarekat Ammariyah</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tarekat_Bakka%27iyah&action=edit&redlink=1" title="Tarekat Bakka'iyah (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Tarekat Bakka'iyah</span></a>, dan lain sebagainya.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Di_Indonesia&action=edit&redlink=1" title="Di Indonesia (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Di Indonesia</span></a>, pencabangan tarekat Qodiriyah ini secara khusus oleh <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Syaikh_Achmad_Khotib_Al-Syambasi&action=edit&redlink=1" title="Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi</span></a> digabungkan dengan tarekat Naqsyabandiyah menjadi <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Qodiriyah_Wa_Naqsyabandiyah" title="Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah"><span style="text-decoration: none;">tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah</span></a> . Kemudian garis salsilahnya yang salah satunya melalui Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani berkembang pesat di seluruh Indonesia.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Syaikh_Abdul_Karim_Tanara_Al-Bantani&action=edit&redlink=1" title="Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani</span></a> ini berasal dari <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Banten" title="Banten"><span style="text-decoration: none;">Banten</span></a> dan merupakan ulama Indonesia pertama yang menjadi Imam Masjidil Haram. Selanjutnya jalur salsilahnya berlanjut ke Syaikh Abdullah Mubarok Cibuntu atau lazim dikenal sebagai Syaikh Abdul Khoir Cibuntu Banten. Terus berlanjut ke Syaikh Nurun Naum Suryadipraja yang berkedudukan di Pabuaran Bogor. Selanjutnya garis salsilah ini saat ini berlanjut ke Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Syaikh_Al_Waasi_Achmad_Syaechudin&action=edit&redlink=1" title="Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin</span></a> selain mempunyai sanad dari <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Qodiriyah_Wa_Naqsyabandiyah" title="Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah"><span style="text-decoration: none;">tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah</span></a> juga khirkoh dari tarekat Naqsyabandiyah dari garis salsilah <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Syaikh_Jalaludin&action=edit&redlink=1" title="Syaikh Jalaludin (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">Syaikh Jalaludin</span></a>. Beliau sampai dengan hari ini meneruskan tradisi <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Qodiriyah_Wa_Naqsyabandiyah" title="Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah"><span style="text-decoration: none;">tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah</span></a> dengan kholaqoh dzikirnya yang bertempat <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Di_Bogor_Baru_kotamadya_Bogor_propinsi_Jawa_Barat&action=edit&redlink=1" title="Di Bogor Baru kotamadya Bogor propinsi Jawa Barat (belum dibuat)"><span style="text-decoration: none;">di Bogor Baru kotamadya Bogor propinsi Jawa Barat</span></a>.(<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Qodiriyah"><span style="text-decoration: none;">wikipedia.org</span></a>)<strong><o:p></o:p></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: -0.5in; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span></b><!--[endif]--><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Tarekat Naqsyabandiyah</span></b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p></o:p></span></p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><i style="">Naqsyabandiyah </i>merupakan salah satu tarekat sufi yang paling luas penyebaran nya, dan terdapat banyak di wilayah Asia Muslim (meskipun sedikit di antara orang-orang Arab) serta Turki, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural. Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun. Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani (”Pembaru Milenium kedua”, w. 1624). Pada akhir abad ke-18, nama ini hampir sinonim dengan tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah. Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari’at secara ketat, keseriusan dalam beribadah menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat ke arah keterlibatan dalam politik (meskipun tidak konsisten).</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong>Sejarah<o:p></o:p></strong></p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Kebanyakan orang Naqsyabandiyah Mujaddidiyah dalam dua abad ini menelusuri keturunan awal mereka melalui Ghulam Ali (Syekh Abdullah Dihlavi [m. 1824]), karena pada awal abad ke-19 India adalah pusat organisasi dan intelektual utama dari tarekat ini. Khanaqah (pondok) milik Ghulam Ali di Delhi menarik pengikut tidak hanya dari seluruh India, tetapi juga dari Timur Tengah dan Asia Tengah. Hingga kini Khanaqah masih tetap (pernah mengalami masa tidak aktif akibat perampasan Delhi oleh orang Inggris pada tahun 1857). Namun fungsi Pan-Islami-nya sebagian besar diwarisi oleh para wakil dan pengganti Ghulam Ali yang menetap di tempat-tempat lain di Dunia Muslim. Yang terpenting adalah para syekh yang tinggal di Makkah dan Madinah: kedua kota suci ini menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah di banyak tanah Muslim sampai terjadinya penaklukan Hijaz oleh kaum Wahabiyah pada 1925, yang mengakibatkan dilarangnya seluruh aktivitas sufi. Demikianlah, Muhammad Jan Al-Makki (w. 1852), wakil Ghulam Ali di Makkah, menerima banyak peziarah Turki dan Basykir, yang kemudian mendirikan cabang-cabang baru Naqsyabandiyah di kampung halamannya. Pengganti Ghulam Ali yang pertama di Khanaqah Delhi, Abi Sa’id, melewatkan beberapa waktu di Hijaz untuk menerima pengikut baru. Anak dan pengganti Abu Sa’id, Syekh Ahmad Sa’id, memilih tinggal di Madinah setelah suatu peristiwa besar pada tahun 1857, memindahkan arah Naqsyahbandiyah India ke Hijaz untuk sementara. Ketiga putra Ahmad Sa’id sama-sama memperoleh warisannya: dua orang pergi ke Mekkah dan menarik pengikut dari India serta Turki di sana. Sementara yang ketiga, Muhammad Mazhhar, tetap di Madinah dan mengelola pengikut yang terdiri dari ulama dan pengikut dari India, Turki Daghestan, Kazan, dan Asia Tengah. Namun, yang paling penting dari pengikut Muhammad Mazhhar adalah seorang Arab, Muhammad Salih al-Zawawi dan murid-muridnya yang tidak merasakan kebencian, yang umumnya ditujukan kepada Ulama Pribumi terhadap orang-orang non Arab dalam masyarakat mereka.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Sebagai guru fiqih Syafi’i, dia memiliki akses khusus terhadap orang-orang Indonesia dan orang-orang Melayu yang berkumpul di Hijaz, serta berkat al-Zawawi dan murid-muridnyalah Naqsyabandiyah dikenal secara serius di Asia Tenggara. Di Pontianak di pantai barat Kalimantan, masih terdapat berbagai jejak garis Naqsyabandiyah yang terpancar dari Hijaz ini.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Dorongan yang membawa Naqsyabandiyah ke zaman modern berasal dari pengganti Ghulam Ali yang lainnya. Maulana Khalid al-Bagdhadi (w. 1827). Beliau mempunyai peranan yang penting di dalam perkembangan tarekat ini sehinga keturunan dari para pengikutnya dikenal sebagai kaum Khalidiyah, dan dia kadang-kadang dipandang sebagai “Pemburu” (Mujaddid) Islam pada abad ke-13, sebagaimana Srihindi dipandang sebagai pemburu Milenium kedua. Khalidiyah tidak terlalu berbeda dengan para leluhurnya Mujaddidiyah. Yang baru adalah usaha Maulana Khalid untuk menciptakan tarekat yang terpusat dan disiplin, terfokus pada dirinya pribadi, dengan cara ibadah yang disebut Rabithah (”petautan”) atau konsentrasi pada citra Maulana Khalid sebelum berdzikir. Usaha ini selanjutnya terkait dengan sikap politik, aktivitas, yang bertujuan untuk mengamankan supremasi syari’at dalam masyarakat Muslim dan menolak agresi Eropa. Setelah kematian Maulana Khalid, tidak ada kepemimpinan yang terpusat, tetapi sikap politik yang mendasari upaya tersebut tetap hidup.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Lahir di Distrik Syahrazur di Kurdistan Selatan pata 1776, Maulana Khalid melewatkan waktu sekitar satu tahun bersama Ghulam Ali di Delhi sebelum kembali ke kampung halamannya pada 1881 dengan “wewenang lengkap dan mutlak” sebagai wakilnya. Sebelum meninggalkan Delhi, Maulana Khalid memberi tahu gurunya bahwa tujuan utamanya adalah untuk “mencari dunia ini demi agama”, dari tiga tempat tinggalnya setelah itu Sulaimaniyah, Bagdad dan Damaskus, beliau mendirikan jaringan 116 wakil, yang masing-masing dengan tanggung jawab yang jelas batas geografisnya. Murid-muridnya mencakup tidak hanya anggota-anggota hierarki agama pemerintahan “Utsmaniyah”, tetapi juga sejumlah gubernur provinsi dan tokoh militer yang sangat penting dalam memajukan wibawa Khalidiyah adalah wakil kedua Maulana Khalid di Istambul, Abdul al-Wahhab al-Susi, yang merekrut Makkizada Musthafa Asim, syekh al-Islam masa itu ke dalam tarekat ini. Usaha untuk meraih pengaruh atas kebijakan Utsmaniyah yang disiratkan oleh berbagai upaya ini tidak pernah benar-benar berhasil.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Namun, terjadi semacam penyejajaran antara Khalidiyah dengan negara Utsmaniyah pada masa pemeritahan Abdulhamid II, yang berteman dengan Khalidiyah terkemuka di Istambul, Ahmed Ziyauddin Gumushanevi (w. 1893). Kepentingan Gumushanevi jauh mentransendenkan yang politis: tulisannya yang dimiliki banyak mengenai sufisme pada umumnya dan Naqsyabandiyah pada khususnya, mewakili puncak sastra sufi Utsmaniyah besar yang terakhir. Sebaliknya, Adbulhamid sangat ditentang oleh Syekh Naqsyabandiyah yang menonjol lainnya, Muhamad As’ad dari Ibril wilayah Irak Utara.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Pengaruh Maulana Khalid mungkin paling nampak di kampung halamannya, Kurdistan. Cabang Naqsyabandiyah yang beliau perkenalkan di sana sepenuhnya memudarkan pengaruh “Qadiriyah”, yang sebelumnya merupakan tarekat paling menonjol di wilayah Kurdistan, dan memunculkan sejumlah keluarga sebagai pemimpin turunan tarekat itu, serta memegang kepemimpinan dalam urusan negara Kurdistan. Hubungan keturunan Naqsyabandiyah dengan separatisme Kurdistan, dan kemudian nasionalisme, pertama kali terlihat dalam pemberontakan besar Kurdistan 1880 yang dipimpim oleh Ubaidillah dari Syamdinan, yang berhasil membebaskan diri, untuk sementara, sebagian besar orang Kurdistan Iran dari kendali Iran. Keluarga Barzani juga mampu mendominasi ungkapan nasionalisme Irak selama beberapa puluh tahun melalui wibawa Naqsabandiyah yang diwarisinya.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Khalidiyah juga mengakar dengan cepat dan tepat di Daghestan, wilayah pegunungan yang terletak di pertemuan Kaukasus dan Rusia Selatan.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Wilayah ini pertama kali diperkenalkan dengan Naqsyabandiyah pada akhir abad ke-18, tetapi kedatangan Khalidiyah yang membuat wilayah itu menjadi daerah Naqsyabandi semasa hidup Maulana Khalid. Penekanan ganda Khalidiyah di Daghestan adalah penggantian hukum-kebiasaan (cotumary law) non Islam menjadi syari’at dan perlawanan terhadap pemerintah Rusia. Pemimpin Naqsyabandiyah pertama untuk orang Daghestan adalah Ghazi Muhammad, yang meninggal dibunuh oleh orang Rusia pada 1832, dan penggantinya dua tahun kemudian mengalami nasib yang sama. Sebaliknya Syamil, yang kemudian mengambil kepemimpinan gerakan itu, mampu menahan Rusia hingga 159, salah satu perlawanan Muslim terhadap imperialisme Eropa yang terlama dan terkenal. Pengaruh Naqsyabandiyah di Daghestan ternyata sulit dicabut; kaum Naqsyabandiyah aktif dalam pemberontakan 1877 oleh Daghestan dan Chechenia yang berjaya pada rentang waktu antara runtuhnya tsar Rusia dan pembentukan pemerintahan Soviet.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Wilayah populasi Muslim lain yang diperintah oleh Rusia yang ternyata menerima Khalidiyah adalah Volga-Ural (sekarang Tatarstan dan Baskira).</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Wakil Maulana Khalid di Makkah, Abdullah Makki (Erzincani), menerima seorang murid dari Kazan, Fatsullah Menavusi; namun, yang pengaruhnya terbukti menentukan adalah pengikut Ghumushaveni asal Basykar, Syekh Zainullah Rasulev dari Troisk. Semula Rasulev adalah pengikut garis mujaddidiyah yang pergi ke Bukhara, kemudian mengalihkan kesetiaanya kepada Gumushaveni setelah berkunjung ke Istambul pada 1870. Ketika kembali, dia mempropagandakan Khalidiyah sehingga membangkitkan permusuhan dari para pesaingnya dan menimbulkan kecurigaan dari pihak berwenang Rusia; hal ini mengakibatkan Rasulev dipenjara dan diasingkan. Kemudian bebas lagi pada 1881 dia memperkukuh dan memperkuat pengikutnya sehingga ratusan murid berada di bawah pengaruhnya; mereka tidak hanya tersebar diwilayah Volga-Ural, tetapi juga di Kazakhstan dan Siberia. Tatkala kematian tiba pada 1917, dia disebut sebagai “raja spiritual rakyatnya”, dan setelah kematiannya wibawa Rasulev tetap terus bergaung sampai pada periode Soviet: tiga kepala Direktorat Spiritual untuk kaum Muslim Rusia Eropa dan Siberia yang berfungsi di bawah pengawasan Soviet adalah murid-murid Rasulev.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Akhirnya, Khalidiyah memastikan pula penanaman pengaruh Naqsyabandiyah secara permanen di dunia Melayu Indonesia. Abdullah Makki mempunyai murid dari Sumatera yaitu Ismail Minangkabawi. Setelah lama menetap di Makkah, Minangkabawi menetap di Penyengat wilayah kepulauan Riau. Di sana, ia memperoleh kesetiaan dari keluarga pemerintahan, yang sudah mulai diperkenalkan pada Naqsyabandiyah oleh Duta-duta pemerintah yang dikirim dari Madinah oleh Muhammad Mazhhar. Dia juga pergi ke Melayu hingga Kedah, mempropagandakan Khalidiyah ke mana pun ia pergi. Namun usahanya merupakan rintisan, dan digantikan oleh kegiatan dua Khalidiyah yang tinggal di Makkah yaitu Khalil Hamdi Pasya dan Syekh Sulaiman Zuhdi. Kenyataan bahwa kedua orang ini adalah pesaing, saling menuduh bahwa yang lainnya adalah menyimpang dari prinsip Naqsyabandiyah, menyiratkan betapa dunia Melayu Indonesia menjadi sumber pengikut yang kaya untuk Naqsyabandiyah. Dalam jangka panjang, Sulaiman Zuhdi lebih berhasil dari pada pesaingya, hingga Jabal Abi Qubais di Makkah, tempat dia tinggal, dipandang sebagai sumber seluruh Tarekat Naqsyabandiyah di Asia Tenggara. Di antara murid ini banyak yang mendirikan Khalidiyah di berbagai tempat di Sumatera, Jawa dan Sulawesi, yang paling penting adalah Abdil Wahab Rokan (w. 1926). Beliau dikirim dari Makkah pada tahun 1868 dengan misi untuk menyebarkan Khalidiyah di seluruh Sumatera, dari Aceh sampai Palembang — misi yang beliau dilaksanakan dengan sukses besar adalah dari pesantrennya di Bab Al-Salam, Lengkat-Tinggal menetap selama tiga tahun di Johor, dan memungkinkan dia untuk memperluas pengaruhnya lebih jauh ke Semenanjung Malaya.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Praktik Naqsyabandiyah di Dunia Melayu Indonesia sejak dini sangat berbeda dengan adanya ritual yang disebut dengan suluk, yakni menyendiri dengan jangka waktu yang berbeda-beda dan sebagian diiringi dengan puasa. Asal usul praktik ini sangat berbeda dengan tradisi Naqsyabandiyah yang tidak diketahui. Putusnya hubungan dengan Makkah akibat penaklukan Hijaz oleh kaum Wahabiyah makin menambah ciri khas bagi kaum Naqsyabandiyah di Melayu Indonesia.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong>Peran Politik<o:p></o:p></strong></p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Tidak semua perkembangan formatik yang berkenaan dengan Naqsyabandiyah berkaitan dengan Ghulam Ali Dihlavi dan keturunannya. Salah satu keturunan dari Ahmad Sirhindi didirikan di Syur Bazar di pinggiran Kabul pada pertengahan abad ke-19, dan para anggota cabang ini memainkan peranan penting dalam urusan negara Afghanistan hingga pembentukan negara pasca Komunis pertama pada tahun 1991. Di tempat lain di Asia Tengah, Naqsyabandiyah dari berbagai keturunan menonjol dalam perlawanannya terhapap Rusia dan sesudahnya. Dengan demikian pertahanan Goktepe oleh para Turkmen Akhel-Tekke diarahkan oleh seorang pengikut Naqysabandiyah, yaitu Muhammad Ali Ihsan (Dukchi Ikhsan). Naqsyabandiyah juga memimpin pemberontakan melawan pemerintah Cina di Xinjing pada tahun 1863 dan 1864 dan di Shannxi serta Gunsu antara 1862 dan 1873.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Ciri khas yang ditunjukan oleh kelompok Naqyabandiyah ini sering digambarkan dalam negara modern, terutama di Turki. Namun, di Turkli perlawanan Naqsyabandiyah terhadap sekulerisme selalu bersifat pasif (kecuali pemberontakan Sa’id). Penggambaran peristiwa Menemen 1931 sebagai konspirasi Naqsyabandiyah yang menyebabkan Syekh Muhammad As’ad (Mehmed Esad) dihukum mati secara adil, sekarang diragukan.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Sejumlah pemimpin Naqsyabandiyah menjadi orang penting sebagai guru spiritual dan intelektual: Mahmud Sami Ramazanoglu (w. 1984), pengganti Syekh Muhammad As’ad. Mehmed Zahid Kotku (w.1980), keturunan spiritual dari Gumushanevi bersama penggantinya Esad Gosan (sampai sekarang masih hidup) dan Resit Erol (w. 1994). Kegiatan mengajar para syekh ini beserta syekh lainnya secara alamiah memiliki pengaruh politik, namun cenderung mengarah pada pengintegrasian Naqsyabandiyah ke dalam struktur Republik Turki, dan bukan penolakan terhadap struktur tersebut. Penting dicatat bahwa beberapa pemimpin Naqsyabandiyah hadir secara menonjol di pemakaman Presiden Turki, Turgut Ozal pada 1993.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Kaum Naqsyabandiyah dalam jumlah dan kekuatan intelektualnya, tidak dapat digambarkan secara seragam dalam Dunia Islam sekarang ini. Pengaruh mereka mungkin paling kuat di Turki dan wilayah Kurdistan, dan yang paling lemah adalah di Pakistan. Pada masa pemerintahan Soviet, pengaruh Naqsyabandiyah sangat terasa pada gerakan “Islam bawah tahan” di Kaukasus Asia Tengah. Namun, pada akhirnya pemerintahan Soviet tidak diikuti perkembangan Naqsyabandiyah di permukaan.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong>Berbagai Ritual dan Teknik Spiritual Naqsyabandiyah<o:p></o:p></strong></p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Seperti tarekat-tarekat yang lain, Tarekat Naqsyabandiyah itu pun mempunyai sejumlah tata-cara peribadatan, teknik spiritual dan ritual tersendiri. Memang dapat juga dikatakan bahwa Tarekat Naqsyabandiyah terdiri atas ibadah, teknik dan ritual, sebab demikianlah makna asal dari istilah thariqah, “jalan” atau “marga”. Hanya saja kemudian istilah itu pun mengacu kepada perkumpulan orang-orang yang mengamalkan “jalan” tadi.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Naqsyabandiyah, sebagai tarekat terorganisasi, punya sejarah dalam rentangan masa hampir enam abad, dan penyebaran yang secara geografis meliputi tiga benua. Maka tidaklah mengherankan apabila warna dan tata cara Naqsyabandiyah menunjukkan aneka variasi mengikuti masa dan tempat tumbuhnya. Adaptasi terjadi karena keadaan memang berubah, dan guru-guru yang berbeda telah memberikan penekanan pada aspek yang berbeda dari asas yang sama, serta para pembaharu menghapuskan pola pikir tertentu atau amalan-amalan tertentu dan memperkenalkan sesuatu yang lain. Dalam membaca pembahasan mengenai berbagai pikiran dasar dan ritual berikut, hendaknya selalu diingat bahwa dalam pengamalannya sehari-hari variasinya tidak sedikit.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong>Asas-asas<o:p></o:p></strong></p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Penganut Naqsyabandiyah mengenal sebelas asas Thariqah. Delapan dari asas itu dirumuskan oleh ‘Abd al-Khaliq Ghuzdawani, sedangkan sisanya adalah penambahan oleh Baha’ al-Din Naqsyaband. Asas-asas ini disebutkan satu per satu dalam banyak risalah, termasuk dalam dua kitab pegangan utama para penganut Khalidiyah, Jami al-’Ushul Fi al-’Auliya. Kitab karya Ahmad Dhiya’ al-Din Gumusykhanawi itu dibawa pulang dari Makkah oleh tidak sedikit jamaah haji Indonesia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kitab yang satu lagi, yaitu Tanwir al-Qulub oleh Muhammad Amin al-Kurdi dicetak ulang di Singapura dan di Surabaya, dan masih dipakai secara luas. Uraian dalam karya-karya ini sebagian besar mirip dengan uraian Taj al-Din Zakarya (”Kakek” spiritual dari Yusuf Makassar) sebagaimana dikutip Trimingham. Masing-masing asas dikenal dengan namanya dalam bahasa Parsi (bahasa para Khwajagan dan kebanyakan penganut Naqsyabandiyah India).</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong>Asas-asasnya ‘Abd al-Khaliq adalah: <o:p></o:p></strong></p> <p style="margin-left: 56.7pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Hush dar dam: “sadar sewaktu bernafas”. Suatu latihan konsentrasi: sufi yang bersangkutan haruslah sadar setiap menarik nafas, menghembuskan nafas, dan ketika berhenti sebentar di antara keduanya. Perhatian pada nafas dalam keadaan sadar akan Allah, memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah; lupa atau kurang perhatian berarti kematian spiritual dan membawa orang jauh dari Allah (al-Kurdi).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 56.7pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Nazar bar qadam: “menjaga langkah”. Sewaktu berjalan, sang murid haruslah menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke depan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan (ruhani)-nya tidak dikacaukan oleh segala hal di sekelilingnya yang tidak relevan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 56.7pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Safar dar watan: “melakukan perjalanan di tanah kelahirannya”. Melakukan perjalanan batin, yakni meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. [Atau, dengan penafsiran lain: suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencari mursyid yang sejati, kepada siapa seseorang sepenuhnya pasrah dan dialah yang akan menjadi perantaranya dengan Allah (<i style="">Gumusykhanawi</i>).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 56.7pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Khalwat dar anjuman: “sepi di tengah keramaian”. Berbagai pengarang memberikan bermacam tafsiran, beberapa dekat pada konsep “innerweltliche Askese” dalam sosiologi agama Max Weber. Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti perkumpulan tertentu. Beberapa orang mengartikan asas ini sebagai “menyibukkan diri dengan terus menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan hal-hal lainnya bahkan sewaktu berada di tengah keramaian orang”; yang lain mengartikan sebagai perintah untuk turut serta secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat sementara pada waktu yang sama hatinya tetap terpaut kepada Allah saja dan selalu wara’. Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara aktif dalam politik dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan mengacu kepada asas ini.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 56.7pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">5.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Yad kard: “ingat”, “menyebut”. Terus-menerus mengulangi nama Allah, dzikir tauhid (berisi formula la ilaha illallah), atau formula dzikir lainnya yang diberikan oleh guru seseorang, dalam hati atau dengan lisan. Oleh sebab itu, bagi penganut Naqsyabandiyah, dzikir itu tidak dilakukan sebatas berjamaah ataupun sendirian sehabis shalat, tetapi harus terus-menerus, agar di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 56.7pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">6.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Baz gasyt: “kembali”, ” memperbarui”. Demi mengendalikan hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur), sang murid harus membaca setelah dzikir tauhid atau ketika berhenti sebentar di antara dua nafas, formula ilahi anta maqsudi wa ridlaka mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridlaan-Mulah yang kuharapkan). Sewaktu mengucapkan dzikir, arti dari kalimat ini haruslah senantiasa berada di hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang halus kepada Tuhan semata.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 56.7pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">7.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Nigah dasyt: “waspada”. Yaitu menjaga pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu melakukan dzikir tauhid, untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap akan Tuhan, dan untuk memlihara pikiran dan perilaku seseorang agar sesuai dengan makna kalimat tersebut. Al-Kurdi mengutip seorang guru (anonim): “Kujaga hatiku selama sepuluh hari; kemudian hatiku menjagaku selama dua puluh tahun.”<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 56.7pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">8.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Yad dasyt: “mengingat kembali”. Penglihatan yang diberkahi: secara langsung menangkap Zat Allah, yang berbeda dari sifat-sifat dan nama-namanya; mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah Yang Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga. Penglihatan ini ternyata hanya mungkin dalam keadaan jadzbah: itulah derajat ruhani tertinggi yang bisa dicapai.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Asas-asas Tambahan dari Baha al-Din Naqsyabandi:<o:p></o:p></span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 56.7pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Wuquf-i zamani: “memeriksa penggunaan waktu seseorang”. Mengamati secara teratur bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan setiap dua atau tiga jam). Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan tenggelam dalam dzikir, dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah berterimakasih kepada Allah, jika seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau melakukan perbuatan berdosa, hendaklah ia meminta ampun kepada-Nya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 56.7pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Wuquf-i ‘adadi: “memeriksa hitungan dzikir seseorang”. Dengan hati-hati beberapa kali seseorang mengulangi kalimat dzikir (tanpa pikirannya mengembara ke mana-mana). Dzikir itu diucapkan dalam jumlah hitungan ganjil yang telah ditetapkan sebelumnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 56.7pt; text-align: justify; text-indent: -21.25pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Wuquf-I qalbi: “menjaga hati tetap terkontrol”. Dengan membayangkan hati seseorang (yang di dalamnya secara batin dzikir ditempatkan) berada di hadirat Allah, maka hati itu tidak sadar akan yang lain kecuali Allah, dan dengan demikian perhatian seseorang secara sempurna selaras dengan dzikir dan maknanya. Taj al-Din menganjurkan untuk membayangkan gambar hati dengan nama Allah terukir di atasnya.<o:p></o:p></span></p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong>Zikir dan Wirid<o:p></o:p></strong></p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya, adalah dzikir yaitu berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan kalimat la ilaha illallah. Tujuan latihan itu ialah untuk mencapai kesadaran akan Tuhan yang lebih langsung dan permanen. Pertama sekali, Tarekat Naqsyabandiyah membedakan dirinya dengan aliran lain dalam hal dzikir yang lazimnya adalah dzikir diam (khafi, “tersembunyi”, atau qalbi, ” dalam hati”), sebagai lawan dari dzikir keras (dhahri) yang lebih disukai tarekat-tarekat lain. Kedua, jumlah hitungan dzikir yang mesti diamalkan lebih banyak pada Tarekat Naqsyabandiyah daripada kebanyakan tarekat lain.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Dzikir dapat dilakukan baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Banyak penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan dzikir secara sendiri-sendiri, tetapi mereka yang tinggal dekat seseorang syekh cenderung ikut serta secara teratur dalam pertemuan-pertemuan di mana dilakukan dzikir berjamaah. Di banyak tempat pertemuan semacam itu dilakukan dua kali seminggu, pada malam Jum’at dan malam Selasa; di tempat lain dilaksanakan tengah hari sekali seminggu atau dalam selang waktu yang lebih lama lagi.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Dua dzikir dasar Naqsyabandiyah, keduanya biasanya diamalkan pada pertemuan yang sama, adalah dzikir ism al-dzat, “mengingat yang Haqiqi” dan dzikir tauhid, ” mengingat keesaan”. Yang duluan terdiri dari pengucapan asma Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali (dihitung dengan tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Tuhan semata. Dzikir Tauhid (juga dzikir tahlil atau dzikir nafty wa itsbat) terdiri atas bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat la ilaha illa llah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi la permulaan digambar dari daerah pusar terus ke hati sampai ke ubun-ubun. Bunyi Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan. Di situ, kata berikutnya, illa dimulai dengan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah di hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala kotoran.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Variasi lain yang diamalkan oleh para pengikut Naqsyabandiyah yang lebih tinggi tingkatannya adalah dzikir latha’if. Dengan dzikir ini, orang memusatkan kesadarannya (dan membayangkan nama Allah itu bergetar dan memancarkan panas) berturut-turut pada tujuh titik halus pada tubuh. Titik-titik ini, lathifah (jamak latha’if), adalah qalb (hati), terletak selebar dua jari di bawah puting susu kiri; ruh (jiwa), selebar dua jari di atas susu kanan; sirr (nurani terdalam), selebar dua jari di atas putting susu kanan; khafi (kedalaman tersembunyi), dua jari di atas puting susu kanan; akhfa (kedalaman paling tersembunyi), di tengah dada; dan nafs nathiqah (akal budi), di otak belahan pertama. Lathifah ketujuh, kull jasad sebetulnya tidak merupakan titik tetapi luasnya meliputi seluruh tubuh. Bila seseorang telah mencapai tingkat dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini, seluruh tubuh akan bergetar dalam nama Tuhan. Konsep <i style="">latha’if</i> <span style=""> </span>dibedakan dari teknik dzikir yang didasarkan padanya bukanlah khas Naqsyabandiyah saja tetapi terdapat pada berbagai sistem psikologi mistik. Jumlah latha’if dan nama-namanya bisa berbeda; kebanyakan titik-titik itu disusun berdasarkan kehalusannya dan kaitannya dengan pengembangan spiritual.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Ternyata <i style="">latha’if</i> pun persis serupa dengan cakra dalam teori yoga. Memang, titik-titik itu letaknya berbeda pada tubuh, tetapi peranan dalam psikologi dan teknik meditasi seluruhnya sama saja.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Asal-usul ketiga macam dzikir ini sukar untuk ditentukan; dua yang pertama seluruhnya sesuai dengan asas-asas yang diletakkan oleh ‘Abd Al-Khaliq Al-Ghujdawani, dan muntik sudah diamalkan sejak pada zamannya, atau bahkan lebih awal. Pengenalan dzikir latha’if umumnya dalam kepustakaan Naqsyabandiyah dihubungkan dengan nama Ahmad Sirhindi. Kelihatannya sudah digunakan dalam Tarekat Kubrawiyah sebelumnya; jika ini benar, maka penganut Naqsyabandiyah di Asia Tengah sebetulnya sudah mengenal teknik tersebut sebelum dilegitimasikan oleh Ahmad Sirhindi.</p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);">Pembacaan tidaklah berhenti pada dzikir; pembacaan aurad (Indonesia: wirid), meskipun tidak wajib, sangatlah dianjurkan. Aurad merupakan doa-doa pendek atau formula-formula untuk memuja Tuhan dan atau memuji Nabi Muhammad, dan membacanya dalam hitungan sekian kali pada jam-jam yang sudah ditentukan dipercayai akan memperoleh keajaiban, atau paling tidak secara psikologis akan mendatangkan manfaat. Seorang murid dapat saja diberikan wirid khusus untuk dirinya sendiri oleh syekhnya, untuk diamalkan secara rahasia (diam-diam) dan tidak boleh diberitahukan kepada orang lain; atau seseorang dapat memakai kumpulan aurad yang sudah diterbitkan. Naqsyabandiyah tidak mempunyai kumpulan aurad yang unik. Kumpulan-kumpulan yang dibuat kalangan lain bebas saja dipakai; dan kaum Naqsyabandiyah di tempat yang lain dan pada masa yang berbeda memakai aurad yang berbeda-beda. Penganut Naqsyabandiyah di Turki, umpamanya, sering memakai Al-Aurad Al-Fathiyyah, dihimpun oleh Ali Hamadani, seorang sufi yang tidak memiliki persamaan sama sekali dengan kaum Naqsyabandiyah. (<a href="http://syafii.wordpress.com%29./"><span style="text-decoration: none;">syafii.wordpress.com</span>).</a></p> <p style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: -35.45pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><b style=""><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></b><!--[endif]--><strong>Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah</strong> </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><em><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah</span></em><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"> adalah perpaduan dari dua buah tarekat besar, yaitu <em>Thariqah Qadiriyah</em> dan <em>Thariqah Naqsabandiyah</em>. Pendiri tarekat baru ini adalah seorang Sufi Syaikh besar Masjid Al-Haram di Makkah al-Mukarramah bernama Syaikh Ahmad Khatib Ibn Abd.Ghaffar al-Sambasi al-Jawi (w.1878 M.). Beliau adalah seorang ulama besar dari Indonesia yang tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah. Syaikh Ahmad Khatib adalah mursyid Thariqah Qadiriyah, di samping juga mursyid dalam <em>Thariqah Naqsabandiyah</em>. Tetapi ia hanya menyebutkan silsilah tarekatnya dari sanad <em>Thariqah Qadiriyah</em> saja. Sampai sekarang belum diketemukan secara pasti dari sanad mana beliau menerima <em>bai'at Thariqah Naqsabandiyah</em>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Sebagai seorang mursyid yang kamil mukammil Syaikh Ahmad Khatib sebenarnya memiliki otoritas untuk membuat modifikasi tersendiri bagi tarekat yang dipimpinnya. Karena dalam tradisi <em>Thariqah Qadiriyah</em> memang ada kebebasan untuk itu bagi yang telah mempunyai derajat mursyid. Karena pada masanya telah jelas ada pusat penyebaran Thariqah Naqsabandiyah di kota suci Makkah maupun di Madinah, maka sangat dimungkinkan ia mendapat bai'at dari tarekat tersebut. Kemudian menggabungkan inti ajaran kedua tarekat tersebut, yaitu <em>Thariqah Qadiriyah</em> dan <em>Thariqah Naqsabandiyah</em> dan mengajarkannya kepada murid-muridnya, khususnya yang berasal dari Indonesia.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Penggabungan inti ajaran kedua tarekat tersebut karena pertimbangan logis dan strategis, bahwa kedua tarekat tersebut memiliki inti ajaran yang saling melengakapi, terutama jenis dzikir dan metodenya. Di samping keduanya memiliki kecenderungan yang sama, yaitu sama-sama menekankan pentingnya syari'at dan menentang faham <em>Wihdatul Wujud</em>. <em>Thariqah Qadiriyah</em> mengajarkan <em>Dzikir Jahr Nafi Itsbat</em>, sedangkan <em>Thariqah Naqsabandiyah</em> mengajarkan <em>Dzikir Sirri Ism Dzat</em>. Dengan penggabungan kedua jenis tersebut diharapkan para muridnya akan mencapai derajat kesufian yang lebih tinggi, dengan cara yang lebih mudah atau lebih efektif dan efisien. Dalam kitab Fath al-'Arifin, dinyatakan tarekat ini tidak hanya merupakan penggabungan dari dua tarekat tersebut. Tetapi merupakan penggabungan dan modifikasi berdasarkan ajaran lima tarekat, yaitu Tarekat Qadiriyah, Tarekat Anfasiyah, Junaidiyah, dan Tarekat Muwafaqah (Samaniyah). Karena yang diutamakan adalah ajaran Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah, maka tarekat tersebut diberi nama <em>Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah</em>. Disinyalir tarekat ini tidak berkembang di kawasan lain (selain kawasan Asia Tenggara).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Penamaan tarekat ini tidak terlepas dari sikap <em>tawadlu'</em> dan <em>ta'dhim</em> Syaikh Ahmad Khathib al-Sambasi terhadap pendiri kedua tarekat tersebut. Beliau tidak menisbatkan nama tarekat itu kepada namanya. Padahal kalau melihat modifikasi ajaran yang ada dan tatacara ritual tarekat itu, sebenarnya layak kalau ia disebut dengan nama Tarekat Khathibiyah atau Sambasiyah, karena memang tarekat ini adalah hasil <em>ijtihadnya.<o:p></o:p></em></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Sebagai suatu <em>mazhab</em> dalam tasawuf, <em>Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah</em> memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang merupakan pandangan para pengikut tarekat ini bertalian dengan masalah tarekat atau metode untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini paling efektif dan efisien. Karena ajaran dalam tarekat ini semuanya didasarkan pada Al-Qur'an, Al-Hadits, dan perkataan para 'ulama arifin dari kalangan <em>Salafus shalihin.<o:p></o:p></em></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Setidaknya ada empat ajaran pokok dalam tarekat ini, yaitu : tentang kesempurnaan suluk, tentang adab (etika), tentang dzikir, dan tentang murakabah ( <a href="http://www.suryalaya.org/tqn1.html"><span style="text-decoration: none;">suryalaya.org)</span></a>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Syeikh Ahmad Khatib Sambas salah satu tokoh Tarekat <strong>Qadiriyah Naqsyabandiyah</strong><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Sambas, salah satu perbedaan yang menonjol antara tarekat naqsabandiyah dengan qadiriyah adalah, kalau tarekat qadiriyah disuarakan dengan keras (zikir vokal) sedangkan naqsabandiyah diucapkan dalam hati (zikir diam). Mengapa hal ini terjadi, karena Ali sahabat Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang periang, terbuka, dan suka menantang orang-orang kafir dengan mengucapkan kalimat syahadat dengan suara keras. Sebaliknya, Abu Bakar menerima pelajaran spritualnya pada malam hijrah, ketika dia dan rasulullah sedang bersembunyi di sebuah gua. Karena di seputar tempat itu banyak musuh, mereka tidak dapat berbicara keras dan rasulullah mengajarinya untuk berzikir di dalam hati.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Kemungkinan ketertarikan Khatib Sambas untuk mengadopsi tarekat naqsabandiyah dan menggabungkannya dengan tarekat qadiriyah, adalah karena teknik-teknik zikir diamnya yang begitu unik, sehingga dapat menyempurnakan keseimbangan zikir vokal yang digunakan tarekat qadiriyah. Dengan demikian, murid-murid tarekat qadiriyah-naqsabandiyah bisa lebih mudah, cepat, praktis, dan mendalam guna memperoleh pengalaman spritualnya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Namun yang cukup menarik adalah, dari siapa Khatib Sambas memperoleh doktrin spritual naqsabandiyah? Menjawab pertanyana ini, perlu dipertimbangkan situasi abad ke 18 dan 19, dimana afiliasi seorang ulama kepada lebih dari satu cabang sudah menjadi sesuatu hal yang umum. Tapi sifatnya tetap menjadi misteri adalah dari siapa Khatib Sambas memperoleh ajaran naqsabandiyah. Hal ini mengingat dia tidak pernah menyebut nama gurunya dibidang tasawuf selain dari nama Shaykh Shams al-Din.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Dalam sisilah Khatib Sambas, ia hanya menyebut gurunya dari tarekat qadiriyah. Sisilah tersebut dimulai dari Allah melalui Malaikat Jibril. Padahal, adaptasi zikir naqsabandiyah begitu eksplisit dalam terekat qadiriyah-naqsabandiyah. Tarekat naqsabandiyah-lah yang memusatkan zikirnya pada enam titik halus (lataif) dalam badan, jantung, dada kanan, dua jaru di atas puting kiri, dua jari di atas putting kanan. Di tengah dada dan dalam otak. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Khatib Sambas telah menerapkan konsep lataif dalam zikir qadiriyah, dia menuntut tidak hanya hati yang disucikan dengan zikir tapi juga kelima lataif di dalam dada. Pengaruh naqsabandiyah yang kedua terlihat dalam ajaran "menghadirkan rupa shaykh di hadapan murid-murid," kalau shaykh tidak hadir. Seorang murid membayangkan hubungan yang sedang dijalin dengan seorang mursyid (pembimbing spritual), seringkali dalam bentuk seberkas cahaya yang memancar dari seorang mursyid. Ini tidak lain dari apa yang dinamakan rabitah shaykh dalam tarekat naqsabandiyah. Dalam tarekat qadiriyah, rabitah biasanya tidak dilakukan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Zikir qadiriyah selalu jahr, bersuara, dan seringkali dengan suara keras. Kala Khatib Sambas mengajarkan bahwa zikir bisa juga dilakukan tanpa suara, ini agaknya merupakan hasil adaptasi dari zikir naqsabandiyah. Rumusan ajaran dan rumusan praktis tarekat qadiriyah-naqsabandiyah diuraikan oleh Khatib Sambas dalam karyanya Fath al-Arifin (<a href="http://www.sambas.go.id/news/index.asp?id=63"><span style="text-decoration: none;">sambas.go.id/news)</span></a>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.5in; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Tarekat Syathariyah<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Tarekat Syathariyah pertama kali digagas oleh Abdullah Syathar (w.1429 M). Tarekat Syaththariyah berkembang luas ke Tanah Suci (Mekah dan Medinah) dibawa oleh Syekh Ahmad Al-Qusyasi (w.1661/1082) dan Syekh Ibrahim al-Kurani (w.1689/1101). Dan dua ulama ini diteruskan oleh Syekh 'Abd al-Rauf al-Sinkili ke nusantara, kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh Burhan al-Din ke Minangkabau.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Tarekat Syathariyah sesudah Syekh Burhan al-Din berkembang pada 4 (empat) kelompok, yaitu; Pertama. Silsilah yang diterima dari Imam Maulana. Kedua, Silsilah yang dibuat oleh Tuan Kuning Syahril Lutan Tanjung Medan Ulakan. Ketiga, Silsilah yang diterima oleh Tuanku Ali Bakri di Sikabu Ulakan. Keempat; Silsilah oleh Tuanku Kuning Zubir yang ditulis dalam Kitabnya yang berjudul Syifa' aI-Qulub.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Berdasarkan silsilah seperti tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat Syaththariyah di Minangkabau masih terpelihara kokoh. Untuk mendukung ke1embagaan tarekat, kaum Syathariyah membuat lembaga formal berupa organisasi sosial keagamaan Jamaah Syathariyah Sumatera Barat, dengan cabang dan ranting-ranting di seluruh alam Minangkabau, bahkan di propinsi - tetangga Riau dan jambi. Bukti kuat dan kokohnya kelembagaan tarekat Syaththariyah dapat ditemukan wujudnya pada kegiatan bersafar ke makam Syekh Burhan al-Din Ulakan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Adapaun ajaran tarekat Syaththariyah yang berkembang di Minangkabau sama seperti yang dikembangkan oleh 'Abd al-Rauf al-Sinkili. Masalah pokoknya dapat dikelompokkan pada tiga:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><i><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Bagian Pertama,</span></i><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"> Ketuhanan dan hubungannya dengan alam. Paham ketuhanan dalam hubungannya dengan alam ini seolah-olah hampir sama dengan paham Wahdat a1- Wujud, dengan pengertian bahwa Tuhan dan alam adalah satu kesatuan atau Tuhan itu immanen dengan alam, bedanya oleh al-Sinkili ini dijelaskannya dengan menekankan pada trancendennya Tuhan dengan alam. la mengungkapkan wujud yang hakiki hanya Allah, sedangkan alam ciptaan-Nya bukan wujud yang hakiki. Bagaimana hubungan Tuhan dengan alam dalam transendennya, al-Sinkili menjelaskan bahwa sebelum Tuhan menciptakan alam raya (al- 'a/am), Dia selalu memikirkan (berta'akul) tentang diri-Nya, yang kemudian mengakibatkan terciptanya Nur Muhammad (cahaya Muhammad). Dari Nur Muhammad itu Tuhan menciptakan pola-pola dasar (a'ayan tsabitah), yaitu potensi dari semua alam raya, yang menjadi sumber dari pola dasar luar (a/-‘ayan alkharijiyah) yaitu ciptaan dalam bentuk konkritnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Ajaran tentang ketuhanan al-Sinkili di atas, disadur dan dikembangkan oleh Syekh Burhan al-Din Ulakan seperti yang terdapat dalam kitab Tahqiq. Kajian mengenai ketuhanan yang dimuat dalam kitab Tahqiq dapat disimpulkan pada Iman dan Tauhid. Tauhid dalam pengertian Tauhid syari'at, Tauhid tarekat, dan Tauhid hakekat, yaitu tingkatan penghayatan tauhid yang tinggi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><i><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Bagian kedua,</span></i><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"> Insan Kamil atau manusia ideal. Insan kamil lebih mengacu kepada hakikat manusia dan hubungannya dengan penciptanya (Tuhannya). Manusia adalah penampakan cinta Tuhan yang azali kepada esensi-Nya, yang sebenarnya manusia adalah esensi dari esensi-Nya yang tak mungkin disifatkan itu. Oleh karenanya, Adam diciptakan Tuhan dalam bentuk rupa-Nya, mencerminkan segala sifat dan nama-nama-Nya, sehingga "Ia adalah Dia." Manusia adalah kutub yang diedari oleh seluruh alam wujud ini sampat akhirnya. Pada setiap zaman ini ia mempunyai nama yang sesuai dengan pakaiannya. Manusia yang merupakan perwujudannya pada zaman itu, itulah yang lahir dalam rupa-rupa para Nabi--dari Nabi Adam as sampat Nabi Muhammad SAW-- dan para qutub (wali tertinggi pada satu zaman) yang datang sesudah mereka.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><br />Hubungan wujud Tuhan dengan insan kamil bagaikan cermin dengan bayangannya. Pembahasan tentang Insan KamiI ini meliputi tiga masalah pokok: Pertama; Masalah Hati. Kedua Kejadian manusia yang dikenal dengan a’yan kharijiyyah dan a’yan tsabitah. Ketiga; Akhlak, Takhalli, tahalli dan Tajalli.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><i><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Bagian ketiga,</span></i><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"> jalan kepada Tuhan (Tarekat). Dalam hal ini Tarekat Syaththariyah menekankan pada rekonsiliasi syari'at dan tasawuf, yaitu memadukan tauhid dan zikir. Tauhid itu memiliki empat martabat, yaitu tauhid uluhiyah, tauhid sifat, tauhid zat dan tauhid af'al. Segala martabat itu terhimpun dalam kalimah 1a ilaha ilIa Allah. Oleh karena itu kita hendaklah memesrakan diri dengan La ilaha illa Allah. Begitu juga halnya dengan zikir yang tentunya diperlukan sebagai jalan untuk menemukan pencerahan intuitif (kasyf) guna bertemu dengan Tuhan. Zikir itu dimaksudkan untuk mendapatkan al-mawat al-ikhtiyari (kematian sukarela) atau disebut juga al-mawat al-ma'nawi (kematian ideasional) yang merupakan lawan dari al mawat al-tabi’i (kematian alamiah). Namun tentunya perlu diberikan catatan bahwa ma’rifat yang diperoleh seseorang tidaklah boleh menafikan jalan syari’at.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.5in; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><strong><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="">5.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span></strong><!--[endif]--><strong><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tarekat Syadziliyah<o:p></o:p></span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Secara pribadi Abul Hasan asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu juga muridnya, Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, Doa, dan hizib. Ibn Atha'illah as- Sukandari adalah orang yang prtama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga kasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibn Atha'illah juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Melalui sirkulasi karya-karya Ibn Atha'illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan tradisi individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitik beratkan pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Sebagai ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: "Seandainya kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali". Perkataan yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya al-Ghozali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya al-Makki, mewarisi anda cahaya." Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi 'Iyad, Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atah'illah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikap wara' dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Konsisten mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Berpaling (hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Ridho kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus) dan menyerah. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">5.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Kembali kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Kelima sendi tersebut juga tegak diatas lima sendi berikut:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.55pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Semangat yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Berhati-hati dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah <span style=""> </span>atas kehormatannya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Berlaku benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Melaksanakan tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">5.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Menghargai (menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat yang lebih besar. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang) merupakan salah satu pandangan tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan diperkokoh oleh Ibn Atha'illah menjadi doktrin utamanya. Karena menurutnya, jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk berbuat positif.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Sementara itu tokohnya yang terkenal pada abad ke delapan Hijriyah, Ibn Abbad ar-Rundi (w. 790 H), salah seorang pensyarah kitab al-Hikam memberikan kesimpulan dari ajaran Syadziliyah: Seluruh kegiatan dan tindakan kita haruslah berupa pikiran tentang kemurahan hati Allah kepada kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita kepada Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam akan-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi syukur kepada kita."<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Mengenai dzikir yang merupakan suatu hal yang mutlak dalam tareqat, secara umum pada pola dzikir tareqat ini biasanya bermula dengan Fatihat adz-dzikir. Para peserta duduk dalam lingkaran, atau kalau bukan, dalam dua baris yang saling berhadapan, dan syekh di pusat lingkaran atau diujung barisan. Khusus mengenai dzikir dengan al-asma al-husna dalam tareqat ini, kebijakjsanaan dari seorang pembimbing khusus mutlak diperlukan untuk mengajari dan menuntun murid. Sebab penerapan asma Allah yang keliru dianggap akan memberi akibat yang berbahaya, secara rohani dan mental, baik bagi sipemakai maupun terhadap orang-orang disekelilingnya. Beberapa contoh penggunaan Asma Allah diberikan oleh Ibn Atha'ilah berikut: "Asma al-Latif," Yang Halus harus digunakan oleh seorang sufi dalam penyendirian bila seseorang berusaha mempertahankan keadaan spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai membuat sang sufi dicintai oleh semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus dalam kesendirian, maka keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar; dan Asma al-Faiq, "Yang Mengalahkan" sebaiknya jangan dipakai oleh para pemula, tetapi hanya oleh orang yang arif yang telah mencapai tingkatan yang tinggi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Tareqat Syadziliyah terutama menarik dikalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan pengawai negeri. Mungkin karena kekhasan yang tidak begitu membebani pengikutnya dengan ritual-ritual yang memberatkan seperti yang terdapat dalam tareqat-tareqat yang lainnya. Setiap anggota tareqat ini wajib mewujudkan semangat tareqat didalam kehidupan dan lingkungannya sendiri, dan mereka tidak diperbolehkan mengemis atau mendukung kemiskinan. Oleh karenanya, ciri khas yang kemudian menonjol dari anggota tareqat ini adalah kerapian mereka dalam berpakaian. Kekhasan lainnya yang menonjol dari tareqat ini adalah "ketenagan" yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya, misalnya: asy-Syadzili, Ibn Atha'illah, Abbad. A Schimmel menyebutkan bahwa hal ini dapat dimengerti bila dilihat dari sumber yang diacu oleh para anggota tareqat ini. Kitab ar-Ri'ayah karya al-Muhasibi. Kitab ini berisi tentang telaah psikologis mendalam mengenai Islam di masa awal. Acuan lainnya adalah Qut al-Qulub karya al-Makki dan Ihya Ulumuddin karya al-Ghozali. Ciri "ketenangan" ini tentu sja tidak menarik bagi kalangan muda dan kaum penyair yang membutuhkan cara-cara yang lebih menggugah untuk berjalan di atas Jalan Yang Benar. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Disamping Ar-Risalahnya Abul Qasim Al-Qusyairy serta Khatamul Auliya'nya, Hakim at-Tirmidzi. Ciri khas lain yang dimiliki oleh para pengikut tareqat ini adalah keyakinan mereka bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan menjadi anggota tareqat ini sudah sejak di alam Azali dan mereka percaya bahwa Wali Qutb akan senantiasa muncul menjadi pengikut tareqat ini.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Tidak berbeda dengan tradisi di Timur Tengah, Martin menyebutkan bahwa pengamalan tareqat ini di Indonesia dalam banyak kasus lebih bersifat individual, dan pengikutnya relatif jarang, kalau memang pernah, bertemu dengan yang lain. Dalam praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya membaca secara individual rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb), dan diyakini mempunyai kegunaan-kegunaan megis. Para pengamal tareqat ini mempelajari berbagai hizib, paling tidak idealnya, melalui pengajaran (talkin) yang diberikan oleh seorang guru yang berwewenang dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru tersebut, walaupun sama sekali hampir tidak merasakan dirinya sebagai seorang anggota dari sebuah tareqat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Hizb al-Bahr, Hizb Nashor, disamping Hizib al-Hafidzah, merupaka salah satu Hizib yang sangat terkenal dari as-Syadzilli. Menurut laporan, hizib ini dikomunikasikan kepadanya oleh Nabi SAW. Sendiri. Hizib ini dinilai mempunyai kekuatan adikodrati, yang terutama dugunakan untuk melindungi selama dalam perjalanan. Ibnu Batutah menggunakan doa-doa tersebut selama perjalanan-perjalanan panjangnya, dan berhasil. Dan di Indonesia, dimana doa ini diamalkan secara luas, secara umum dipercaya bahwa kegunaan megis doa ini hanya dapat "dibeli" dengan berpuasa atau pengekangn diri yang liannya dibawah bimbingan guru.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Hizib-hizib dalam Tareqat Syadzilliyah, di Indonesia, juga dipergunakan oleh anggota tareqat lain untuk memohon perlindungan tambahan (Istighotsah), dan berbagai kekuatan hikmah, seperti debus di Pandegelang, yang dikaitkan dengan tareqat Rifa'iyah, dan di Banten utara yang dihubungkan dengan tareqat Qadiriyah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Para ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia secara kebaktian tidak begitu mendalam; ia lebih merupakan mantera megis yang Nama-nama Allah Yang Agung (Ism Allah A'zhim) dan, apabila dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkan dan menjamin respon supra natural. Menyangkut pemakaian hizib, wirid, dana doa, para syekh tareqat biasnya tidak keberatan bila doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk tujuan personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui murid-murid mereka mengamalkannya tanpa wewenang, sebab murid tersebut sedang mengikuti suaru pelatihan dari sang guru.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Tareqat ini mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam. Sekarang tareqat ini terdapat di Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka, Indonesia dan beberapa tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika Utara. Di Mesir yang merupakan awal mula penyebaran tareqat ini, tareqat ini mempunyai beberapa cabang, yakitu: al-Qasimiyyah, al- madaniyyah, al-Idrisiyyah, as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah, al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah, al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: 28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Yang menarik dari filosufi Tasawuf Asy-Syadzily, justru kandungan makna hakiki dari Hizib-hizib itu, memberikan tekanan simbolik akan ajaran utama dari Tasawuf atau Tharekat Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa belaka, melainkan juga mengandung doktrin sufistik yang sangat dahsyat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Di antara Ucapan Abul Hasan asy-Syadzili </span></b><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">(</span> <span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">sufinews.com):<b> <o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Pengelihatan akan yang Haqq telah mewujud atasku, dan takkan meninggalkan aku, dan lebih kuat dari apa yang dapat dipikul, sehingga aku memohon kepada Tuhan agar memasang sebuah tirai antara aku dan Dia. Kemudian sebuah suara memanggilku, katanya " Jika kau memohon kepada-Nya yang tahu bagaimana memohon kepada-Nya, maka Dia tidak akan memasang tirai antara kau dan Dia. Namun memohonlah kepada-Nya untuk membuatmu kuat memiliki-Nya."Maka akupun memohon kekuatan dari Dia pun membuatku kuat, segala puji bagi Tuhan! <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Aku pesan oleh guruku (Abdus Salam ibn Masyisy ra): "Jangan anda melangkahkan kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mendatangkn keridhoan Allah, dan jangan duduk dimajelis kecuali yang aman dari murka Allah. Jangan bersahabat kecuali dengan orang yang membantu berbuat taat kepada Allah. Jangan memilih sahabat karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah." <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Seorang wali tidak akan sampai kepada Allah selama ia masih ada syahwat atau usaha ihtiar sendiri. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Janganlah yang menjadi tujuan doamu itu adalah keinginan tercapainya hajat kebutuhanmu. Dengan demikian engkau hanya terhijab dari Allah. Yang harus menjadi tujuan dari doamu adalah untuk bermunajat kepada Allah yang memeliharamu dari-Nya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">5.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Seorang arif adalah orang yang megetahui rahasia-rahasia karunia Allah di dalam berbagai macam bala' yang menimpanya sehari-hari, dan mengakui kesalahan-kesalahannya didalam lingkungan belas kasih Allah kepadanya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">6.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Sedikit amal dengan mengakui karunia Allah, lebih baik dari banyak amal dengan terus merasa kurang beramal. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -28.35pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">7.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Andaikan Allah membuka nur (cahaya) seorang mu'min yang berbuat dosa, niscaya ini akan memenuhi antara langit dan bumi, maka bagaimanakah kiranya menjelaskan : "Andaikan Allah membuka hakikat kewalian seorang wali, niscaya ia akan disembah, sebab ia telah mengenangkan sifat-sifat Allah SWT. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><b style=""><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">DAFTAR PUSTAKA<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: -35.45pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-weight: normal;">Sri Mulyati, 2004. <i style="">Mengenal & Memahami Trekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia</i>,<span style=""> </span>Jakarta Timur: Prenada Media.<o:p></o:p></span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: justify; text-indent: -35.45pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><strong><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><a href="http://www.sufinews.com/index.php?subaction=showfull&id=1078317685&archive=&start_from=&ucat=8&do=tarekat"><span style="font-weight: normal; text-decoration: none;">http://www.sufinews.com/index.php?subaction=showfull&id=1078317685&archive=&start_from=&ucat=8&do=tarekat</span></a><o:p></o:p></span></strong></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><a href="http://syafii.wordpress.com/2007/04/17/tarekat-naqsyabandiyah/"><span style="text-decoration: none;">http://syafii.wordpress.com/2007/04/17/tarekat-naqsyabandiyah/</span></a><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Qodiriyah"><span style="text-decoration: none;">http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Qodiriyah</span></a><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 63.8pt; text-align: justify; text-indent: -63.8pt; line-height: 150%; color: rgb(255, 102, 0);"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><a href="http://www.suryalaya.org/tqn1.html"><span style="text-decoration: none;">http://www.suryalaya.org/tqn1.html</span></a><strong><o:p></o:p></strong></span></p> <span style="font-size: 12pt; line-height: 115%; font-family: "Times New Roman","serif"; color: rgb(255, 102, 0);"><a href="http://www.sambas.go.id/news/index.asp?id=63"><span style="text-decoration: none;">http://www.sambas.go.id/news/index.asp?id=63</span></a><br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">http://www.</span><a href="http://www.sambas.go.id/news/index.asp?id=63"><span style="text-decoration: none;">sisyat86inspiriete.blogspot.com/search/label/Ilmu Tasawuf</span></a><br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-style: italic; font-weight: bold;">http://www.tasawufislam.blogspot.com</span><br /></span>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-28972490762887481412009-05-13T20:22:00.000-07:002009-05-13T20:35:50.935-07:00Kerangka Berfikir Irfani<div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold; font-family: trebuchet ms; font-size: 100%; color: rgb(0, 0, 153);">DASAR-DASAR FALSAFI AHWAL DAN MAQAMAT</span><br /><span style="font-weight: bold; font-family: trebuchet ms; font-size: 100%;"></span></div><span style="font-weight: bold; font-family: trebuchet ms; font-size: 100%; color: rgb(51, 51, 255);"><br /></span> <div style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-weight: bold; font-family: georgia; font-size: 130%;">Pendahuluan</span><span style="font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;"> </span></span><span style="font-family: georgia;"> </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"><span style="font-style: italic; font-weight: bold; font-size: 180%;">D</span>i samping tasawuf, Islam juga mengenal ajaran ruhani (ilmu) lainnya yang disebut <span style="font-style: italic;">’irfan </span>(Anwar, 2002: 47). Menurut Ruhullah Syams, sebagaimana yang dilihat secara umum istilah <span style="font-style: italic;">’irfan</span> dan tasawuf digunakan secara sinonim di dunia Islam hari ini .</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">C. Ramli Bihar Anwar (2002: 47) mengatakan, Irfan muncul untuk pertama kalinya sebagai reaksi atas praktik-praktik tasawuf tertentu dalam dunia Syiah yang dianggap telah menyimpang dari syariat. Karena itu, di dalam ’irfan sangat mementingkan syariat sebagai dasar bertasawuf. </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Irfan secara etimologi bermakna pengetahuan, sebab itu irfan dan tasawuf Islam menunjukkan suatu bentuk pengetahuan, bahwa perjalanan sair suluk (<span style="font-style: italic;">riyâdhâ</span>) seorang hamba kepada Allah Swt. akan meniscayakan suatu bentuk pengetahuan yang lebih hakiki dari pada pengetahuan konsepsi (<span style="font-style: italic;">tashawwur</span>) dan afrimasi (<span style="font-style: italic;">tashdiq</span>) panca indra dan akal. Sebab itu bentuk pengetahuan irfani adalah hudhuri (presentif), bahkan bentuk pengetahuan hudhuri yang memiliki derajat tinggi.</span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><span style="font-family: georgia;">Para sufi adalah urafa (jamak dari <span style="font-style: italic;">arif</span>), yakni mereka yang memperoleh pengetahuan hakiki ontologis. Pengetahuan yang diawali dengan makrifat nafs yang kemudian menyampaikan kepada makrifat Rabb (<span style="font-style: italic;">Man ‘arafa nafsahu fa qad ‘arafa rabbahu</span> ).</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Menurut Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin (2000: 69), kerangka irfani yaitu lingkup perjalanan menuju Allah untuk memperoleh pengenalan (ma’rifat) yang berlaku di kalangan sufi secara rasa (rohaniah). Manusia tidak akan tahu banyak mengenai penciptaan-Nya apabila belum melakukan perjalanan menuju Allah walaupun ia adalah orang yang beriman secara aqliyah. Hal ini karena adanya perbedaan yang dalam antara iman secara aqliyah atau logis teoritis (al- iman al-aqli an-Nazhari) dan iman secara rasa (al-iman asy-syu’ri ad-dzauqi). Lingkup irfani ini tidak dapat dicapai dengan mudah atau secara spontanitas, tetapi melalui proses yang panjang. Proses yang dimaksud yaitu maqam-maqam (tingkatan atau stasiun) dan ahwal (jama’ dari hal).</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Berdasarkan batasan tema bahasan yang telah ditentukan, Kerangka Berpikir Irfani: Dasar-dasar Falsafi Ahwal dan Maqamat. Adapun sub telaahan kami adalah :</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">A. Pengertian dan Perbedaan Maqam dan Ahwal </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">B. Macam-Macam Maqam dalam Tasawuf</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">C. Perihal dalam Perjalanan Sufi</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">D. Metode Irfani</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Semoga dalam memahami ilmu tasawuf khususnya kerangka berpikir irfani ini tidak sebatas teoritis, tapi aplikatif. Sehingga, tujuan penelaahan dapat tercapai, yakni pendalaman ilmu guna kemaslahatan umat.</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"><span style="font-weight: bold; font-size: 130%;">A. Pengertian dan Perbedaan Maqam dan Ahwal </span></span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Al-Maqamat</span></span><span style="font-weight: bold; font-style: italic;"> </span><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Banyak jalan dan cara yang ditempuhi seorang sufi dalam meraih cita-cita dan tujuannya mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah s.w.t seperti memperbanyakkan zikir, beramal soleh dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam perjalanan spiritualnya, seorang sufi pasti menempuh beberapa tahapan. Tahapan-tahapan itu disebutkan Maqamat/stasiun (jama’ dari maqam). Syamsun Ni'am (2001: 51) menambahkan, jalan itu sangat sulit dan untuk berpindah dari satu maqam ke maqam lain memerlukan usaha yang berat dan waktu yang tidak singkat. Dengan kata lain, maqam adalah tingkatan salik dalam beribadah melalui latihan bertahap guna membangun jiwa seorang hamba Allah s.w.t.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">A. Rivay Siregar (2002: 113), menjelaskan bahwa di kalangan sufi, orang pertama yang membahas masalah al-maqamat atau jenjang dan fase perjalanan menuju kedekatan dengan Tuhan, adalah al Haris ibnu Asad al-Muhasibi (w.243 H). Namun, siapapun yang pertama menyusun al-maqomat, tidaklah dipermasalahkan, tetapi yang pasti adalah sejak abad tiga hijriyah setiap orang yang ingin mencapai tujuan tasawuf , ia harus menempuh jalan yang berat dan panjang, melakukan berbagai latihan amalan, baik amalan lahiriah maupun batiniah . </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Al-Ahwal</span></span><span style="font-weight: bold; font-style: italic;"> </span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Menurut sufi, <span style="font-style: italic;">al-ahwal</span>-jamak dari <span style="font-style: italic;">al-hal</span>-dalam bahasa Inggris disebut <span style="font-style: italic;">state,</span> adalah situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia Allah, bukan dari hasil usahanya (Rivay, 2002: 131). Dengan kata lain, seorang salik (penempuh jalan tarekat) yang serius hatinya dipenuhi dengan bersitan-bersitan hati, sehingga banyak hal dan sifat yang kemudian berubah dalam dirinya. Sebagian sufi sepakat menyebut gejala ini sebagai ahwal, dan sebagian sufi lain menyebutnya sebagai maqamat (kedudukan/tingkatan) (Abdul Fattah, 2000: 107).</span><br /><span style="font-family: georgia;"></span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Namun, penulis lebih sependapat dengan Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin (2000:71) yang mengatakan bahwa hal sama dengan bakat, sedangkan maqam diperoleh dengan daya dan upaya. Jelasnya, hal tidak sama dengan maqam, keduanya tidak dapat dipisahkan.</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"><span style="font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">B. Macam-Macam Maqam dalam Tasawuf</span></span></span><span style="font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;"> </span></span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam al-maqamat tersebut antara lain:</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">1. Taubat</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Secara bahasa, taubat berarti kembali. Kembali kepada kebenaran yang dilegalkan Allah swt. dan diajarkan Rasulullah s.a.w. Taubat merupakan upaya seorang hamba menyesali dan meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan selama ini. </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Menurut Sayyid Abi Bakar Ibnu Muh. Syatha (2003: 42), taubat adalah kembali dari segala sesuatu yang dicela oleh Allah menuju ke arah yang dipuji oleh-Nya. Taubat adalah tahap pertama dalam menempuh tahap-tahap berikutnya. Taubat adalah jalan untuk membersihkan segala dosa. Setelah manusia dilumuri berbagai dosa. Tanpa adanya taubat seorang salik tidak akan dapat menempuh jalan menuju Allah s.w.t.</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Ada banyak definisi taubat di kalangan sufi, Abul Husain an-Nuri, mengungkapkan definisi tentang taubat. "Taubat adalah menolak dari semua, kecuali Allah yang Maha Tinggi", dan pemikiran yang sama dari penyesalan tahap tertinggi adalah berbeda sama sekali dari yang biasa terjadi, sebagaimana ditemukan dalam suatu pernyataan, "Dosa-dosa bagi mereka yang dekat dengan Allah s.w.t. adalah suatu perbuatan baik yang pada tempatnya". Sedang al-Ghazali menyatakan, bahawa hakikat taubat adalah kembali dari maksiat menuju taat, kembali dari jalan yang jauh menuju jalan yang dekat.</span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><span style="font-family: georgia;">Taubat yang dilakukan adalah taubat yang sungguh-sungguh (taubatan nasuhan)(Abdul Kadir al-Jilani, 2003: 73). Dalam hal ini, baik hati, lisan dan amal mencerminkan pertobatan. Beliau menganalogikan seseorang yang bertaubat nasuha seperti menggali akar (dosa) umbi dengan cangkul berupa didikan ruhaniah dari guru atau syekh yang sebenarnya (guru munsyid). Sebelum berladang atau berkebun, tanahnya harus dibersihkan terlebih dahulu dari akar-akar pohon, tunggul-tunggul pohon, dan semak-semak belukar. Rasulullah s.a.w. pernah ditanya seorang sahabat, “Apakah penyesalan itu taubat?” Rasulullah s.a.w. menjawab, “Ya.” (HR. Ibnu Majah) Amr bin Ala pernah mengatakan, “Taubat nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu mencintainya.” </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Ibnu Qayyim al-Jauziyyah pernah mengatakan bahwa taubat yang murni itu mengandungi tiga unsur: </span><span style="font-family: georgia;"> <span style="font-style: italic;">Pertama</span> : taubat yang meliputi atas keseluruhan jenis dosa, tidak ada satu dosa pun melainkan bertaubat karenanya; </span><span style="font-family: georgia;"> <span style="font-style: italic;">Kedua</span> : membulatkan tekad dan bersungguh-sungguh dalam bertaubat, sehingga tiada keraguan dan menunda-nunda kesempatan untuk bertaubat; dan </span> <span style="font-family: georgia;"> <span style="font-style: italic;">Ketiga </span>: menyucikan jiwa dari segala kotoran dan hal-hal yang dapat mengurangi rasa keikhlasan, khauf kepada Allah s.w.t dan menginginkan karunia-Nya. </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Salah satu unsur taubat yang harus dipenuhi adalah adanya penyesalan diri atas dosa-dosa yang dilakukan kepada Allah s.w.t. Sebagaimana yang dikatakan al-Qusyairi dalam Syamsun Ni’am (2001: 52), "Menyesali kesalahan adalah cukup untuk memenuhi syarat pertaubatan", demikian kata mereka yang telah melaksanakannya, karena tindakan tersebut mempunyai akibat berupa dua syarat yang lain. Artinya, orang tidak mungkin bertaubat dari suatu tindakan yang tetap dilakukan atau yang ia mungkin bermaksud melakukannya. Inilah makna taubat secara umum.</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Taubat dari segala kesalahan tidak membuat seorang manusia terhina di hadapan Tuhannya. Justru, akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya. Karena Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)</span> <span style="font-family: georgia;">Karena itu, ingat syarat taubat nasuha. Antara lain, pertama, segera meninggalkan dosa dan maksiat, kedua, menyesali dengan penuh kesadaran segala dosa dan maksiat yang telah dilakukan dan ketiga, bertekad untuk tidak akan mengulangi dosa. Abdul Kadir al-Jilani (2003: 75) menegaskan bahwa tanda taubat yang diterima Allah s.w.t. adalah seseorang tidak akan mengulangi perbuatan dosa.</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">2. Zuhud</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Secara bahasa Zuhud : <span style="font-style: italic;">Zuhd</span> (Arab) darwis; pertapa dalam Islam; orang yang meninggalkan kehidupan duniawi, mempunyai sikap tidak terbelenggu oleh hidup kebendaan. Amin Syukur (1997: 1) menambahkan, zuhud berarti mengasingkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Sedangkan orang yang memiliki sikap zuhud disebut zahid.</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Dalam tasawuf zuhud dijadikan maqam dalam upaya melatih diri dan menyucikan hati untuk melepas ikatan hati dengan dunia (Simuh, 1997: 58). Al-Ghazali mengatakan, zuhud berarti membenci dunia demi mencintai akhirat (Abdul Fattah, 2000: 117). Sedang menurut, Abu Sulaiman al-Darani dalam Simuh , zuhud adalah meninggalkan segala yang melalaikan hati dari Allah. Al-Junaid menyatakan bahwa zuhud adalah,”bahwa tangan terbebas dari harta dan hati terbebas dari angan-angan.” Michael A. Sells ( 2004: 266), seorang profesor perbandingan agama Haverford College berpendapat, zuhud adalah mengendalikan apa yang dihalalkan dan menjadi sebuah kewajiban melepaskan perkara yang diharamkan dan subhat. </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Ragam penafsiran mengenai zuhud ini, tetapi semuanya berkonotasi pada mengurangi dan jika mungkin mengabaikan kehidupan duniawi dengan segala kenikmatannya (Rivaiy, 2002: 116). Sehingga secara sederhana zuhud adalah sikap seseorang dalam memandang perkara duniawi secara tidak berlebihan.</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Zuhud adalah salah satu akhlak utama seorang muslim. zuhud adalah karakteristik dasar yang membedakan antara seorang mukmin sejati dengan mukmin awam. Apalagi seorang dai. Jika orang banyak mengatakan dia ”sama saja”, tentu nilai-nilai yang didakwahinya tidak akan membekas ke dalam hati orang-orang yang didakwahinya. Dakwahnya layu sebelum berkembang. Karena itu, setiap mukmin, terutama para dai, harus menjadikan zuhud sebagai perhiasan jati dirinya. Rasulullah saw. bersabda,”Zuhudlah terhadap apa yang ada di dunia, maka Allah akan mencintaimu. Dan zuhudlah terhadap apa yang ada di sisi manusia, maka manusia pun akan mencintaimu” (HR Ibnu Majah, tabrani, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Makna dan hakikat zuhud banyak diungkap Al-Qur’an, hadits, dan para ulama. Misalnya surat Al-Hadid ayat 20-23. Dari ayat itu, kita mendapat pelajaran bahwa akhlak zuhud tidak mungkin diraih kecuali dengan mengetahui hakikat dunia –yang bersifat sementara, cepat berubah, rendah, hina dan bahayanya ketika manusia mencintainya– dan hakikat akhirat –yang bersifat kekal, baik kenikmatannya maupun penderitaannya. </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Para ulama memperjelas makna dan hakikat zuhud. Secara <span style="font-style: italic;">syar’i</span>, zuhud bermakna mengambil sesuatu yang halal hanya sebatas keperluan. Abu Idris Al-Khaulani berkata, ”Zuhud terhadap dunia bukanlah mengharamkan yang halal dan membuang semua harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah lebih menyakini apa yang ada di sisi Allah ketimbang apa yang ada di tangan kita. Dan jika kita ditimpa musibah, maka kita sangat berharap untuk mendapatkan pahala. Bahkan ketika musibah itu masih bersama kita, kita pun berharap bisa menambah dan menyimpan pahalanya.” Ibnu Khafif berkata, ”Zuhud adalah menghindari dunia tanpa terpaksa.” Ibnu Taimiyah berkata, ”Zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat di akhirat nanti, sedangkan wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang ditakuti bahayanya di akhirat nanti.”</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Imam Ahmad bin Hanbal membagi zuhud ke dalam tiga tingkatan atau derajat. Pertama, zuhudnya orang awam yaitu meninggalkan sesuatu yang diharamkan. Kedua, zuhudnya orang khawash (orang khusus, orang istimewa), yaitu meninggalkan barang halal, jika barang halal itu dipandangnya telah berlebih dari kebutuhan dasarnya. Dan ketiga, zuhudnya orang ’arif (orang yang mengetahui hakikat Allah), yaitu meninggalkan segala sesuatu yang membuatnya sibuk dan lalai dari mengingat Allah .</span> <span style="font-family: georgia;">Banyak orang yang berpandangan sempit terhadap zuhud. Zuhud dianggap harus meninggalkan harta, menolak segala kenikmatan dunia, dan mengharamkan yang halal. Tidak demikian, karena meninggalkan harta adalah sangat mudah, apalagi jika mengharapkan pujian dan popularitas dari orang lain. Zuhud yang demikian sangat dipengaruhi oleh pikiran sufi yang berkembang di dunia Islam. Kerja mereka cuma mengharap belas kasihan dari orang lain, dengan mengatakan bahwa dirinya ahli ibadah atau keturunan Rasulullah saw. Padahal Islam mengharuskan umatnya agar memakmurkam bumi, bekerja, dan menguasai dunia, tetapi pada saat yang sama tidak tertipu oleh dunia.</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">3. <span style="font-style: italic;">Faqr</span> (Fakir)</span><br /><br /><span style="font-family: georgia;">Ibrahim ibn Ahmad Al-Khawwash ra. Berkata, ”Kefakiran adalah jubah dari mereka yang mulia, pakaian dari mereka yang telah diberikan sebuah misi, perhiasan para budiman, mahkota kaum bertakwa, hiasan para Mukmin, rampasan para’arifin, peringatan bagi pencari, benteng bagi para ’abid, dan penjara bagi para pendosa . </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Simuh (1997:62) mengutip, Abu Bakar al-Mishri berkata ”Fakir yang sesungguhnya adalah tidak memiliki sesuatu dan hatinya juga tidak menginginkan sesuatu”. Sedang Abu ’Abdullah ibn Al-Jalla menjelaskan mengenai hakikat fakir, ”Bahwa engkau tidak memiliki apa pun dan jika engkau memiliki sesuatu, engkau masih tidak memilikinya, dan sejauh engkau tidak memilikinya, engkau tidak memilikinya”. </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Ragam interpretasi yang dijumpai di kalangan sufi mengenai istilah Faqr (al Faqr) ini. Meskipun demikian, pesan yang tersirat di dalamnya adalah agar manusia bersikap hati-hati terhadap pengaruh negatif akibat keinginan kepada harta kekayaan (Rivay,2002: 119). </span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">Jelasnya,<span style="font-style: italic;"> faqk</span> adalah maqam yang bertujuan untuk menyucikan diri dari segala keinginan selain Allah. Tidak ada yang lebih penting dalam menghambakan diri kepada sang khalik selain membebaskan keterikatan batin kepada selain-Nya. Dengan pengertian bahwa melalui faqr, para salik akan menyadari serba terbatasnya dirinya sebagai hamba. Sehingga, perasaan itu melahirkan kepasrahan dan ketundukan.</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;">4. <span style="font-style: italic;">Sabr</span> (Sabar)</span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span><span style="font-family: georgia;">Firman Allah swt. dalam QS. Az-Zumar [39]: 10</span> <span style="font-family: georgia;"></span><br /><span style="font-family: georgia;"></span></div><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"> Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.</span><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Al-Ghazali mengatakan,”Sabar berarti bersemayamnya pembangkit ketaatan sebagai ganti pembangkit hawa-nafsu.” Al Junaid berkata bahwa sabar itu, ”menanggung beban demi Allah s.w.t. hingga saat-saat sulit tersebut berlalu”. Sedang menurut Sahl At-Tusturi, ”sabar berarti menanti kelapangan (jalan keluar, solusi) dari Allah.”</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Walaupun definisi mengenai sabar dari masing-masing para ulama berbeda, pada hakikatnya adalah sama. Sebab secara garis besar, sabar dimaksudkan sebagai wujud ibadah hamba Allah dalam menggapai keridhaan-Nya. Dan orang yang telah berhasil membentuk dirinya sebagai insan penyabar, ia akan memperoleh keberuntungan yang besar.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">5. Syukur</span><br /><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Abdul Fattah Sayyid Ahmad (2000: 124) dalam bukunya Tasawuf: antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah, tidak memisahkan antara sabar dan syukur. Bahkan menurut beliau, sabar dan syukur adalah dua buah kata yang digunakan untuk menyebut satu makna. Menguatnya motivasi agama dalam melawan motivasi syahwat, jika dilihat dari sudut pandang dorongan syahwat, disebut ’sabar’. Menguatnya dorongan agama dalam melawan motivasi syahwat, jika dilihat dari sudut pandang motivasi agama, disebut ’syukur’. </span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Firman Allah swt. dalam QS. Lukman [31]:31,</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Syukur kepada Allah merupakan bukti atas nikmat dan karunia yang diberikan kepada hamba-Nya (Syamsun Ni’am, 2001: 59). Secara global syukur adalah “<span style="font-style: italic;">Sharfun ni’mah fi ma khuliqat lahu</span>”(menggunakan nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya secara proporsional) . Al-Junaid mengatakan “Bersyukur adalah bahwa engkau tidak memandang dirimu layak menerima nikmat . Dalam dataran aplikatif, syukur tidak hanya diwujudkan dalam lisan semata. Namun juga dinyatakan dalam gerak dan perasaan hati. Dengan demikian syukur itu merupakan perpaduan antara perilaku hati, lisan dan raga.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">6. Tawakal</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Kata’<span style="font-style: italic;">tawakal’</span> diambil dari akar kata <span style="font-style: italic;">’wakalah</span>’. ”Dia mewakilkan urusannya kepada si fulan”. Kata ’mewakilkan’ di sini berarti ’menyerahkan’ atau ’mempercayakan’. Tawakal berarti menggantungkan hati hanya kepada ’al wakil’ (tumpuan perwakilan) . </span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Beberapa ulama berpendapat mengenai tawakal ini. Abu Bakar Al-Zaqaq berkata, ketika ditanya tentang tawakal, ”hidup untuk satu hari menenangkan kepedulian akan hari esok”. Ruwaim mengatakan, tawakal adalah percaya akan janji. Dan Sahl ibn ’Abdullah berkata bahwa tawakal itu, ” Menyerahkan diri kepada Allah dalam urusan apa pun yang Allah kehendaki”. </span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Berbagai sudut pandang dari para ulama dalam membahasakan istilah tawakal. Dan sebenarnya definisi dari mereka tidak saling berseberangan. Bahkan saling melengkapi. Sederhananya, tawakal berarti penyerahan penuh diri hamba kepada sang khalik setelah melalui ikhtiar yang maksimal dari hamba tersebut. Sebab Simuh (1997: 66) menegaskan bahwa tawakal yang didahului dengan ikhtiar merupakan tuntunan syariat Islam.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">7. Ridha (Rela)</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Ridha berarti penerimaan, tetapi ia juga berarti kualitas kepuasan dengan sesuatu atau seseorang. Ridha digambarkan sebagai”keteguhan di hadapan qadha”. Allah s.w.t. menyebutkan ridha dalam kitab-Nya, Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya (QS. Al-Maidah[5]:119); Dan keridhaan Allah adalah lebih besar (QS Al-Taubah [9]:72). Dengan cara demikian, keridhaan Allah swt atas hamba-Nya jauh lebih besar daripada ridha atas-Nya dan mendahuluinya.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Dzu Al-Nun berkata,”Kebahagiaan hati dengan berlalunya Qadha”. Ibn ’Atha berkata, ridha adalah takzimnya hati untuk pilihan abadi dari Tuhan untuk sang hamba karena dia tahu bahwa Dia s.w.t. telah memilihkan yang terbaik untuknya dan menerimanya serta melepaskan ketidakpuasannya.” Ibnu Khafif mengatakan, ridha adalah kerelaan hati menerima ketentuan Tuhan, dan persetujuan hatinya terhadap yang diridhai Allah untuknya . Sedang menurut Rabi’ah al-’Adawiyah, ridha adalah ”Jika dia telah gembira menerima musibah seperti kegembiraannya menerima nikmat” Sepertinya pengertian ridha demikian merupakan perpaduan antara sabar dan tawakal sehingga melahirkan sikap mental yang merasa tenang dan senang menerima segala situasi dan kondisi (Rivay, 2002: 122). Segala peristiwa atau perihal yang terjadi dan dialami dihadapi dengan hati yang tenang. Sekalipun peristiwa itu perkara musibah, kebahagiaan, atau apa saja di matanya sama saja. Ridha merupakan maqam terakhir dari perjalanan salik. Tidak mudah dalam menggapai kedudukan pada maqam ini. Para salik harus berjuang dan berkorban (<span style="font-style: italic;">mujahadah)</span> secara bertahap serta terus-menerus melakukan riadhah. Namun, bukan berarti perjalanan para salik berhenti sampai di sini. Masih ada perjalanan selanjutnya yang mesti ditempuh dan tentunya masing-masing mereka akan mengalami pengalaman spiritual yang berbeda.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-weight: bold; font-size: 130%;">C. Hal-hal yang dijumpai dalam Perjalanan Sufi</span></span><span style="font-weight: bold; font-size: 130%; color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Hal-hal yang dimaksud adalah al ahwal yang dialami para salik dalam menempuh perjalanan menuju ma’rifatullah. Al ahwal tersebut di antaranya: muhasabah dan muraqabah, qarb, hubb, raja’ dan khauf, syauq, uns,thuma’ninah, musyahadah dan yakin (Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, 2000:74). Namun berikut ini adalah penjelasan dari beberapa hal-hal saja:</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">1. <span style="font-style: italic;">Muhasabah</span> dan <span style="font-style: italic;">Muraqabah </span></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Kedua hal ini dikaji secara bersamaan oleh sebagian sufi. Sebab, keduanya memiliki fungsi yang sama yakni menundukan perasaan jasmani yang berasal dari nafsu dan amarah. Dengan pengertian, kedua hal ini dapat dilakukan secara bersamaan.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-style: italic;">Muhasabah</span> (Introspeksi)</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Hadits di atas menggambarkan urgensi muhasabah (evaluasi diri) dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah planing dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaan Rab-nya. Dan dalam menjalankan misi tersebut, seseorang tentunya harus memiliki visi (ghayah), perencanaan (<span style="font-style: italic;">ahdaf</span>), strategi (<span style="font-style: italic;">takhtith</span>), pelaksanaan (<span style="font-style: italic;">tatbiq</span>) dan evaluasi (<span style="font-style: italic;">muhasabah</span>). Hal terakhir merupakan pembahasan utama yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam hadits ini. Bahkan dengan jelas, Rasulullah mengaitkan evaluasi dengan kesuksesan, sedangkan kegagalan dengan mengikuti hawa nafsu dan banyak angan.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Muhasabah dapat diartikan pemeriksaan diri secara terus-menerus, yakni seorang mukmin meninjau kembali ucapan dan perbuatan setiap hari, setiap jam apakah baik atau buruk (Fathullah Gulen, 2001: 28). Dalam hal ini kritik dirilah yang dijadikan metode dalam pencarian kedalaman batin. Dan ini perlu usaha-usaha spiritual dan intelektual guna memotivasi serta mengembangkan potensi kebaikan pada diri.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Mochamad Bugi menjelaskan, dalam Al-Qur’an, Allah swt. seringkali mengingatkan hamba-hamba-Nya mengenai visi besar ini, di antaranya adalah dalam QS. Al-Hasyr (59): 18–19.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap Allah s.w.t. dengan kondisi sendiri-sendiri untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Allah s.w.t. menjelaskan dalam Al-Qur’an: “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (lihat QS. Maryam (19): 95, Al-Anbiya’ (21): 1)</span><br /><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Menurut Ibnu Rajab Al-Hambali dkk.(2004: 93-94), muhasabah sesudah beramal itu ada tiga:</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">1. Introspeksi diri atas berbagai ketaatan yang telah dilalaikan, yang itu adalah hal Allah swt. Bahwa ia telah melaksanakannya dengan serampangan, tidak semestinya.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">2. Introspeksi diri atas setiap amalan yang lebih baik ditinggalka daripada dikerjakan.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">3. Introspeksi diri atas perkara yang mubah, atas dasar apa ia melakukannya. Apakah dalam rangka mengharap Allah swt dan akhirat, sehingga ia beruntung? Ataukah untuk mengharap dunia dan kefanaannya, sehingga ia merugi?</span><br /><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-style: italic;">Muraqabah </span>(Keterjagaan) </span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Praktik sufi yang sangat penting ialah keterjagaan. Kata Arabnya <span style="font-style: italic;">muraqabah</span>. Ini dipraktikkan agar dapat menyaksikan dan menghaluskan keadaan diri sendiri. Dengan praktik muraqabah timbul kepekaan yang kian lama kian besar yang menghasilkan kemampuan untuk menyaksikan "pembukaan " di dalam. Muraqabah yang terkonsentrasi dan maju terjadi dalam pengasingan diri (khalwat) .Selama pengasingan, dan ketika "pembukaan " yang sesungguhnya terjadi, si pencari akan menerima kekosongan dan ketidakterbatasan waktu yang luas dalam dirinya. Ini merupakan kulminasi, boleh dikatakan, dari kesadaran diri dan keterjagaan diri, dan awal dari apa yang dipandang sebagai proses kebangunan gnostik (<span style="font-style: italic;">makrifat)</span> atau pencerahan. Maksud dari semua ini ialah bahwa orang itu sadar setiap waktu tentang keadaan di dalam batin yang tak terlukiskan, yang tak ada batasnya.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">2. <span style="font-style: italic;">Hubb</span> (Cinta)</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Cinta dalam bahasa Arab disebut al-hubb atau mahabbah yang berasal dari kalimat habba-hubban-hibban yang berarti waddahu, punya makna kasih atau mengasihi (Louis Ma’luf dalam Syamsun Ni’am, 2001: 111). Dalam Al-Quran banyak dijumpai kata-kata al-hubb atau mahabbah yang bermakna cinta. Diantaranya QS. Al-Baqarah [2]: 165.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Al-Ghazali berkata, cinta adalah kecenderungan naluriah kepada sesuatu yang menyenangkan. Al Junaid berkomentar tentang cinta, ”cinta berarti merasuknya sifat-sifat sang kekasih mengambil alih dari sifat-sifat pecinta”. Ketika Rabi’ah al Adhawiyah ditanya tentang cinta, dia menjawab, ”antara orang yang mencintai (muhibb) dan orang yang dicintai (mahbub) tidak ada jarak (Syamsun Ni’am, 2001: 117). Definisi dari beberapa sufi irfan tersebut cukup beragam. Sebenarnya untuk memahami mahabbah ini, tidak bisa disamakan dengan istilah cinta yang biasa digunakan. Jelasnya, cinta di sini sangat berbeda dengan pengertian cinta sesama makhluk Tuhan. Cinta yang dimaksud adalah cinta hakiki dari hamba kepada khaliknya. Dengan kata lain, cinta itu perwujudan rasa kedekatan jiwa dan raga seorang hamba dihadapan Tuhannya.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Walau cinta merupakan masalah asli dalam irfan (tasawuf), akan tetapi para arif mengaku bahwa mereka tidak mampu memaknai dan mendefinisikan cinta. Ibnu Arabi yang mengaku bahwa cinta adalah agama serta imannya, akan tetapi tentang cinta ia berkata:</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">“Orang yang mendefinisikan cinta, berarti ia belum tahu arti cinta. Orang yang belum meminum anggur dari cawan, maka ia belum mengetahuinya rasanya. Orang yang berkata; aku telah telah merasakan isi cawan, dimana cinta adalah anggur, maka ia belum mengetahuinya jika belum meneguknya.”</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Artinya jika seseorang belum mencinta maka ia tidak akan pernah tahu rasanya cinta. Cinta tidak bisa didefinisikan dengan definisi mantiqi, dan dengan satu kali merasakan cinta belum cukup baginya untuk bisa memahami rasa cinta, perjalanan yang tidak ada akhirnya dan manusia tidak akan sampai kepada akhir dan rasa hausnya terhadap cinta tidak akan pernah hilang. Ibnu Rajab Al-Hambali dkk (2004: 127) mengatakan, cinta yang paling bermanfaat, yang paling wajib, yang paling tinggi, dan yang paling mulia adalah cinta kepada Dzat yang telah menjadikan hati cinta kepada-Nya dan menjadikan seluruh makhluk memiliki fitrah untuk mengesakan-Nya. Artinya, hakikat cinta hanya diperuntukan kepada Allah swt.,<span style="font-style: italic;"> rab</span> yang Maha Mencintai dan pantas dicintai.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">3. <span style="font-style: italic;">Ar Raja’</span> dan <span style="font-style: italic;">Khauf </span></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Menurut kaum sufi, <span style="font-style: italic;">raja’</span> dan <span style="font-style: italic;">khauf</span> berjalan seimbang dan saling mempengaruhi (Anwar dan Solihin, 2000: 75). Dengan alasan itu, kedua hal tersebut dipadankan dalam pembahasannya. Ar Raja’(Berpengharapan kepada Allah)</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-style: italic;">Raja’</span> diartikan berharap atau optimisme , yaitu tenang dan senangnya hati karena menunggu sesuatu yang dicintai . Karena keterbatasan bahasa Indonesia, tidak ada padanan kata yang sesuai untuk <span style="font-style: italic;">Ar Raja</span>’, yang paling mendekati artinya adalah harapan, meskipun sebetulnya artinya bukan harapan (Nasarudin Umar, 2007.) Sang hamba menebar benih iman, menyiraminya dengan air ketaatan, membersihkan hatinya dari onak akhlak tercela, lalu menunggu anugerah dari Allah s.w.t., yaitu Dia menetapkannya sampai ajal tiba dan husnul khatimah pembuka maghfirah. Dengan itu, raja’ sang hamba adalah raja’ yang benar. Firman Allah swt.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS.Al-Baqarah [2]: 218)</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Ada tiga hal yang dipenuhi oleh orang yang raja’ terhadap sesuatu. Yaitu:</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"> Mencintai yang diharapkannya.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"> Takut akan kehilangannya</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"> Usaha untuk mendapatkannya</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Raja’ yang tidak disertai dengan tiga perkara di atas, hanyalah angan-angan semata. Setiap orang yang ber-raja’ pastilah ia orang yang ber-khauf (takut).</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Khauf (Takut kepada Allah)</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Abu Hafsh berkata, khauf /takut adalah cambuk Allah s.w.t. yang digunakan-Nya untuk menghukum manusia yang berontak keluar dari ambang pintu-Nya (Mulyad dalam Syamsun Ni’am, 2001: 65). Khauf dikatakan pula sebagai ungkapan derita hati dan kegundahannya terhadap apa yang akan dihadapi. Sehingga mampu mencegah diri dari bermaksiat dan mengikatnya dengan bentuk-bentuk ketaatan (Ibnu Rajab dkk, 2005: 147).Allah swt meridhai hamba-Nya yang khauf kepada-Nya.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya (QS.Al-Bayyinah [98]:8).</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Banyak ayat lain yang mengisyaratkan keutamaan khauf ini, diantaranya QS. Al-A’raf [7]: 156, QS. Fatir [35]:28, QS. Ali Imran [3]: 175, dan lainnya.</span> <br /><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">4. Syauq (Rindu)</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Suhrawardi dalam Solihin (2003: 29) berujar, selama masih ada cinta, syauq tetap diperlukan. Kerinduan yang terdalam ingin berjumpa dengan Tuhan, sehingga matinya jasad malah bukan sesuatu yang ditakuti. Bahkan diinginkan para sufi, karena dengan begitu impiannya ingin berjumpa dengan sang maha kasih, Allah s.w.t. dapat terkabul.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">5.<span style="font-style: italic;"> Uns </span>(Intim)</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-style: italic;">Uns</span> adalah sifat merasa selalu berteman, tidak pernah merasa kesepian (Anwar dan Solihin, 2000: 76). Untuk mendeskripsikan uns ini, simak petikan syair sufistik berikut:</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">”Ada orang yang merasa sepi dalam keramaian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan kekasihnya sebab sedang dimabuk cinta. Seperti halnya sepasang pemuda dan pemudi. Ada pula orang yang merasa bising dalam kesepian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan atau merencanakan tugas pekerjaannya semata-mata. Adapun engkau, selalu merasa berteman di manapun berada. Alangkah mulianya engkau berteman dengan Allah, artinya engkau selalu berada dalam pemeliharaan Allah” Syair tersebut menggambarkan sekilas perasaan keintiman para sufi dengan Tuhan. Istilah ’intim’ di sini, jelas bukan merujuk pada pengertian hubungan sesama makhluk. Intim hanya digunakan sebagai simbol bahasa dalam memahami kedalaman hubb (cinta) hamba kepada Allah swt. yang disimbolkan sebagai sang kekasih.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">D. Metode Irfani</span></span></span><span style="font-size: 130%; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-weight: bold;"> </span></span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Di samping melalui tahapan maqamat dan ahwal, untuk sampai pada tingkat ma’rifat, para salik harus bersedia menempuh ikhtiar-ikhtiar tertentu, seperti riyadhah, tafakur, tazkiat an-nafs, dan dzikrullah. Berikut penjelasan masing-masing bagian dari metode irfani tersebut. 1. Riyadhah</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"> Riyadhah adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan perihal yang mengotori jiwanya (Solihin, 2003: 54). Suatu pembiasaan biasanya dilakukan terus-menerus secara rutin sehingga seseorang benar-benar terlatih, khususnya dalam menahan diri agar jauh dari berbuat maksiat atau dosa. Riadhah bukanlah perkara mudah, sehingga Dalam pelaksanaannya diperlukan mujahadah, yaitu kesungguhan dalam berusaha meninggalkan sifat-sifat buruk (Anwar dan Solihin, 2000: 79). Dengan kata lain, riyadhah dapat diartikan sebagai salah satu metode sufistik dengan latihan amal-amal positif (salih) secara istiqamah dan mujahadah guna melenyapkan pengaruh negatif (maksiat) dari jiwa yang terkontaminasi dosa.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Menurut Anwar dan Solihin, setelah riyadhah berhasil dilakukan, maka salik akan memperoleh ilmu ma’rifat. Sehingga salik mampu menerima komunikasi dari alam gaib (malakut). Perkara ini hanya bisa dialami oleh para sufi secara pribadi, belum bisa dibuktikan secara ilmiah (melalui fakta dan data).</span><br /><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">2. Tafakur (Refleksi)</span><br /><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Secara harfiah ’Tafakur’ berarti memikirkan sesuatu secara mendalam, sistematis dan terperinci (Gulen, 2001: 34). Menurut Imam Al-Ghazali (dalam Badri,1989), jika ilmu sudah sampai pada hati, keadaan hati akan berubah, jika hati sudah berubah, perilaku anggota badan juga akan berubah. Perbuatan mengikuti keadaan, keadaan akan mengikuti ilmu dan ilmu mengikuti pikiran, oleh karena itu pikiran adalah awal dari kunci segala kebaikan dan caranya adalah dengan bertafakur.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Bertafakur tentang ciptaan Allah s.w.t. merupakan ibadah mulia yang diserukan Islam. Oleh karena itu, tidaklah heran jika dalam Al-Quran, dalam beberapa ayatnya, kita menemukan perintah untuk bertafakur dan merenungkan segala ciptaan Allah s.w.t. di langit dan di bumi. Al-Quran dalam beberapa ayatnya menggerakan hati manusia dengan mengingat keagungan-Nya. Dalam surat Ali Imran [3] ayat 190-191, Allah SWT berfirman:“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkannya tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Mentafakuri penciptaan langit dan bumi serta segala peristiwa yang terjadi di dalamnya merupakan suatu hal yang tidak dibatasi oleh faktor ruang dan waktu. Sehingga, pencarian misteri ilahi di dalam kitab semesta itu menjadi perihal menarik yang melahirkan kegembiraan spiritual menyerap cahaya pancaran ma’rifat Allah (Gulen, 2001: 35). Artinya, penelusuran di alam pikiran dan hati tersebut bisa memperkokoh keimanan serta taqarrub hamba kepada Allah s.w.t. Dalam proses tafakur, persepsi yang didapati dari tafakur itu dihubungkan dengan gambaran masa silam, sekaligus sebagai bahan untuk mendapatkan kemungkinan positif untuk hidup di masa depan. Semua ini berproses dengan penuh cinta, rasa takut, dan tanggungjawab kepada Allah swt. Oleh karena itu Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa tafakur adalah menghadirkan dua macam pengetahuan di dalam hati untuk merangsang timbulnya pengetahuan yang ketiga. Kekeliruan pengetahuan atau tingkat keilmuannya kurang memadai pada seseorang dapat menyesatkannya atau tafakurnya adalah suatu kesia-siaan. Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan tentang sifat-sifat Allah akan kesulitan dalam menafsirkan beberapa kejadian alam semesta. Tafakur dasarnya adalah ilmu sehingga Islam menganjurkan untuk terus menerus mencari ilmu sebagai bahan tafakurnya.</span><br /><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Fase-fase dalam bertafakur</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Menurut Badri (1989) perwujudan tafakur melalui 4 fase yang saling berkait yaitu:</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">1. Pengetahuan awal yang didapat dari persepsi empiris langsung yaitu melalui alat pendengaran, alat raba, atau alat indera lanilla.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">2. Tadhawuk artinya pengungkapan rasa kekaguman terhadap ciptaan atau susunan alam yang indah dari apa yang dilihat atau didengar.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">3. Penghubung antara perasaan kekaguman akan keindahan dengan pencipta yang Maha Agung.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">4. Syuhud artinya seseorang yang bertafakur, hatinya terbuka untuk menyaksikan keagungan Allah dan dia bersaksi bahwa Dialah yang memberi segala kebaikan. Pada fase ini setiapkali pandangan tertuju pada makhluk Allah, yang dilihatnya adalah pencipta-Nya dan segala sifat keagungan-Nya.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">3. <span style="font-style: italic;">Tazkiyat An-Nafs </span></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS. Asy-Syams [91]: 7-10).</span><br /><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Secara harfiyah (etimologi) <span style="font-style: italic;">Tazkiyat An-Nafs</span> terdiri atas dua kata, yaitu ’tazkiyat’ dan ’an-nafs’. Kata ’tazkiat’, berasal dari bahasa Arab, yakni isim mashdar dari kata ’zakka’ yang berarti penyucian (Ma’aluf dalam Solihin, 2003: 130). Kata ’an-nafs’ berarti jiwa dalam arti psikis. Dengan begitu dapat diketahui Tazkiyat An-Nafs bermakna penyucian jiwa .</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Tazkiyat An-Nafs (membersihkan jiwa) merupakan salah satu tugas yang diemban Rasulullah saw . Perihal tersebut dapat dilihat dalam QS Al-Jumu’ah [62]: 2.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Muhammad Ath-Thakhisi berpendapat, Tazkiyat An-Nafs adalah mengeluarkan jiwa dari ikatan-ikatan hawa nafsu, riya, dan nifaq, sehingga jiwa menjadi bersih, penuh cahaya, dan petunjuk menuju keridhaan Allah (Ath-Thakhisi dalam Solihin, 2003: 131). Sedang menurut Al-Ghazali dalam Solihin, (2003: 133), Tazkiyat An-Nafs pada intinya diorientasikan pada arti takhliyat an-nafs (pengosongan jiwa dari sifat tercela) dan tahliyat an-nafs (penghiasan jiwa dengan sifat terpuji)</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Achmad Mubarok (2002: 200) memaparkan, para mufasir berbeda pandangan tentang makna tazkiyat an-nafs, antara lain sebagai berikut:</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">o Tazkiyah dalam arti para Rasul mengajarkan kepada manusia, sesuatu yang jika dipatuhi, akan menyebabkan jiwa mereka tersucikan dengannya.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">o Tazkiyah dalam arti menyucikan manusia dari syirik dan sifat rendah lainnya.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">4.<span style="font-style: italic;"> Dzikrullah</span></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Istilah ’zikr’ berasaldari bahasa Arab, yang berarti mengisyaratkan, mengagungkan, menyebut atau mengingat-ingat (Munawir dalam Solihin, 2004: 85). Berzikir kepada Allah berarti zikrullah, atau mengingatkan diri kepada Allah sebagai Tuhan yang disembah dengan sebaik-baiknya, Tuhan Maha Agung dan Maha suci (Al-Jilani, 2003: 97). Dzikrullah, adalah tuntunan masalah ruhiyah atau yang berhubungan dengan masalah pengalaman ruhiyah (batin) Al-Quran mengisyaratkan tentang dzikrullah,</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (QS. Al-Baqarah [2]: 152.</span><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> </span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Menurut Yunasril Ali (2002: 145), ingat kepada Allah (dzikrullah) setidaknya melibatkan tiga unsur, yakni yang ingat (subyek), yang diingat (obyek) dan aktivitas pengingat. Berikut penjelasannya:</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">1. Dzakir (orang yang ingat), yakni pelaku zikir. Segenap orang yang beriman dituntut oleh Allah untuk ingat sebanyak-banyaknya kepada-Nya (lihat QS. Al-Ahzab [33:41). Sebaliknya jika ia lupa, maka ia akan lupa pada dirinya sendiri. (lihat QS. Thaha [20]:124 dan QS. Al-Hasyr [59]: 19).</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">2. Madzkur (Tuhan yang diingat). Kerinduan dan ingatan pada level tertinggi yang biasa disebut mahabbah Allah swt. Ingat kepada Allah swt setiap saat didasarkan atas pandangan kalbu (ma’rifah atau musyahadah). Hal ini berdasarkan QS Al-Baqarah [2]: 115.</span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">3. Dzikr (aktivitas zikir) itu sendiri. Meliputi berbagai bentuk. Ada yang berbentuk lisan dalam menyebut asma Allah (dzikir lisan atau dzir jahri atau dzikr jali) ada pula yang berbentuk aktivitas kalbu dalam mengingat Allah (dzikr qalbi atau dzikir sirri atau dzikir khafi) </span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-size: 130%;"><span style="font-weight: bold;">Penutup</span></span></span><span style="font-size: 130%; color: rgb(51, 51, 255);"><span style="font-weight: bold;"> </span></span><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /> <span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Dari penjabaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kerangka berpikir irfani merupakan salah satu jalan sufistik yang ditempuh para sufi dalam mencapai pengenalan kepada Allah swt secara total (ma’rifatullah) sebagai hamba-Nya. Di dalam pengembaraan para salik (penempuh tasawuf) tersebut, mereka mesti melalui tahapan-tahapan maqam (maqamat) seperti taubat, zuhud, faqr, sabar, syukur, tawakal, dan ridha. </span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Setelah para salik berhasil menempuh tingkatan maqam, mereka berada pada kondisi al hal (ahwal). Pada kondisi ini mereka akan dengan mudah mengalami hal-hal secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan <span style="font-style: italic;">mujahadah</span> mereka masing-masing. Adapun hal-hal tersebut adalah <span style="font-style: italic;">muhasabah, muraqabah, hubb, raja’, khauf, syauq</span>, dan <span style="font-style: italic;">uns.</span></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Segala penempuhan di dalam maqamat dan ahwal untuk mencapai derajat hamba yang hakiki di sisi Allah swt. tersebut tidak akan diperoleh secara sempurna jika dilakukan tanpa pedoman dan bimbingan tertentu. Pedoman tersebut digunakan sebagai metode penempuhan para sufi yakni metode irfani. Metode irfani merupakan salah satu metode sufistik yang telah digali oleh para ‘arifin (ulama tasawuf) dari sumber ajaran Islam, yakni Al-Quran dan Sunnah Rasul saw.</span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);"></span><br /><span style="font-family: georgia; color: rgb(51, 51, 255);">Dengan begitu, jelaslah sudah bahwa kerangka berpikir irfani melalui falsafi maqamat dan ahwalnya menjadi dasar amalan para salik di dalam memahami esensi (hakikat) nilai-nilai penghambaan diri kepada sang Maha dahsyat. Selain itu, kerangka berpikir irfani ini, tidak semata dikhususkan bagi para salik atau sufi, melainkan pula kepada kaum muslimin yang menginginkan ketenangan secara lahir dan batin, dan tentunya disertai dengan pedoman dan bimbingan guru munsyid.</span><br /></div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal"><b style=""><span style=""><span style="font-size: 130%;"><br /></span></span></b></p><p style="text-align: center; color: rgb(102, 0, 204);" class="MsoNormal"><span style="font-size: 100%;"><b style=""><span style="font-size: 130%;">REFERENSI</span><o:p></o:p></b></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;"><b style=""><o:p> </o:p></b></span><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p></o:p><br /></span></p><span style="font-size: 100%; color: rgb(102, 0, 204);" lang="FI">Abdul Fattah Sayyid Ahmad, DR., <i style="">Tasawuf: antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah</i>, Jakarta: Khalifa, 2000. <o:p></o:p></span><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI">Abdul Qadir al-Jilani, Syekh, <i style="">Rahasia Sufi,</i> Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI">Achmad Mubarok, <i style="">Sunatullah dalam Jiwa Manusia: Sebuah Pendekatan Psikologi Islam</i>, Jakarta: The International Institute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia, 2003.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI">Amin Syukur, <i style="">Zuhud di Abad Modern</i>, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI">C.Ramli Bihar Anwar, <i style="">Bertasawuf Tanpa Tarekat: Aura Tasawuf Positif</i>, Jakarta: Penerbit IIMAN bekerjasama dengan<span style=""> </span>Penerbit HIKMAH, 2002<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI">Fathullah Gulen, <i style="">Kunci-Kunci Rahasia Sufi</i>, Jakarta: Srigunting, 2001.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI">http://www.cybermq.com<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI">http://www.dakwatuna.com/<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;"><a href="http://www.dzikrullah.com/"><span style="text-decoration: none;" lang="FI">http://www.dzikrullah.com/</span></a></span><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI">Ibnu Rajab Al-Hambali, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Imam Al-Ghazali, <i style="">Tazkiyatun Nafs: Konsep Penyucian Jiwa Menurut Ulama Salafusshalih,</i> Solo: Pustaka Arafah, 2005.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI">Michael A. Sells, Prof., <i style="">Terbakar Cinta Tuhan: Kajian Eksklusif Spiritualitas Islam Awal</i>, Bandung: Mizan, 2004. <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV">Mukhtar Solihin, <i style="">Tasawuf Tematik: Membedah Tema-tema Penting Tasawuf</i>, Bandung: CV Pustaka Setia, 2003.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV">Mukhtar Solihin, <i style="">Terapi Sufistik: Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Perspektif Tasawuf</i>, Bandung: CV Pustaka Setia, 2004.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV">Rivay Siregar, Prof. H. A., <i style="">Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme</i>, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV">Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, <i style="">Ilmu Tasawuf</i>, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2000.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV">Simuh, <i style="">Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam</i>, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997. <o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV">Syamsun Ni’am, <i style="">Cinta Ilahi: Perspektif Rabi’ah al-Adawiyah dan Jalaluddin Rumi</i>, Surabaya: Risalah Gusti, 2001.<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="SV">Syayid Abi Bakar Ibnu Muh. </span><span style="font-size: 100%;" lang="FI">Syatha, <i style="">Missi Suci Para Sufi</i>, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;"><em><span style="font-style: normal;" lang="FI"><a href="http://www.bicarasufi.com/"><span style="text-decoration: none;">www.bicarasufi.com</span></a><o:p></o:p></span></em></span></p><div style="text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"> </div><p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.5in; text-align: justify; color: rgb(102, 0, 204);"><span style="font-size: 100%;"><em><span style="font-style: normal;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></em></span></p><div style="text-align: justify;"> <span style="" lang="FI"><span style="color: rgb(102, 0, 204);">Yunasril Ali, </span><i style="color: rgb(102, 0, 204);">Jalan Kearifan Sufi: Tasawuf sebagai Terapi Derita Manusia</i><span style="color: rgb(102, 0, 204);">, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002.</span><br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(153, 51, 153);" lang="FI">Sumber:</span><br /><span style="color: rgb(153, 51, 153);" lang="FI">http://www.sisyat86inspiriete.blogspot.com/2008/04/kerangka-berpikir-irfani-dasar-dasar.html</span><br /><span style="" lang="FI"></span></div></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-6894156458202777092009-05-13T20:07:00.000-07:002009-05-13T20:21:31.773-07:00Pengetahuan Dan Makrifat Dalam Irfan<p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: center; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Intuisi Mistikal;<br /></span></strong></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: center; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Satu-Satunya Jalan Menggapai Pengetahuan</span></strong></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: center; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></strong></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Aliran-aliran yang beragam dalam dunia Sufisme atau Irfan memiliki kesatuan pandangan dalam permasalahan yang esensial dan substansial ini dimana mereka menyatakan bahwa pencapaian dan penggapaian hakikat segala sesuatu hanya dengan metode intuisi mistikal dan penitian jalan-jalan pensucian jiwa, bukan dengan penalaran dan argumentasi rasional, karena hakikat suatu makrifat dan pengatahuan adalah menyelami dan meraih hakikat segala sesuatu lewat jalur penyingkapan, penyaksian, intuisi hati, manifestasi-manifestasi batin, dan penyaksian alam metafisika atau alam nonmateri dengan mata batin serta penyatuan dengannya.</span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Dengan ungkapan lain, yang lebih mendasar dan fundamental dalam hakikat pengetahuan dan makrifat adalah pensucian jiwa dan <em>tazkiyah</em> hati, dan bukan dengan analisa pikiran dan demonstrasi rasional.<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn1">[1]</a> Para urafa dan sufi beranggapan bahwa segala makrifat dan pengetahuan yang bersumber dari intuisi-intuisi, <em>musyahadah</em>, dan <em>mukasyafah</em> lebih sesuai dengan kebenaran daripada ilmu-ilmu yang digali dari argumentasi-argumentasi rasional dan akal. Mereka menyatakan bahwa indra-indra manusia dan fakultas akalnya hanya menyentuh wilayah lahiriah alam dan manifestasi-manifestasi-Nya, namun manusia dapat berhubungan secara langsung (<em>immediate</em>) dan intuitif dengan hakikat tunggal alam (baca: Sang Pencipta) melalui dimensi-dimensi batiniahnya sendiri dan hal ini akan sangat berpengaruh ketika manusia telah suci,lepas, dan jauh dari segala bentuk ikatan-ikatan dan ketergantungan-ketergantungan lahiriah.</span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><br /><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><span id="more-47"></span></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Makrifat, syuhud, dan pengetahuan dalam istilah Tasawuf dan Irfan adalah penyaksiaan hakikat-hakikat dengan mata batin dan hati setelah melewati tingkatan-tingkatan pensucian jiwa dan telah sampai pada kualitas-kualitas kejiwaan yang konstan. Pengetahuan intuitif dan irfani adalah sejenis pengetahuan yang bersumber dari hati (<em>qalb</em>, <em>heart</em>), pensucian, dan <em>tazkiyah</em> jiwa; atau suatu bentuk pengetahuan yang tak berdasarkan pada empirisitas, indrawi, akal, pikiran, dan argumentasi rasional, melainkan bersumber dari mata air sair suluk, menapaki jalan-jalan spiritual, <em>tahzib</em> dan <em>tazkiyah</em> jiwa, dan penjernihan hati. Pengetahuan seperti ini tidak dapat disamakan dengan pengetahuan <em>hushuli </em>yang bersumber dari suatu konsepsi-konsepsi rasional, melainkan suatu pengetahuan <em>syuhudi</em>, intuisi, <em>immediate</em> (langsung), kehadiran, dan <em>hudhuri</em>.</span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Sadruddin Qunawi menyatakan, “Jalan-jalanya ahli Irfan dan Tasawuf adalah mencapai, mengetahui, dan menyaksikan segala sesuatu dengan intuisi, <em>musyahadah</em>, dan <em>mukasyafah</em>, walaupun hal-hal yang diketahuinya itu tidak dapat diargumentasikan secara rasional dan tak bisa dibuktikan dengan penalaran akal-pikiran.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn2">[2]</a> Menurutnya, segala bentuk makrifat dan pengetahuan itu hanya dihasilkan dari jalur <em>syuhud</em>, intuisi, dan “menyatu” dengan realitas yang tertinggi dan suci (baca: Tuhan) serta pengalaman internal. Dengan dasar ini, para filosof murni telah dipandang larut dalam wacana-wacana pikiran dan konsepsi akal yang tidak secara murni dan hakiki mengungkapkan apa hakikat-hakikat yang sebenarnya. Para filosof, dengan metodologi rasional, tidak bisa menampakkan hakikat-hakikat segala sesuatu dan bahkan telah terhijabi dengan metode-metodenya sendiri sedemikian sehingga tidak mampu lagi menyaksikan realitas-realitas sebagaimana mestinya. </span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Pengetahuan jenis ini, menurut Al-Gazali, merupakan ilmu <em>mukasyafah</em> dan batin, ia mengungkapkan, “Pengetahuan ini adalah bersumber dari suatu cahaya yang terpancar dan termanifestasikan ke hati yang telah tersucikan dari segala bentuk sifat-sifat tak terpuji dan tercela. Dari <em>tajalli </em>dan manifestasi inilah akan terwujud begitu banyak intuisi dan mukasyafah. Segala perkara yang diketahuinya dengan tidak jelas dan kabur akan menjadi hal yang sangat nyata, jelas, dan jernih setelah dia mendapatkan pengetahuan hakiki tersebut.<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn3">[3]</a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Dalam risalah <em>Qusyairiyyah</em> tertera ungkapan yang berbunyi, “Hati adalah wadah bagi makrifat-makrifat, dan akal adalah rukun dan tiang makrifat, akan tetapi, akal telah terhijabi, lemah, dan tidak dapat menjangkau pengetahuan terhadap hakikat-hakikat segala sesuatu… dan pengetahuan intuisi ini akan lahir ketika langit hati telah menjadi jernih dan terang serta menerima pancaran “cahaya matahari” dari wilayah suci yang paling tinggi dan mulia.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn4">[4]</a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></strong></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: center; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Kesatuan Perspektif Para Arif Mengenai Pengetahuan Intuisi </span></strong></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Jalaluddin Hamayi membagi aliran-aliran penting tasawuf itu menjadi tiga bagian dan beranggapan bahwa perbedaan mendasar aliran-aliran tersebut berada dalam tahapan-tahapan perjalanan spiritual (<em>seir wa suluk</em>), adab-adab, dan tradisi-tradisi, “Tasawuf Islam memiliki aliran-aliran dan silsilah-silsilah yang beragam dimana setiap aliran tasawuf mempunyai kekhususan dalam akidah, adab, tradisi, dan syiar-syiar yang menjadikannya berbeda satu dengan lainnya. Namun, secara umum kita bisa membagi seluruh aliran tasawuf menjadi dua bagian: Pertama, ahli zuhud, riyadhah, ibadah, zikir, dan pikir; Kedua, ahli <em>wajd</em>, <em>hal</em>, <em>raqsh</em>, dan <em>sima’</em>. Sebagai contoh, kita bisa katakan bahwa aliran Naqsyabandiyah tergolong bagian pertama dan Qadiriyah termasuk bagian kedua, dan kedua aliran tersebut ini banyak dijumpai di negara Iran . Aliran Naqsyabandiyah biasa disebut sebagai Sufi dan aliran Qadiriyah sering dinamakan Darwis. Sementara aliran tasawuf Maulawi adalah suatu aliran yang mengumpulkan semua karakteristik dari kedua aliran tersebut, Naqsyabandiyah dan Qadiriyah.<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn5">[5]</a> </span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">AKan tetapi, semua aliran-aliran itu tidak meragukan bahwa segala pengatahuan diperoleh lewat jalur <em>musyahadah</em>, <em>mukasyafah</em> dan penyingkapan hati yang kesemuanya dipengaruhi oleh bentuk riyadhah dan pelaksanaan amalan-amalan sunnah (nawafil). Begitu pula mereka berkeyakinan bahwa tidak ada ilmu dan pengetahuan yang lebih tinggi selain dari pengetahuan intuitif dan irfani. Akan dikatakan, “Maulawi dan aliran lain tasawuf beranggapan bahwa segala pengetahuan rasional dan pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh lewat proses belajar dan mengajar adalah bukan ilmu dan pengetahuan hakiki. Mereka menyamakan pengetahuan tersebut dengan seni-seni, keterampilan, dan pengetahuan sosial. Seluruh petunjuk dan perhatian aliran ini mengarah kepada pengetahuan intuitif, <em>ainul yaqin</em>, ilmu hati, dan ilmu laduni yang bersumber dari pencerahan kejiwaan, kesucian hati, kekuatan ruh, <em>mukasyafah</em>, <em>musyahadah</em> hati, sair dan suluk, dan riyadhah. Pengetahuan ini juga berbeda dengan <em>‘ilmul yaqin</em> (pengetahuan yang berpijak pada pendekatan rasional dan demontrasi filosofis). Kaum urafa dan para sufi berkeyakinan bahwa seseorang yang mata hatinya terbuka dan mendapatkan pencerahan jiwa serta menemukan harta karun yang nilainya tak terbatas itu (akal yang tercerahkan dan pengetahuan intuitif), maka dia tidak lagi membutuhkan ribuan kitab, merujuk pada perpustakaan, bersabar dalam penderitaan menuntut ilmu, dan tidak lagi menganggap bernilai segala pengetahuan <em>hushuli</em>.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn6">[6]</a> </span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Berkaitan dengan makrifat tasawuf dan irfani, Doktor Abdul Husain mengatakan, “Pengetahuan tasawuf adalah pengetahuan intuitif dan syuhudi. Para sufi dan urafa memandang segala sesuatu dan kondisi-kondisi alam dengan pengetahuan tersebut. Tolok ukur kebenarannya adalah penyerahan total hati dan bukan pembenaran akal. Mukasyafah dan musyahadah serta ilham-ilham emanatif lebih diterima daripada argumentasi, burhan, demontrasi rasional, dan metode deduksi dan induksi. Mereka mengenal kebenaran dan menafikan segala bentuk keraguan serta keheranan dengan upaya pencerahan jiwa dan pensucian hati, menolak segala bentuk burhan dan argumentasi sempit akal. Akan tetapi, pencapaian kondisi yang demikian ini membutuhkan riyadhah dan suluk spiritual, dan tanpa meniti dan menapaki jalan ini, mustahil hati dan jiwa manusia bisa menerima pancaran cahaya-cahaya suci Ilahi yang dengannya dia dapat menyingkap hakikat-hakikat segala sesuatu. Oleh karena itu, seseorang yang telah berhasil mencapai maqam dan derajat suci ini niscaya akan memandang bahwa pengetahuan intuitif dan irfani jauh lebih pasti dan benar daripada pengetahuan yang diperoleh secara argumentasi akal dan demontrasi rasional. Dari dimensi ini, para sufi tidak berupaya menetapkan eksistensi Tuhan, akan tetapi dengan berusaha “merasakan” dan “menyingkap” eksistensi-Nya.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn7">[7]</a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Untuk lebih jelasnya permasalahan ini, alangkah baiknya kita mengutip pandangan-pandangan para urafa dan sufi.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></strong></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: center; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Pandangan Para Urafa Mengenai Pengetahuan Irfani</span></strong></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: center; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></strong></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">1. Syaikh Isyraq</span></strong></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Syaikh Isyraq tidak menganggap bahwa pengetahuan intuitif itu mendahului pengetahuan rasional, dan mukadimah pengetahuan intuitif adalah pensucian dan pencerahan jiwa dimana merupakan pendahuluan pembahasan rasional yakni ilmu logika. Menurutnya, dengan keberadaan ilmu logika itu dimana tertutup jalan untuk mengetahui sesuatu dengan metode intuisi, maka ilmu tersebut bisa digunakan, walaupun tidak secara mutlak. Dia dalam hal ini menyatakan, “Apabila sesuatu tidak diketahui dan hal itu tetap tidak dipahami walaupun dengan metode mengingatkan dan memberikan pengertian kepada subjek serta tertutup jalan untuk memahaminya dengan metode intuisi, sebagaimana yang dialami oleh para filosof, maka dalam hal ini tak terdapat cara lain kecuali mengurutkan dan menyusun perkara-perkara yang diketahui untuk dipakai menyingkap perkara-perkara yang belum dipahami.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn8">[8]</a> Dari ungkapan dan penjelasan Syaikh Isyraq tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kebutuhan terhadap ilmu logika dalam keadaan ketiadaan kemungkinan menggunakan metode intuisi (<em>kasyf wa syuhud</em>). Oleh karena itu, di akhir kitabnya, Hikmah al-Isyraq, dia berkata, “Sebelum memulai mempelajari kitab ini harus menjalani riyadhah dan pensucian jiwa selama empat puluh hari…”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn9">[9]</a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Di tempat lain dia menyatakan, “Walaupun sebelum menulis kitab ini, Hikmah al-Isyraq, saya telah menyusun suatu risalah kecil yang berhubungan dengan filsafat Aristoteles, akan tetapi kitab ini berbeda dengan risalah tersebut dan mempunyai metodenya sendiri yang khusus. Semua kajiannya tidak diperoleh dari jalur pemikiran dan argumentasi rasional, melainkan dicapai dengan metode intuisi dan menjalani amal-amal kezuhudan. Pandangan-pandangan kami yang tidak digapai lewat jalur argumentasi-argumentasi rasional, bahkan dicapai dengan metode <em>mukasyafah</em> dan <em>musyahadah</em>, tidak dapat diragukan dan dibatalkan oleh para peragu dan pengiritik.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn10">[10]</a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Dawud bin Mahmud Qaishary menyatakan bahwa makrifat dan pengetahuan intuitif itu adalah mengetahui makna-makna gaib dan perkara-perkara hakiki yang berada dibalik hijab lahiriah dengan pengetahuan tertinggi (<em>haqqul yaqin</em>) atau pengetahuan menengah (<em>ainul yaqin</em>).<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn11">[11]</a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></strong></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">2. Muhyiddin ‘Arabi </span></strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"> </span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Muhyiddin dalam <em>Fushushul Hikam</em> menyatakan, “Makrifat dan pengetahuan intuitif ini tidak dijangkau oleh akal dan argumentasi rasional, melainkan dengan <em>mukasyafah</em> Ilahiah.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn12">[12]</a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Menurut Ibnu Arabi, akal tak bisa mengetahui dan memahami hakikat-hakikat segala sesuatu yang metafisik dan perkara-perkara yang berhubungan dengannya. Manusia dapat mencapai makrifat dan pengetahuan intuitif hanya dengan perantaraan <em>mukasyafah</em> dan <em>musyahadah</em> serta hadirnya manisfestasi intuitif dalam hati yang berbentuk tunggal (<em>bashit</em>) namun meliputi semua hakikat-hakikat segala sesuatu. Dalam pandangannya, makrifat dan pengetahuan itu merupakan realitas yang bersifat nonmateri yang teremanasi dan termanifestasikan dari nama-nama Tuhan dalam jiwa dan hati manusia. Ibnu Arabi beranggapan bahwa asas dan pondasi dari segala eksistensi dan keberadaan adalah manifestasi dan tajalli, segala maujud merupakan manifestasi dari cahaya-cahaya gaib Ilahi dalan wilayah makrifat-Nya. Dari makrifat dan ilmu Tuhan ini terpancar eksistensi dan maujud di alam penciptaan, oleh karena itu, makrifat pada dasarnya adalah emanasi Tuhan.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Di tempat lain dia mengungkapkan, “Akal hanya menerima makrifat dan pengetahuan, bukan menggapainya. Sebagaian ilmu dan makrifat itu bisa dijangkau lewat argumentasi rasional, namun sebagian besar makrifat dan pengetahuan tidak dapat dihasilkan dengan demontrasi rasional, melainkan didapatkan dengan hati dan intuisi, karena terdapat pengetahuan-pengetahuan yang sangat dimungkinkan dan diyakini keberadaannya oleh akal, akan tetapi tidak mampu dicapai oleh pikiran itu sendiri. Oleh karena itu, akal tidak mempunyai batasan dari sisi penerimaan pengetahuan-penngetahuan yang diyakini, walaupun pengetahuan tersebut tidak dapat dipahami dan dijabarkan oleh pikiran. Pikiran hanya bisa menangkap objek-objek fisik dan pengetahuan kepada hakikat-hakikat alam dan metafisika hanya diperoleh dari jalur <em>mukasyafah</em> dan wahyu Ilahi. Paling tingginya makrifat adalah pengetahuan terhadap Tuhan yang tidak dihasilkan dengan akal, karena akal tidak dapat menjangkau dan mempersepsi Tuhan itu. Akal manusia hanya bisa memahami dan mengetahui sesuatu yang mempunyai kesamaan dari aspek spesies, genus, atau esensi. Tuhan hanya dijangkau dan dicapai dengan intuisi, <em>mukasyafah</em>, <em>musyahadah</em>, dan wahyu serta hati,”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn13">[13]</a> </span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Dia berkeyakinan bahwa makrifat intuitif dan hakiki hanya dapat dicapai dengan amal-amal shaleh, takwa, dan menapaki jalan-jalan kebenaran, hal ini berbeda dengan pengetahuan yang dihasilkan dari metode argumentasi rasional yang sarat dengan berbagai kritikan, keraguan, dan kontradiksi.<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn14">[14]</a> Lebih lanjut dia juga menyatakan, “Dengan termanifestasinya cahaya-cahaya Ilahi pada hati manusia maka akan tersingkap segala hijab yang menghalangi pandangan batin manusia. Dengan demikian, alam gaib dan alam malakuti akan hadir dan terungkap baginya, bahkan alam materi itu sendiri akan nampak dan muncul dalam “warna” yang lain.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn15">[15]</a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></strong></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">3. Mulla Husain Kasyani</span></strong></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></strong></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Mulla Husain Kasyani menyatakan, “Makrifat dan syuhud serta segala sesuatu diliputi oleh Al-Haq (Tuhan) secara esensial. </span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Allah berfirman: Dan apakah Tuhan-mu tidak cukup (bagimu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn16">[16]</a></span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">. Karena seorang salik telah sampai pada maqam ketuhanan tersebut (sebagaimana firman-Nya) maka dia senantiasa “menyaksikan” cahaya-cahaya gaib dan hakikat-hakikat segala sesuatu.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn17">[17]</a></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn17"><br /></a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">4. Allamah Hasan Zadeh Amuly</span></strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"> <br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"> </span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Beliau mengungkapkan bahwa karena seorang salik telah terlepas dari segala kesibukan dunia, telah mensucikan jiwanya dari segala sifat buruk, menyempurnakan dirinya dengan suluk dan riyadhah syariat serta argumentasi akal, dan telah mengkondisikan dirinya untuk menerima rahmat Tuhan, maka ia layak sebagaimana firman-Nya: </span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu (kekuatan) pembeda (antara yang hak dan yang batil di dalam hatimu)<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn18">[18]</a>.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn19">[19]</a></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn19"><br /></a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">5. Allamah Muhammad Taqi Ja’fary</span></strong></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></strong></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Muhammad Taqi Ja’fary menuliskan tentang persepsi dan pengenalan intuitif (<em>syuhudi</em>) sebagai berikut, “Maksud dari pengetahuan dan makrifat intuitif adalah hubungan langsung jiwa dengan realitas yang bukan fisik dan nonrasional… </span><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Secara hakiki syuhud adalah penyaksian internal dengan pencahayaan khusus terhadap suatu realitas dimana cahaya dan penyaksiaannya lebih kuat dan terang daripada penglihatan indrawi dan pengenalan rasional. Dan dengan memandang kondisi-kondisi jiwa yang beragam dalam hubungannya dengan realitas-realitas hakiki, maka keberadaan bentuk penyaksian seperti itu tidak dapat diingkari dan ditolak. Pengenalan dan penyaksiaan intuitif ini lebih banyak hadir dalam bentuk seperti mimpi-mimpi benar dan dalam keadaan fana daripada dalam keadaan alami.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn20">[20]</a></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn20"><br /></a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Mengenai pengenalan emanatif dia menyatakan, “Pengenalan emanatif (<em>isyraqi</em>) adalah emanasi dan pancaran realitas hakiki atas pikiran manusia tanpa membutuhkan pendahuluan-pendahuluan yang bersifat indrawi dan pemikiran-pemikiran yang telah terkonstruksi padanya sebelumnya…<em>Isyraqi</em> atau emanasi adalah suatu bentuk pencerahan pemikiran seperti pencahayaan fisikal yang menerangi dan memberikan cahaya kepada benda-benda fisik. Bahkan lebih dari itu, pencerahan terhadap pikiran tersebut yang dalam bentuk emanasi sama seperti hukum-hukum cahaya, yakni akan juga terpancar bersama dengan pencerahan dan pencahayaan itu sendiri, sebagai contoh: pengenalan realitas alam eksistensi dimana akan menghadirkan makna “kebesaran”, “keluasan”, dan “keuniversalan” itu. Bentuk pengenalan seperti ini adalah bersifat emanatif dimana lebih tinggi dari segala pengenalan indrawi dan pemikiran-pemikiran filsafat serta kalam, yang walaupun semua pengenalan indrawi dan filsafat serta kalam mengenai alam eksistensi tersebut bisa dipandang merupakan pengkondisian dan pendahuluan untuk menerima emanasi Ilahi. Begitu pula seseorang yang mendapatkan perasaan bahwa setiap partikular dari alam eksistensi ini mencitrakan dan menyuarakan keuniversalan, maka perasaan tersebut dikategorikan sebagai perasaan emanatif.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn21">[21]</a></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn21"><br /></a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Lebih lanjut dia mengutarakan perbedaan antara pengenalan intuitif dan pengenalan emanatif, “Faktor-faktor yang menghadirkan pengenalan dan pengetahuan intuitif adalah sama dengan yang mewujudkan makrifat-makrifat emanatif, perbedaan di antara keduanya hanya terletak pada subjek dan ranahnya, yakni subjek yang dicahayai dan dicerahkan oleh pengetahuan intuitif tidak akan keluar dari subjek tersebut, hanya subjek tertentu yang menjadi fokus <em>musyahadah</em> dan <em>mukasyafah</em>, hal ini sebagaimana satu objek fisik yang menjadi subjek suatu pengkajian dan observasi.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn22">[22]</a></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn22"><br /></a></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Dia kemudian mendefinisikan pengetahuan intuitif sebagai berikut, “Pengetahuan dan makrifat intuitif adalah pengetahuan kepada alam dengan segala partikular-partikular dan hubungan-hubungannya, seperti suatu hakikat yang nampak sangat jelas dan terang sedemikian sehingga setiap bagian merupakan penjelmaan dari realitas dan maujud universal yang abadi dan kekal, serta segala bentuk hubungan ilmiah dengan partikular-partikular tersebut adalah berhubungan dengan maujud yang maha sempurna dengan perantaraan manifestasi-manifestasinya. Membicarakan mengenai bentuk pengenalan dan pengetahuan seperti ini tidak dengan orang yang tidak meyakini keberadaannya dan tidak pula dengan orang yang sama sekali tidak mempersiapkan dirinya untuk menggapai pengetahuan jenis ini, karena kalau hal itu dilakukan sama dengan membicarakan kelezatan berhubungan dengan lawan jenis dengan anak-anak yang belum balig dimana sama sekali tidak akan bisa memahami dan mengetahui apa-apa yang dibicarakan itu serta mereka akan menyatakan bahwa pembicaraan dan ungkapan tersebut tidak lain hanyalah hayalan belaka dan kemudian akan menjadi bahan-bahan permainan dan canda mereka saja.”<a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn23">[23]</a></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn23"><br /></a> </span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">6. Ayatullah Jawady Amuly</span></strong></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><strong><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></strong></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Berhubungan dengan pengetahuan intuitif, Ayatullah Jawady menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai pengetahuan dan makrifat intuitif dapat menyaksikan hakikat-hakikat dengan mata batin dan bisa pula mendengar kalimat-kalimat yang tidak mampu disaksikan dan didengarkan oleh orang lain. Sebagaimana orang lain dapat merasakan panasnya api dan mendengarkan suara-suara yang beragam serta mengenal semua pemilik suara-suara tersebut dan makna-makna yang berhubungan dengannya, begitu pula orang-orang yang mempunyai bentuk pengenalan intuitif dapat “menyaksikan” segala sesuatu yang berbeda dan perkara-perkara yang beragam serta “mendengarkan” suara-suara yang bermacam-macam dengan tanpa sedikitpun keraguan dan kebimbangan. Keadaan dan kondisi yang dicapai oleh orang-orang seperti ini, pertama-tama akan dialaminya di alam mimpi yakni dia senantiasa mendapatkan dan menyaksikan mimpi-mimpi yang benar dan nyata berkaitan dengan hakikat-hakikat di masa lampau, sekarang, dan akan datang atau berhubungan dengan kejadian-kejadian yang bertempat jauh dan dekat. Semua peristiwa-peristiwa tersebut dia saksikan dan dengarkan dengan mata dan telinga batin.<br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Yang pasti bahwa mata dan telinga tersebut yang dapat menyaksikan dan mendengarkan hakikat-hakikat seperti itu tidak secara khusus berhubungan dengan manusia yang sementara tidur, seseorang yang dalam keadaan terbangun pun tidak akan dapat melihat sesuatu yang bertempat sangat jauh itu atau mencium bau dari sesuatu tersebut. Nabi Ya’qub As dapat melihat dan mencium baju Nabi Yusus As yang berada sangat jauh di luar kota Mesir saat itu, sebagaimana tertera dalam al-Quran surah Yusuf ayat 94 yang berbunyi, <em>“</em></span><em><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal”</span></em></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><em><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></em><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"> </span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;">Bentuk perasaan seperti tersebut di atas tidak secara khusus hanya dialami oleh Nabi Ya’qub As saja, melainkan juga sama dengan apa-apa yang didengar dan dialami oleh Al-Hur di Karbala atau suatu panggilan yang didengar oleh Imam Husain As di tengah perjalanan menuju Karbala.<br /></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><br /></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify;" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"><span style="color: rgb(204, 51, 204);">Penglihatan-penglihatan dan pendengaran-pendengaran yang terjadi dan dialami oleh para nabi, rasul, dan orang-orang saleh itu sama sekali tidak berhubungan dengan keadaan tidur, melainkan semua orang yang berupaya membersihkan dan mensucikan hatinya dari segala bentuk kekotoran dan mencapai tingkatan spiritual tertentu niscaya akan mengalami kenyataan-kenyataan tersebut serta mendapatkan pengetahuan-pengetahuan intuitif yang dengannya dia mengenal hakikat alam semesta. Akan tetapi, karena di awal perjalanan spiritual, ruh dan jiwa manusia masih dalam keadaan yang lemah, dengan demikian indera-indera lahiriahnya dan kesibukan-kesibukan fisiknya senantiasa menggangu dan menghalangi terwujudnya penglihatan-penglihatan dan pendengaran-pendengaran batinnya. Oleh karena itu, dalam keadaaan dia tidur dimana dengan terputusnya segala kesibukan dan gangguan fisikal, maka akan tercipta suatu kondisi yang sangat sesuai untuk dia memulai perjalanan internalnya dan pengaktualan kesempurnaan-kesempurnaan batinya, yaitu menyaksikan dan mendengarkan hakikat-hakikat segala sesuatu dalam mimpi. Apabila semua kesibukan fisikal dan halangan alami tidak lagi efektif menghambat pengelanaan spiritual seseorang, maka apa-apa yang benar dan hakiki yang dia saksikan dan dengarkan di alam mimpinya itu niscaya dia juga akan saksikan dan dengarkan dalam keadaan tidak tidur dan terbangun.</span><a style="color: rgb(204, 51, 204);" target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftn24">[24]</a><span style="color: rgb(204, 51, 204);"> [wisdoms4all.com] </span> </span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify;" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; line-height: 150%; font-family: Tahoma;"></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; line-height: 150%; unicode-bidi: embed; text-align: justify;" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;"></span></p> <p style="direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: right;" dir="ltr" class="MsoNormal" align="right"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;"></span></p> <hr size="1" width="33%" align="left"> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref1"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[1]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Muhyiddin Ibn ‘Arabi<em>, Fushushul Hikam</em>, Syarh Janady, hal. 8.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref2"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[2]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Abdullah Fatimi Niya, <em>Farjam-e ‘Isyq</em>, hal. 77.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref3"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[3]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Muhammad Al-Gazali, <em>Ihya al-’Ulum</em>, jilid pertama, hal. 297.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref4"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[4]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. <em>Risalah Qusyairiyyah</em>, hal. 117 dan 118, penerjemah: Furuzanfur.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref5"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[5]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Jalaluddin Hamayi, <em>Maulawi Nameh</em>, jilid pertama, hal. 593. Dan Abdul Husain Zarin Kub, <em>Arzesy-e Mirats-e Sufiyah</em>.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref6"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[6]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Ibid, hal. 537 dan 538. Dan <em>Ta’liqah Abul ‘ Ala ‘ ‘Afifi ‘ Ala Fushusul Hikam</em>, Fatihatul Kitab, hal 3.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref7"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[7]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Abdul Husain Zarin Kub, <em>Arzesy-e Mirats-e Sufiyah</em>, hal. 100.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref8"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[8]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Sihabuddin Suhrawardi, <em>Syarh Hikmah al-Isyraq</em>, hal. 50-52.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref9"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[9]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Ibid, hal. 561.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref10"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[10]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Rujuk: <em>Mukadimah Hikmah al-Isyraq</em>. Dan Husain Nashr, <em>Seh Hakim Musalmon</em>, penerjemah: Ahmad Orom, hal. 85. Serta Gulam Muhsin Ibrahimi Dinani, <em>Syu’a-e Andisye waSyuhud dar Falsafe-ye Suhrawardi.</em></span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref11"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[11]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Dawud Qaishary, <em>Muqaddame-ye Fushushul Hikam</em>, hal. 22.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref12"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[12]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Muhyiddin ‘Arabi, <em>Fushushul Hikam</em>, Fash Adam, hal. 69.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref13"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[13]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Muhyiddin ‘Arabi, mukadimah <em>Futuhat Makiyyah</em>, dan risalah <em>Al-Washaya</em> dari kumpulan risalah-risalah Ibnu ‘Arabi.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref14"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[14]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Ibid, jilid kedua, hal. 298.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref15"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[15]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Ibid, jilid pertama, hal 166 dan jilid kedua, hal. 637.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref16"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[16]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Qs. Fushshilat: 53.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref17"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[17]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Mulla Husain Kasyani, <em>Lub Libab Matsnawi</em>, hal. 393. </span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref18"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[18]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Qs. Al-Anfal: 29.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref19"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[19]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Hasan Hasan Zadeh, <em>Hezar wa Yek Nukteh</em>, nukteh 229.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref20"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[20]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Muhammad Taqi Ja’fary, <em>Syarh-e wa Tafsir-e Nahjul Balaghah</em>, jilid ketujuh, hal. 81-82.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref21"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[21]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Ibid, hal. 83.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref22"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[22]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Ibid, <em>Syenokht az Didgoh-e ‘Ilmy wa az Ddgoh-e Quran</em>, hal. 189.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: justify; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref23"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[23]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Ibid, hal. 233. Begitu pula rujuk, <em>Tafsir wa Naqd wa Tahlil Matsnawi</em>, jilid kelima belas.</span></p> <p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left; color: rgb(204, 102, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><a target="_blank" href="http://us.f335.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=48460&y5beta=yes&y5beta=yes&inc=200&order=down&sort=date&pos=0&view=a&head=b&box=Inbox#_ftnref24"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">[24]</span></a><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;" dir="rtl"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">. Abdullah Jawady Amuly<em>, Syenokh Syenosy dar Quran</em>, hal. 407-409.</span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: left;" dir="ltr" class="MsoNormal"><br /><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;"></span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: center; color: rgb(204, 51, 204);" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;">Sumber:</span></p><p style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: center;" dir="ltr" class="MsoNormal"><span style="font-size: 10pt; font-family: Tahoma;"><span style="color: rgb(204, 51, 204);">http://www.isyraq.wordpress.com/2007/09/08/esensi-pengetahuan-dan-makrifat-dalam-irfan/</span><br /></span></p>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-169490765817797291.post-16518759556035603252009-05-13T19:55:00.000-07:002009-05-13T20:07:04.001-07:00Abu Abdul Rahman Al-Sulami<div style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>PENDAHULUAN</strong></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"></span>Tasawuf adalah wasilah atau medium paling efektif dan tepat bagi orang mukmin untuk sampai kepada Allah SWT. Tasawuf bisa mempercepat jalinan mesra dengan Tuhan secara non-rasial (spiritual). Dengan tasawuf, selain dapat memantapkan rasa tauhid dan memperhalus akhlak, juga bisa memurnikan ibadah dan amal shalih, manusia tidak akan melihat Tuhan dengan mata kepala di akhirat nanti, tetapi bisa melihatnya dengan mata hati di dunia.</span><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftn1" name="_ftnref1"><span style="font-family:times new roman;">[1]</span></a></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>BIOGRAFI</strong></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">Nama lengkap al-Sulami adalah Muhammad ibn Husain ibn Muhammad ibn Musa al-Azdi yang bergelar Abu Abdul Rahman al-Sulami, lahir tahun 325 H dan wafat pada bulan Sya'ban 412 H/1012 M.</span><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftn2" name="_ftnref2"><span style="font-family:times new roman;">[2]</span></a><span style="font-family:times new roman;"> Dia pakar hadits, guru para sufi,l dan pakar sejarah. Dia seorang syeikh thariqah yang telah dianugerahi penguasaan dalam berbagai ilmu hakikat dan perjalanan tasawuf. Dia mengarang berbagai kitab risalah dalam ilmu tasawuf setelah mewarisi ilmu tasawu dari ayah dan datuknya.</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">Ayahnya, Husain ibn Muhammad ibn Musa al-Azdi, wafat 348 H/958 M, ketika al-Sulami menginjak masa remaja. kemudian pendidikannya diambil alih oleh datuknya, Abu 'Amr Ismail ibn Nujayd al-Sulami (w. 360 H/971 M).</span><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftn3" name="_ftnref3"><span style="font-family:times new roman;">[3]</span></a></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"></span><span style="font-family:times new roman;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>PEMIKIRAN</strong></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"></span>Manusia akan menjadi hamba ('abd) sejati kalau dia sudah bebas (hurr: merdeka) dari selain Tuhan. Kalau kehendak hati sudah menyatu dengan kehendak Allah, maka apa saja yang dipilih Allah untuknya, hati akan menerima tanpa menentang sedikitpun (qana'ah).</span><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftn4" name="_ftnref4"><span style="font-family:times new roman;">[4]</span></a><span style="font-family:times new roman;"> Karena فاينما تولوا فثم وجه الله , kemanapun engkau berpaling, disitulah wajah Allah (QS. 2:115).</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">Dalam konsep dzikir, al-Sulami berpendapat bahwa perbandingan antara dzikir dan fakir adalah lebih sempurna fakir, karena kebenaran (al-haq) itu diberitakan oleh dzikir bukan oleh fakir dalam proses pembukaan kerohanian. Ada beberapa tingkatan mengenai dzikir, yaitu dzikir lidah, dzikir hati, dzikir sirr (rahasia), dan dzikir ruh.</span><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftn5" name="_ftnref5"><span style="font-family:times new roman;">[5]</span></a></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>CORAK PEMIKIRAN</strong></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">al-Sulami mengambil beberapa tasawuf dari para syeikh yang masyhur, misalnya Ibn Manazil (w. 320 H/932 M), Abu Ali al-Thaqafi, Abu Nashr al-Sarraj (pengarang kitab al-Luma' fi al-Tasawuf), Abu Qasim al-Nasrabadzi dan banyak yang lainnya, dari hal itu, otomatis warna dan corak tasawuf al-Sulami sedikit banyak dipengaruhi oleh tasawuf mereka.</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">Pada abad ke-3 dan ke-4 H, tasawuf berfungsi sebagai jalan mengenal Allah SWT (ma'rifah) yang tadinya hanya sebagai jalan beribadah. Tasawuf pada masa itu merupakan pengejawantahan tasawuf teoritis.</span><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftn6" name="_ftnref6"><span style="font-family:times new roman;">[6]</span></a><span style="font-family:times new roman;"> al-Sulami yang lahir dan masuk kelompok sufi pada masa itu, terkenal sebagai penulis sejarah biografi kaum sufi masyhur yang semasa dengannya yaitu dalam kitabnya Adab al-Mutasawwafah.</span><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftn7" name="_ftnref7"><span style="font-family:times new roman;">[7]</span></a><span style="font-family:times new roman;"> Selain itu, dia juga terkenal dengan kitabnya Thabaqah al-Sufiyin yang juga memaparkan biografi-biografi para sufi.</span><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftn8" name="_ftnref8"><span style="font-family:times new roman;">[8]</span></a></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">al-Sulami menitik tekankan tasawuf pada ketaatan terhadap al-Qur'an, meninggalkan perkara bid'ah dan nafsu syahwat, ta'dzim pada guru/syeikh, serta bersifat pema'af.</span><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftn9" name="_ftnref9"><span style="font-family:times new roman;">[9]</span></a></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>KARYA-KARYA AL-SULAMI</strong></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">Diantara karya-karyanya, yaitu :</span><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftn10" name="_ftnref10"><span style="font-family:times new roman;">[10]</span></a></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">a. Adab al-Mutasawwafah</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">b. Thabaqah al-Sufiyun</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">c. Risalah al-Malamatiyyah</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">d. Ghalathah al-Sufiyah</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">e. al-Futuwwa</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">f. Adab al-Suhba wa Husn al-'Ushra</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">g. al-Sama'</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">h. al-Arba'in fi al-Hadith</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">i. al-Farq Bayna al-Syari'ah wa al-Haqiqah</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">j. Jawami' Adab al-Sufiyah</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">k. Manahij al-'Irfan</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">l. Maqamat al-Awliya'</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">m. al-Ikhwah wa al-Akhawat min al-Sufiyah</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">n. dan lain-lain</span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>KESIMPULAN</strong></span></span></span><br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;">Menurut al-Sulami, manusia akan menjadi hamba ('abd) sejati kalau dia sudah bebas (hurr: merdeka) dari selain Tuhan. Kalau kehendak hati sudah menyatu dengan kehendak Allah, maka apa saja yang dipilih Allah untuknya, hati akan menerima tanpa menentang sedikitpun (qana'ah). Dia juga berpendapat bahwa perbandingan antara dzikir dan fakir adalah lebih sempurna fakir, karena kebenaran (al-haq) itu diberitakan oleh dzikir bukan oleh fakir dalam proses pembukaan kerohanian.</span></span></div><p style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-family:times new roman;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>DAFTAR PUSTAKA</strong></span><br />Jamaluddin Kafi, Tasawuf Kontemporer, (Prenduan: al-Amin, 2003).<br />Kenneth Honerkamp, Abu Abdul Rahman al-Sulami, On Sama' ectasy and dance, (Jurnal of The History of Sufisme, April 2003).<br />Sara Saviri, Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002).<br />Asmaran, MA, Pengantar Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).<br />Gafna Raizha Wahyudi (Terj.), Warisan Sufi, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002).<br />A. J. al-Berry, Tasawuf Versus Syari'at, Terj. Bambang Herawan, (Jakarta: Hikmah, 2000).</span></span><span style="color: rgb(0, 102, 0);"></span></p><p style="text-align: justify;"><br /></p><div style="text-align: center;"><a title="" style="color: rgb(255, 102, 0);" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftnref1" name="_ftn1"><span style="font-family:times new roman;">[1]</span></a><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" > Jamaluddin Kafi, Tasawuf Kontemporer, (Prenduan: al-Amin, 2003), 10-11</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" ></span><a title="" style="color: rgb(255, 102, 0);" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftnref2" name="_ftn2"><span style="font-family:times new roman;">[2]</span></a><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" > Kenneth Honerkamp, Abu Abdul Rahman al-Sulami, On Sama' ectasy and dance, (Jurnal of The History of Sufisme, April 2003), 2</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" ></span><a title="" style="color: rgb(255, 102, 0);" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftnref3" name="_ftn3"><span style="font-family:times new roman;">[3]</span></a><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" > Ibid, 2</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" ></span><a title="" style="color: rgb(255, 102, 0);" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftnref4" name="_ftn4"><span style="font-family:times new roman;">[4]</span></a><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" > Sara Saviri, Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), 23</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" ></span><a title="" style="color: rgb(255, 102, 0);" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftnref5" name="_ftn5"><span style="font-family:times new roman;">[5]</span></a><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" > Ibid, 171</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" ></span><a title="" style="color: rgb(255, 102, 0);" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftnref6" name="_ftn6"><span style="font-family:times new roman;">[6]</span></a><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" > Asmaran, MA, Pengantar Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 258</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" ></span><a title="" style="color: rgb(255, 102, 0);" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftnref7" name="_ftn7"><span style="font-family:times new roman;">[7]</span></a><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" > Gafna Raizha Wahyudi (Terj.), Warisan Sufi, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), 73</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" ></span><a title="" style="color: rgb(255, 102, 0);" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftnref8" name="_ftn8"><span style="font-family:times new roman;">[8]</span></a><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" > A. J. al-Berry, Tasawuf Versus Syari'at, Terj. Bambang Herawan, (Jakarta: Hikmah, 2000), 94</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" ></span><a title="" style="color: rgb(255, 102, 0);" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftnref9" name="_ftn9"><span style="font-family:times new roman;">[9]</span></a><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" > </span><a style="color: rgb(255, 102, 0);" href="http://www.yahoo.com/"><span style="font-family:times new roman;">http://www.yahoo.com</span></a><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" > (al-Sulami)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" ></span><a title="" style="color: rgb(255, 102, 0);" href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=33657784&postID=115704794613813206#_ftnref10" name="_ftn10"><span style="font-family:times new roman;">[10]</span></a><span style="color: rgb(255, 102, 0);font-family:times new roman;" > Ibid, al-Sulami</span></div><div style="color: rgb(255, 102, 0); text-align: center;"> </div><div style="color: rgb(255, 102, 0); text-align: center;"><strong><br />KONSEPSI PEMIKIRAN TASAWUF & IDE POKOK<br />TOKOH-TOKOH SUFI</strong></div><div style="color: rgb(255, 102, 0); text-align: center;"><br /></div><div style="color: rgb(255, 102, 0); text-align: center;"><em><strong>1. Tasawuf Salafi</strong></em><br />a. Hasan al-Bashri<br />b. al-Muhasibi<br />c. al-Qushayri<br />d. al-Ghazali<br />e. Nawawi al-Bantani</div><div style="color: rgb(255, 102, 0); text-align: center;"><br /><strong><em>2. Tasawuf 'Irfani</em></strong><br />a. Rabi'ah al-Adawiyah<br />b. al-Junayd al-Baghdadi<br />c. Dzu al-Nun al-Misri<br />d. Abu Yazid al-Bustami<br />e. al-Hallaj<br />f. al-Sulami</div><div style="color: rgb(255, 102, 0); text-align: center;"><br /><strong><em>3. Tasawuf Falsafi</em></strong><br />a. Ibn Arabiy<br />b. al-Jili<br />c. Ibn Sab'in<br />d. Ibn Masarrah<br />e. Nur al-Din al-Raniri<br />f. Abdul Rauf al-Sinkli</div><div style="color: rgb(255, 102, 0); text-align: center;"><br /><strong><em>4. Tasawuf Neo-Sufisme</em></strong><br />a. Ibn Taymiyyah<br />b. Fazlur Rahman<br />c. Hamka<br />d. Yusuf al-Makassari<br />e. Sayyid Husain Nashr</div><div style="color: rgb(255, 102, 0);" align="center"><strong><br />PERKEMBANGAN TASAWUF</strong></div><div align="justify"><br /><div style="text-align: center;"><em style="color: rgb(255, 102, 0);"><strong>SUFISME</strong></em><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);"><strong>A. Sunniy/ortodoks; konservatif</strong></span><br /><em style="color: rgb(255, 102, 0);">a. Tasawuf Ortodoks</em><br /><em style="color: rgb(255, 102, 0);"></em><span style="color: rgb(255, 102, 0);">1. Hasan al-Bashri (w. 110 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">2. Rabi'ah al-Adawiyah (w. 200 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">3. al-Muhasibi (w. 243 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">4. Dzu al-Nun al-Misri (w. 243 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">5. al-Junayd al-Baghdadi (w. 297 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">6. al-Qushayri (w. 465 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">7. al-Ghazali (w. 503 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);"><em>b. Tasawuf Falsafi</em></span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);"><em></em>1. Abu Yazid al-Bustami (w. 260 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">2. al-Hallaj (w. 308 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">3. Ibn Masarrah (w. 381 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">4. Suhrawardi al-Maqthul (w. 578 H)</span><br /><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);"><strong>B. Syi'i</strong></span><br /><em style="color: rgb(255, 102, 0);">a. Tasawuf teosofi</em><br /><em style="color: rgb(255, 102, 0);"></em><span style="color: rgb(255, 102, 0);">1. Ibn Sab'in (w. 669 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">2. al-Jili (w. 832 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);"><em>b. Tasawuf Falsafi</em></span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">1. Ibn 'Arabiy (w. 638 H)</span><br /><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);"><strong>C. NEO-SUFISME</strong></span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">1. Ibn Taymiyyah (w. 728 H)</span><br /><span style="color: rgb(255, 102, 0);">2. Fazlur Rahman (w. 1988 H)</span><br /></div><span style="color: rgb(204, 51, 204);"></span><span style="color: rgb(204, 51, 204);"><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(204, 51, 204);">Sumber:</span><br /><span style="color: rgb(204, 51, 204);">http://www.nuristwo.blogspot.com/2006/08/tasawuf-studi-tokoh.html</span><br /><span style="color: rgb(204, 51, 204);"></span></div></div>Mas Gunhttp://www.blogger.com/profile/14107718288885263970noreply@blogger.com1